BAB X
TANTANGAN KOPERASI INDONESIA
PADA ERA OTONOMI DAERAH DAN
PERDAGANGAN BEBAS
Pendahuluan
Seperti kita ketahui bersama bahwa pada era reformasi ini kita menghadapi berbagai tantangan baik secara internal maupun secara eksternal. Secara internal sekarang kita menyosong pelaksanaan otonomi daerah, dan secara eksternal kita menghadapi globalisasi ekonomi dengan perdagangan bebasnya.
Pada era reformasi ini MPR telah menetapkan politik ekonomi nasional, yaitu dnegan tap MPR Nomor XVI/1998, selain itu juga tentang reformasi pembangunan yaitu TAP MPR Nomor XV tentang Otonomi Daerah, yang dalam waktu relatif singkat sudah diikuti dengan undang-undang untuk mewujudkan, yaitu UU Nomor 25/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor UU Nomor 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua undang-undang tersebut efektif berlaku tahun 2000. Hal ini snagat besar pengarunhya pada daerah karena dari dana-dana pembangunan daerah yang berupa bagian penerimaan PBB, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dasrah dari sumber daya alam (minyak, hasil hutan, dan perikanan), sehingga terjadi euforia pembangunan di daerah.
Meningkatnya penerimaan daerah dari pengelolaan sumber daya alam di daerah-daerah sebagai hasil pelaksanaan UU Nomor 25/1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 33/2004 akan mampu meningkatkan PBD perkapita. Dapatkanh dijamin bahwa ksejahteraan riil penduduk di daerah? Tentu saja ini tergantung pada kemampuan pemerintah daerah mengembangkan program-program yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Program-program ini dapat berupa program-program pembanguan ekonomi maupun pembangunan sosial (Mubyarto, 2000). Meskipun banyak orang merasa tidak sabar menunggu penerapan sistem ekonomi, sistem politik, sistem hukum, dan sistem budaya pancasila yang benar-benar mampu mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluiruh rakyat Indonesia, namun kita harus mengakui bahwa proses reformasi sejak awal tahun 1998 lalu telah menjanjikan perkembangan ke arah itu.
Secara eksternal Indonesia kita menghadapi globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Indinesia sebagai negara sedang berkembang tidak bis lepas dari putaran roda kegiatan ekonomi secara internasional yang penuh dengan berbagai dinamika. Kesiapan kita dalam mengahadapi globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang dimulai dari pelaksanaan AFTA (Asean Free Trade Area) tahun 2003, APEC (Asia Pasific Economic Organization) dan era perdagangan bebas secara total dari WTO (World Trade Organization) ke depan, merupakan tantangan berat dan tidak bisa dihindari. Bagi Indonesia ini merupakan masalah serius karena pada saat yang sama sedang dihadapkan pada berbagai permasalahan ekonomi dan politik dalam negeri yang berkepanjangan dan tidak mudah penyelesaiannya.
Syukurlah pada waktu terjadi krisis ekonomi masih ada pilar-pilar kecil yang cukup tangguh dan mampu bertahan menghadapi goncangan krisis dan menjadi penyangga ekonomi nasional, yaitu para pengusaha mikro, kecil dan menengah, serta koperasi. Namun bagaimanakah kiprah usaha mikro, kecil dan menengah, serta koperasi setelah kondisi ekonomi negeri mulai pulih dan dalam menghadapi persaingan ekonomi global makin kompetitif. Untuk itu, pada bab ini akan dibahas tentang perkembangan koperasi pada era otonomi daerah dan memasuki era perdagangan bebas.
Perkembangan Koperasi pada Era Otonomi Daerah
Implementasi undang-undang nomor 22/1999 tentang ekonomi daerah, akan memberikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembiayaan lainnya. Namun koperasi akan menghadapi masalah yang lebih interatif dengan pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan koperasi. Karena asas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advokasi oleh gerakan koperasi untuk memberikan orientasi kepada pemerintah daerah semakin penting. Dengan demikian peranan Dinas Koperasi (atau apapun namanaya) tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang secara fungsional dan diserahi untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fungsi intermediasi ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan instansi pusat.
Dukungan yang diperlukan bagi koperasi menghadiapi berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kredit bagi koperasi dan usaha kecil di daerah. Dengan demikian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di daerah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangakan Pemerintah Daerah akan dapat medesentralisasi pengembangan ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan menumbuhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah dapat mengebangkan pusat inovasi dan teknologi yang dapat membantu masyarakat dalam pengembangan usaha, perbaikan kulitas produk dan informasi pasar. Pusat ini juga dikaitkan dengan system jringan informasi dan bisnis ekeltronika bagi pengemang sistem distrius koperasi. Pusat informasi dan pengembangan teknologi ini merupakan dukungan penguatan bagi usaha kecil dan menengah yang sangat dibutuhkan sebagai Non Financial Busssines Development Service.
Bagi koperasi tugas yang mendesak saat ini adalah melakukan konsolidasi informasi ini akan memungkinkan geraka koperasi mempunyain kekuatan untuk menghadapi perbankan, misalnya melalui penyatuan kode rekening koperasi, pengelolaan lalu lintas informasi posisi keuangan untuk dapat menciptakan kekuatan negosiasi bagi penetapan “gearing radio” bagi koperasi. Dalam konsolidasi ini harus tetap menghormati kerahasiaan masing-masing nasabah (pemegang rekening) atau masing-masin koperasi, tetapi mampu memberikan kekuatan bersama untuk bernegosiasi dengan bank.
Koperasi- koperasi sekunder di tingkat propinsi atau kabupaten / kota harus menjadi barisan terdepan untuk merintis pembelian bersama, terutama untuk produk-produk yang diimpor atau dibeli dari pabrik-pabrik dan perusahaan bersar. Untuk kegiatan ekspor dapat dilakukan melalui koperasi atau melalui kerjasama dnegan mengundang koperasi luar negeri untuk membeli di Indonesia. Hal ini untuk mempermudah proses belajar dan menghindarkan resiko penolakan akibat ketidakcocokan masalah standar.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kehadiran koperasi di Indonesia memang menganut basis wilayah/kekuasaan. Namun dalam menghadapi persaingan koperasi perlu merubah orientasi dari basis kewilayahan dengan pertimbangan orietasi kelayakan bisnis.
Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi secara otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur, serta pembelian bersama. Dengan otonomi selian peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi terjadinya benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah.
Dalam hal ini konsulidasi potensi keuangan, pengembangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan tekniologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendorong pengembangan lembaga penjamin kredit koperasi di daerah.
Koperasi Indonesia Memasuki Era Perdagangan Bebas
Pada tahun 2003 sebagai permulaan berlakunya AFTA merupakan tonggak penting bagi koperasi Indonesia, karena akan menentukan corak koperasi yang masih akan bertahan ke depan. Dalam hal ini para anggota koperasi, sehingga daya saing koperasi tidaklah berdiri sendiri.
Secara umum probklematika peningkatan daya saing koperasi Indonesia justru bukan terletak pada persoalan perbandingan dalam kelangkaan sumber daya, tetapi justru persoalan “kemampuan manajerial” dalam proses pengelolaan koperasi di setiap lini dalam menghasilkan dan memasarkan barang dan jasa baik di dalam dan luar negeri.
Kelemahan “competitive strenght” koperasi terletak pada rendahnya kemampuan “competitive advantage” dalam suasana sebagai besar kegiatan produksi koperasi memiliki “competitive strenght”. Jika demikian kondisi yang diharapkan koperasi, maka focus yang menjadi perhatian gerakan koperasi haruslah pada kemampuan memanfaatkan permintaan domestic, baik dalam pasar input produksu maupun pasar barang dan jasa untuk konsumsi.
Dari pengalaman gerakan koperasi di Indonesia selama dua tahun proses liberalisasi perdagangan yang diikuti oleh rasionalisasi bagi koperasi, justru memperlihatkan semakin intensifnya kontak dengan dunia luar oleh gerakan koperasi, baik yang berkaitan dnegan impor barang maupun ekspor produk-produk yang merupakan produk unggulan, terutama produk etnik (furniture, produk kerajinan) dan produk berbasisi sumber alam. Dalam hal ini kesulitan koperasi justru disebabkan oleh “instabilitas nilai tukar rupiah” ketimbang ketidakadanya permintaan dan kemampuan pembiayaan. Dengan demikian liberalisasi perdagangan bukan suatu momok bagi koperasi untuk berkembang. Bahkan liberalisasi perdagangan yang dilakukan secara bertahap melalui penghapusan tata niaga dan penghapusan hambatan non-tarif telah memberikan kesempatan bagi koperasi untuk belajar, sehingga pada perdagangan bebas diberilakukan penuh yang dimulai dengan AFTA, maka koperasi Indonesia akan menjadi terbiasa dalam alam tersebut.
Problematikan yang dihadapi ekonomi secara nasional pasca krisis adalah jumlah pengangguran yang meluas dan sentifitas nilai tukar rupiah yang tinggi.dengan demikian yang harus diperhatikan oleh koperasi, terutama yang bergerak dalam jasa pemasaran akan menjadi terkendala untuk berkembang. Hal ini anatar lain pemasaran akan menjadi terkendala untuk berkembang. Hal ini anatra lain karena banyaknya pencari kerja yang masuk ke dalam lapangan kerja yang mudah dan itu biasanya berada di sector jasa perdagangan eceran barang kebutuhan pokok yang dari segi permintaan terjamin ada di setiap haru, dan bahkan mereka rela mendaparkan margin yang kecil hanya sekedar untuk bertahan hidup dalam sector yang bersifat informal. Dalam situasi semacam ini kegiatan pemasaran yang menimbulkan perbedaan biaya yang berbentuk perbedaan “biaya financial” dan “biaya ekonomi”.
Dengan pertumbuhan koperasi akan terletak pada sector yang mempunyai karakteristik universitas kebutuahninidividu yang tinggi, karena hanya kegiatan semacam ini yang mudah mencapai kelayakan ekonomi serta kemampuan jangkauan pelayanan yang meleuas melampaui batas kesamaan kegiatan ekonomi. Dua pilar utama kemajuan koperasi dalam dasawarsa yagn akan datang ini terletak pada “usaha jasa keuangan” dan “kegiatan pembelian bersama”. Dua kegiatan ini akan menjadi ciri kegiatan yang dapat menjadikan lokomotof kebvangkitan koperasi di Indonesia untuk menjadi koperasi mandiri. Koperasi harus mulai semata-mata berhitung untuk pertimbangan bisnis bagi pelayanan kebutuhan anggota maupun bisnis yang dimandatkan anggota. Sesuai dengan semangat kebebasan berkoperasi dan rasionalisasi fasilitas, koperasi harus dapat bernegosiasi dan manfaat bagi anggotanya atau menimbulkan kerugian atau resiko kerugian terhadap koperasi.
Melihat posisi koperasi pada saat ini di mana asset koperasi sudah di dominasi oleh kegiatan koperasi di bidang jasa keungan, maka restrukturisasi kegiatan koperasi sebenarnya sudah berjalan, dengan demikian akam mampu tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan koperasi di Indonesia saat ini sangat kopatibel untuk menanggapi rasionalisasi kredit perbankan kepada petani dan belum pernah terjadi sebelumnya. Di sector rill kegiatan pembelian baik oleh koperasi produsen seperti KUD, koperasi pertanian, dan koperasi perikanan masih mendominasi kegiatan pembelian, termasuk pupuk dan sarana produksi pertanian lainnya. Sementara koperasi konsumen sedang mepersipakan kegiatan perkulakan atau pembelian bersama dan membangun jaringan, sehingga perannya untuk menjadi motor pertumbuhan koperasi semakin terlihat. Koperasi akan menikmati keuntungan dari dibukanya perdagangan luar negeri, sehingga arus penyediaan barang dan jasa baik untuk input maupun untuk tujuan konsumsi akan semakin besar, sehingga dukungan pembiayaan atau penciptaan mekanisme pembiayaan bersama dalam bentuk konsorsium perlu dilakukan koperasi.
Prospek kegiatan koperasi di bidang agroindustry akan sangat tergantung pemulihan di sector perbankan. Karena pada dasarnya di sector produksi bahan baku telah siap seperti pada sub-sektor perkebunan terutama kepala sawit. Di Jawa yang selama ini sebagin besar menjadi sub-sistem industry gula pasir dnegan menanam tebu, maka sekarang harus bekerja keras dengan merubah paradigm pengembangan agroindustri gula, dari orintasi agroindustri gula pasir menjadi agroindustri berbasis tebu. Dengan demikian jangan berpikir untuk memisahkan diri dari inefisiensi pabrik gula yang sesuai dengan rencana jangka panjang harus ditutup untuk direlokasi ke luar Jawa. Ini berarti pabrik gula yang akan tinggal di Jawa hanyalah pabrik yang efisein yang mampu bertahan hidup dnegan tanpa intervensi pemerintah untuk mendapatkan bahan baku. Sebaiknya gerakan koperasi melakukan tekanann untuk dapat ikut mengelola pabrik gula bersama BUMN untuk stabilitas produksi gula oleh pabrik-pabrik yang benar-benar dinilai telah efisien.
Posisi dan Peran Koperasi dalam Sistem Ekonimi Indonesia
Bagi perekonomian Indonesia, kita perlu mengkaitykan dnegan konteks Sistem Ekonomi Nasional Indonesia (SENI) dan kedudukan koperasi. Dari sis produksi pelaku ekonomi di Indonesia terdiri dari usaha negera, usaha swasta besar nasional, usaha swasta asing dan usaha ekonomi rakyat. Dalam hal jumlah unit usaha yang ada di Indonesia terdiri dari usaha rumah tangga, usaha kecil dan menengah dalam bentuk badan usaha berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
Kontribusi masing-masing sector dalam produksi nasional, dapat dilihat dari sudut sumbangan tiap sector terhadap jumlah unit usaha, sumbanga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) maupun penyerapan tenaga kerja. Dari sisi konsumsi sector ekonomi rakyat, secara mudah dapat dikenali dari sekotr rumah tangga yang memegang posisi penting dalam menentukan permintaan domestic. Dikatakan mudah dikenali karena memegang porsi terbesar yaitu 65% (1998) dari pengeluaran agregat. Pengeluaran rumah tanggau yang mencerminkan kehidupan sector ekonomi rakyat secara umum masih didiminasi oleh kelompok rumah tangga miskin dan hamper miskin. Bagaimana gambaran mekanisme sistem ekonomi rakyat dalam SENI daoat dilihat dengan jelas dalam skema di bawah ini.
Pertanyaan selanjutnya bagaimana kedudukan koperasi dalam sistem ekonomi rakyat. Koperasi sebagai salah satu bentuk atau metode menjalanlkan usaha serta sebgaai salah satu bentuk dan organisasi perusahaan, di antara para produsen kecil dan menengah di samping usaha perseroan milik Negara, usaha swasta besar nasional maupun asing. Koperasi juga tidak mustahil sebagai salah di antara usaha besar sesuai dengan inpres 10/1999 yang menentukan usaha besar adalah usaha yang memiliki asset di atas sepuluh milyar rupiah di luar tanah dan bangunan.
Di sektor produksi jasa, koperasi adalah merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang mengorganisasikan pelayanan jasa keuangan, baik berbentuk bank maupun bukan bank. Sementara di sisi konsumsi, koperasi adalah organisasi para konsumen yang bergerak di dalam pelayanan jasa pemenuhan kebutuhan barang-barang konsumsi bagi rumah tangga. Dengan demikian koperasi konsumen sebenarnya lebih menyerupai perusahaan jasa bagi para konsumen untuk kelompok menengah ke bawah, untuk menekan biaya transaksi dan mendapatkan nilai tambah, serta jaminan pasar di sektor produksi. Dengan cara ini para konsumen dapat meningkatkan kesejateraan dan tenaga hak-haknya. Dalam konteks organisasi, koperasi mempunyai aturan dan cara tersendiri dalam memperjuangkan kepentingan ekonomi anggotanya. Oleh karena itu, koperasi juga disebut sebagai gerakan, bahkan mempunyai organisasi dnegan skala dunia yang mempunyai kedudukan sebagai “observer” pada badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Koperasi yang usahanya mendasarkan pada prinsip pemilik maka pengguna jasa koperasi telah merupakan suatu sistem gerakan dengan skala yang luas dan merupakan jaringan atas dasar kesamaan kepentingan dan aspiasi. Berbeda dengan koperasi yang segala nilai tambah yang diperoleh dialirkan kembali kepada para anggotanya, di dunia juga dikenal adanya sistem lain yang mempunyai fungsi yang sama untuk menolong usaha kecil yaitu melalui sistemn subkontrak.
Usaha menengah pada umunya mampu mejadi lokomotif penarik bagi usaha kecil melalui wahana kemitraan. Oleh karena itu anatra usaha menengah dan koperasi mempunyai fungsi yang komplementer dalam memajukan usaha kecil. Pembagian tugas fungsional ini akan ditentukan oleh karakteristik fungsi produksi dari masing-masing kegiatan.
Fungsi koperasi selain gerakan pendidikan dan memajukan kesejateraan masyarakat termasuk aspek kelestarian lingkungan hidup, adalah untuk mengangkat kemartabatan suatu masyarakat atau bangsa terutama dalam berekonomi. Karena sifat gerakan koperasi yang sering disbeut sebagai “quasi public”, maka cukup banhyak barang-barang public yang dihasilkan oleh koperasi yang dalam jangka panjang mungkin tidak dikenal bahwa itu adalah bagian dari hasil gerakan koperasi.
Di Indonesia pada dasawarsa 1960-an cukup banyak koperasi yang meninggalkan fasilitas pendidikan dan kesehatan atau bahkan Asuransi Bumi Putera 1912 sebagai “mutual company” adalah contoh bentuk akhir yang idela dari koperasi yang berhasil. Perusahaan mutual pada awalnya didirikan oleh pendiri atau sponsor dnegan prinsip dari, oleh dan untuk anggota. Model koperasi semacam ini bisa disebut dengan “sponsored cooperative”. Dalam suatu perekonomian pasar, peran utama dari koperasi adalah menjadi wahanan kerjasama pasar bagi para anggotanya untuk mencapai tingkat kesejateraan yang optimal melalui kegiatan produksi dan konsumsi barang dan jasa. Dengan demikian koperasi tidak untuk memaksimalkan nilai tambah bagi “perusahaan koperasi” tetapi nilai tambah bagi para anggotanya. Oleh karena itu, secara konseptual adalah “salah” menjadi kontribusi dalam PDB sebagai ukuran keberhasilan koperasi Indikator “eksistensi” koperasi dalam suatu perkonomian pasar adalah “pangsa pasar” koperasi dalam kegiatan atau sektor di mana jasa koperasi diperlukan. Dalam suatu kajian regional yang pernah dilakukan, ukuran yang dianggap tepat adalah menempatkan koperasi di sektor-sektor “industri manufaktur” dan “tersier” atau jasa perdagangan (baik pembelian maupun distribusi) dimana koperasi menghasilkan nilai tambah.
Semnetara itu, untuk mengetahui posisi perekonomian rakyat dalam perkembangan perekonomian nasiolan telah diangkat tiga indicator penting yaitu :
Jumlah penyerapan tenaga kerja
Nilai tambah untuk masing-masing sektor
Ekspor produk usaha kecil dan menengah.
Koperasi sebagai badan usaha dapat berdiri sebagai usaha kecil, menengah atau bahkan usaha besar sesuai skala bisnis atau “omzet” dan besarnya asset yang dimilikinua, demikian juga para anggota koperasi akan diperhitungkan dengan cara yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar