Minggu, 15 Desember 2019

Kerja sama koperasi

BAB VII
KERJASAMA KOPERASI


Pendahuluan
Suatu organisasi baik yang bersifat sosial, politik, maupun ekonomi tentunya tidak bisa berjalan dengan cara sendiri-sendiri atau dengan kata lain perlu bantuan orang/organisasi lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, ada kegiatan usaha maupun tidak ada kaitannya dengan bidang usahanya. Demikian halnya dengan organisasi koperasi yang merupakan kegiatan usaha yang bergerak di bidang ekonomi, maka perlu kerjasama dengan organisasi lain itu organisasi koperasi maupun bukan koperasi, baik berkaitan dengan bidang usaha maupun tidak berkaitan dengan bidang usahanya, dalam rangka meningkatkan kegiatan usahanya.
Kerjasama koperasi tersebut ada yang bersifat horizontal maupun yang bersifat vertikal, bahkan sebagai konsekuensi dalam melakukan kerjasama tersebut menghendaki untuk dibentuknya wadah organisasi baru untuk mengembangkan kegiatan usahanya yang baru.
Berkaitan dengan masalah kerjasama antar koperasi dan antara koperasi dengan badan usaha lain telah diatur dalam pasal 58 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perekonomian. Untuk itu pada bab ini akan dibahas berbagai bentuk kerjasama bidang usaha antar koperasi, kerjasama bukan bidang usaha antar koperasi, maupun kerjasama koperasi dengan kegiatan usaha bukan koperasi.

Kerjasama di Bidang Usaha antar Koperasi
Kerjasama antar koperasi sebenarnya sudah diamanatkan oleh ICA dalam kogresnya yang ke-23 di Viena pada tahun 1966, yang memasukkan “Kerjasama antar koperasi” (Cooperation among Cooperatives) sebagai salah satu asas yang harus dipatuhi oleh semua jenis koperasi. Pola kerjasama antar koperasi dan antara pengusaha dan koperasi yang baik sebenarnya harus mengacu pada pemberian keuntungan kedua belah pihak. Kemitraan strategis seperti itulah yang berpotensi untuk membuat kemintraan yang kuat dan stabil. Dengan melakukan kerjasama antar koperasi ini maka akan diperoleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut.
Peningkatan kemampuan daya tawar (bargaining power) mereka terhadap pihak ketiga.
Menjamin kontinuitas pemasukan bahan baku.
Biaya dapat ditekan jauh lebih rendah karena dapat beroperasi secara besar-besaran (economic of scale).
Bila kerjasama dilakukan oleh koperasi tingkat diatasnya dan bidang usahanya dapat mengadakan integritas vertikal, maka akan dapat menurunkan biaya transaksi (transaction cost).
Bila kerjasama dilakukan secara horizontal (antar koperasi yang setingkat), maka akan meningkatkan kemampuan bersaing mereka terhadap pihak ketiga.
Sesungguhnya sudah banyak koperasi-koperasi di Indonesia yang mengadakan kerjasama baik dengan sesama koperasi dibidang usaha antar koperasi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu sebagai berikut.
Kerjasama antar koperasi, selain dilakukan dengan pembentukan wadah baru yang berbadan hukum sendiri, juga dapat dilakukan tanpa diikuti dengan pembentukan wadah baru, seperti ini sudah dilakukan oleh beberapa koperasi tingkat sekuder. Sebagai contoh kerjasama IKPN dengan GKPN D.I. Yogyakarta dalam proyek pembangunan perumahan sehat bagi pegawai negeri di D.I. Yogyakarta.
Dalam hal ini biasanya salah satu pihak bertindak sebagai pelaksana sedangkan yang lain bertindak sebagai pengawas. Kerjasama tersebut biasanya dituangkan dalam surat perjanjan kerjasama yang saling mengikat kedua belah pihak dan atas dasar prinsip saling menguntungkan (unit-unit solution).
Disamping itu, juga banyak kerjasama antara koperasi dilakukan oleh koperasi-koperasi primer dalam segala bentuk. Sebagai salah satu contoh adalah kerjasama antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) “Bhina Raharja” dengan Koperasi Serba Usaha (KSU) “Kelapa Dua Wetan” di daerah Jakarta Timur untuk membuka “Warung Serba Ada” (WASERBA). Dalam kerjasama tersebut KSP “Bhina Raharja” meminjamkan gedung KSP dan memberikan bantuan untuk pembukaan dan pengembangan WASERBA KSU “Kelapa Dua Wetan”. Contoh kerjasama antar koperasi tersebut di atas merupakan salah satu contoh dari sekian banyak kerjasama antar koperasi dibidang usaha. Pada umumnya kerjasama antar koperasi, baik secara vertical maupun secara horizontal sudah banyak dilakukan oleh koperasi, mulai dari bentuk yang sederhana, berupa tukar menukar informasi, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bersama, sampai pada bentuk yang optimal, yaitu pembentukan usaha bersama.

Kerjasama Antara Koperasi dan Bukan Koperasi
Koperasi dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain di luar koperasi. Tentu saja kerjasama ini harus didasarkan prinsip usaha yang saling menguntungkan.
Kerjasama antara koperasi dengan bukan koperasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut :
Membentuk wadah baru yang berbadan hukum. Kerjasama ini banyak dilakukan oleh koperasi-koperasi sekunder, khususnya tingkat induk, seperti IKPN dan beberapa induk koperasi lain yang dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota-anggotanya, khususnya dalam pemberian kredit maupun membantu menunjang kebutuhan hidup anggota-anggotanya.
Tanpa membentuk wadah baru yang berbadan hukum. Biasanya kerjasama itu dalam bentuk kemitraan usaha. Kemitraan antara koperasi dengan perusahaan-perusahaan dalam rangka “membantu dan membina” koperasi.
Pada umumnya kerjasama antara koperasi dengan bukan koperasi dilakukan dengan membentuk wadah baru yang berbadan hukum. Kerjasama ini umumnya dilakukan oleh koperasi-koperasi sekunder, khususnya di tingkat induknya, seperti induk koperasi pegawai negeri, dan beberapa induk koperasi lainnya dengan mitra usahanya mendirikan Bank, SPBU dan lain sebagainya.
Dalam kerjasama ini mitra usaha IKPN adalah Badan Usaha Milik Negara dan Yayasan Dana Pensiunnya, yaitu PT Taspen, PT. ASEI (Asuransi Ekspor Indonesia), Yayasan Dana Pensiun Jasa Raharja, Yayasan Dana Pensiun Jasindo, dan Yayasan Dana Pensiun Pertamina, mendirikan sebuah Bank pada tahun 1992, yang diberi nama “Bank Kesejahteraan Ekonomi” yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT). semula IKPN ingin memakai wadah berbadan hukum koperasi, tetapi tidak memungkinkan karena ada kebijakan Menteri Koperasi nomor 12/M/I/1989 yang  tidak mengijinkan gerakan koperasi mendirikan Bank Umum Koperasi selain bank BUKOPIN. Dalam usaha perbankan ini, IKPN merupakan pemegang saham mayoritas dengan menguasai 70% dari seluruh jumlah sahamnya.
Kerjasama antar koperasi dengan badan hukum koperasi juga dilakukan oleh koperasi- koperasi primer dalam bentuk kemitraan usaha. Tetapi sifat kemitraan usaha antara perusahaan-perusahaan besar dengan koperasi-koperasi primer/pengusaha kecil tanpa membentuk wadah baru yang berbadan hukum. Hal ini mempunyai dasar pertimbangan yang berbeda dengan kemitraan usaha antara induk-induk dengan perusahaan swasta dan BUMN/BUMD yang disertai dengan pembentukan wadah baru berbadan hukum. Dalam kemitraan tersebut bagi perusahaan-perusahaan besar dipandang sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) yang di dalamnya terkandung unsur untuk “membantu dan membina” koperasi dan usaha kecil. Sedangkan kemitraan induk-induk koperasi dengan masing-masing pihak berada dalam posisi yang setingkat.

Kerjasama Bukan di Bidang Usaha antar Koperasi
Koperasi di Indonesia mengenal empat tingkatan organisasi koperasi yang didasarkan atas tingkat daerah administrasi pemerintah, yaitu koperasi primer, pusat koperasi, gabungan koperasi dan induk koperasi. Di mana masing-masing jenis koperasi dapat menggalang persatuan dan kerjasama di bidang usaha maupun non usaha di antara sesama mereka dan bahwa keberadaan induk tersebut dapat mewakili kepentingan masing-masing jenis koperasi pada tingkat nasional.
Pada tingkat nasional telah ada satu suatu organisasi koperasi yang bersifat non usaha yang didirikan oleh gerakan koperasi dengan tujuan mempersatukan seluruh gerakan koperasi di Indonesia. Usaha ini mula-mula diwujudkan dengan dibentuknya Sentral Organisasi Koperasi Indonesia (SOKRI) pada kogres koperasi seluruh Indonesia yang pertama pada tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya, dimana kemudian tanggal 12 Juli ditetapkan sebagai hari koperasi Indonesia.
Pada kogres kedua gerakan koperasi yang diadakan pada tahun 1953 di Bandung telah menghasilkan 5 (lima) keputusan penting antara lain adalah mendirikan sebuah pemusatan gerakan koperasi untuk seluruh Indonesia yang dinamakan Dewan Koperasi Indonesia (DKI) sebagai pengganti SOKRI dan mengangkat Mohammad Hatta sebagai  Bapak Koperasi Indonesia.
Maksud dan tujuan pembentukan Dewan Koperasi Indonesia (DKI) adalah sebagai berikut :
Menyebarkan, memelihara, dan mempertahankan cita-cita koperasi.
Memperhatikan dan membantu pelaksanaan kepentingan perkumpulan koperasi dengan nyata.
Membela hak hidup dan berkembang secara bebas bagi perkumpulan koperasi terhadap segaal usaha merintanginya, bila perlu dengan kerjasama, terutama dengan seluruh gerakan koperasi, serta memandangnya dari sudut perkembangan ekonomi nasional.
Tujuan tersebut, berbagai usaha akan dilakukan DKI, antara lain:
Memberikan penerangan dan pendidikan tentang koperasi kepada rakyat Indonesia,
Mendorong pemerintah membuat UU koperasi yang baru,
Mengadakan hubungan dengan gerakan-gerakan koperasi di luar negari.
Pada permulaan tahun enam puluhan, tanpak mulai ada perubahan sikap pemerintah terhadap gerakan koperasi sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah yang memberlakukan demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin. Pemerintah mulai ikut campur dalam gerakan koperasi dan ingin menjadikan koperasi sebagai alat bagi pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi terpimpin. Tanggal 3 Juni 1961 dengan Keputusan presiden No. 236 didirikan Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesai (KOKSI) sebagai perwujudan dari musyawarah nasional koperasi (Munaskop 1) yang diselenggarakan dewan pimpinan dengan pimpinan tertingggi Presiden/pimpinan besar revolusi Indonesia, sedangkan menteri yang diserahi tugas urusan koperasi menjadi ketua pimpinan dewan nasional KOKSI.
Sejak itu gerakan koperasi memasuki era baru. Jika, semula koperasi bekerja berasaskan demokrasi, maka sejak saat itu koperasi telah dijadikan alat pemerintah Indonesia untuk melakukan kebijaksanaan ekonomi terpimpinnya. Bahkan dalam perkembangannya, pemerintah berusaha membawa gerakan koperasi Indonesia ke salah satu aliran politik melalui Munskop dan mengeluarkan Undang-Undang Koperasi No. 14/1965 yang ternyata hanya berumur pendek.
Dalam Undang-Undang yang baru tersebut dengan jelas dikatakan bahwa koperasi berfungsi sebagai organisasi ekonomi maupun sebagai salah satu alat revolusi. Dikatakan juga, bahwa kepengurusan harus mencerminkan kekuatan progresif revolusioner berporoskan Nasakom dan Manipol.
Berkaitan dengan itu, dalam Munaskop II yang diselenggarakan  sampai dengan 10 Agustus 1965 hampir bersamaan dengan diundangkannya Undang-Undang Koperasi No. 14/1965 diputuskan penentuan Haluan Koperasi Indonesia, yang berisi :
Landasan idiil : Pancasila;
Lima Azimat Revolusi Indonesia (Naskom, Pancasila, Manipul, Trisakti, tavip, Berdikari), Dekon dan Ketentuan MPRS.
Amanat dan tulisan Pemimpin Besar Revolusi Ir. Sukarno
Setelah orde baru berkuasa, pada sidang keempat, MPRS dengan keputusannya No. XXIII memutuskan/mengizinkan pemerintah untuk mencabut UU Koperasi No. 14/1965 dan menggantikan segera dengan UU yang baru. Untuk itu, pemerintah (Departemen Perdagangan dan Koperasi) telah membentuk tim/panitia pembentukan Undang-Undang Koperasi baru.
Sebelum terbentuknya Undang-Undang yang baru tersebut (Undang-Undang Koperasi No. 14/1967), pada tahun 1966 gerakan koperasi Indonesia telah mengadakan musyawarah gerakan koperasi seluruh Indonesia. Salah satu keputusannya adalah agar pemerintah ini disetujui oleh pemerintah dengan disusul berdirinya badan baru : Gerakan Koperasi Indonesia (Gerkopin). Perbedaan antara KOKSI dengan Gerkopin ini adalah bahwa dalam lembaga Gerkopin ini tidak diikutsertakan unsur pemerintah di dalamnya.
Gerkopin dalam bulan November 1968 telah mengadakan musyawarah nasional II, dengan menghasilkan beberapa keputusan, diantaranya : memperkuat kerjasama antara koperasi dengan koperasi di dalam negeri maupun diluar negeri, baik secara vertikal maupun horisontal. Berdasarkan keputusan tersebut, maka pada tanggal 23 Januari 1970 diadakan rapat Gerkopin yang dihadiri wakil-wakil dari sembilan induk koperasi tingkat nasional, di mana dalam rapat tersebut disepakati bersama untuk mengganti nama Gerkopin dengan Dewan Koperasi Indonesia, disingkat DKI dan didaftarkan pada tahun itu juga pada Direktorat jendral koperasi. Dengan demikian maka Gerkopin (1966-1970) dinyatakan tidak ada lagi.
Dalam perkembangannya, DKI mengalami perubahan-perubahan, baik dalam singkatan namanya, AD-nya, strukturnya cara kerjanya. Suatu simposium yang diadakan dalam rangka Munaskop ke-10 yang perubahan tanggal AD dan ART DKI. Beberapa perubahan bukti AD yang penting, yaitu sebagai berikut.
Singkatan nama dari Dewan Koperasi Indonesia yang semula adalah DKI diubah menjadi Dekopin.
Jika, semula struktur organisasinya berdasarkan penjejangan federatif, dimana masing-masing jenjang mempunyai kedudukan otonomi, maka dalam AD yang baru Dekopin merupakan suatu kesatuan dari pusat hingga daerah.
Ini berarti bahwa Dekopin yang berada di tingkat propinsi menjadi perwakilan Dekopin Wilayah (Dekopwil), sedang yang berada di Kabupaten/Kota menjadi perwakilan Dekopin daerah (Dekopinda)
Jika semula keputusan DKI tidak diikutsertakan unsur masyarakat, maka berdasarkan AD yang baru, unsur masyarakat diikutsertakan sejumlah 1/3-nya. Tentang keanggotaan Dekopin, yang dapat diterima sebagai anggota Dekopin adalah koperasi yang berbadan hukum baik koperasi primer maupun koperasi sekunder. Sedangkan fungsi dan tugas dari Dekopin sesuai AD dan ART adalah sebagai berikut.
Dekopin adalah lembaga yang bersifat adiil dan karenanya tidak boleh melakukan kegiatan di bidang komersial (business).
Dekopin adalah lembaga tertinggi yang mewakili Gerakan Koperasi Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri.
Dekopin adalah lembaga yang menampung dan mengelola segala aspirasi dan permasalahan dari Gerakan Koperasi Indonesia untuk kepentingan idiil organisasi, pendidikan, penyuluhan, penelitihan, pengembangan, manajemen, usaha komersial, ekonomi dan keuangan.
Jika, perubahan AD dan ART Dekopin pada tahun 1977 dimaksukan untuk menyesuaikan dengan keberadaan UU Nomor. 25/1992 tentang perekonomian, maka Dekopin juga wajib mengadakan penyesuaian. Keberadaan Dekopin diatur dalam pasal 57, 58 dan 59 UU Nomor. 25/1992.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar