Minggu, 15 Desember 2019

Strategi Peningkatan Daya Saing Koperasi

BAB VIII
STRATEGI PENINGKATAN
DAYA SAING KOPERASI


Pendahuluan
Seperti telah diketahui bersama bahwa organisasi koperasi sejak diberlakukan UU nomor 25 tahun 1992 telah memiliki kedudukan dan peran yang sama dengan bentuk usaha atau pelaku ekonomi lainnya. Dengan demikian maka koperasi harus mampu meningkatkan kapasitas usahanya, sehingga memasuki pasar dan menghadapi pesaing-pesaing lainnya.
Pada saat terjadi krisis ekonomi tahun 1998 koperasi dan UKM mampu bertahan di pasar karena pesaing-pesaingnya dari pelaku ekonomi lainnya mengalami kehancuran karena  terlilit hutang, sehingga tidak mampu bertahan di pasar. Maka pada kondisi pasar yang normal para pesaingnya tidak mudah untuk dikalahkan apalagi untuk disingkirkan. Untuk itu agar koperasi menghadapi berbagai persaingan yang terjadi di pasar, maka koperasi harus memfokuskan pada kerjasama pasar untuk mendapatkan harga yang kompetitif, menghindari terjadinya kelangkaan persediaan, dan jaminan kualitas produk yang lebih baik. Dengan memfokuskan pada ketiga hal tersebut dihadapkan koperasi mampu bersaing dalam ekonomi pasar, dan berbagai hal yang berkaitan dengan koperasi dan berbagai pasar persaingan, antara lain koperasi dalam pasar persaingan sempurna, koperasi dalam pasar persaingan monopolistik, koperasi dalam pasar persiangan oligopoli, maupun koperasi dalam pasar persaingan monopoli.
Dengan demikian dihadapkan para pembaca dan mahasiswa dapat melihat persperktif koperasi pada masa mendatang dan kemampuannya dalam menghadapi berbagai pasar persaingan, karena koperasi pada saat ini mempunyai kedudukan dan peran sama dengan kegiatan usaha lain maka koperasi harus berubah dari paradigma kesejahteraan menjadi gerakan organisasi ekonomi kompetitif.

Fungsi Koperasi dalam Ekonomi Pasar
Dalam konteks ekonomi pasar koperasi sebagai asosiasi  perorangan harus dilihat sebagai organisasi atau metode menjalankan usaha untuk melakukan kerjasama pasar dan anggotanya sebagai pelaku ekonomi. Dalam suatu perekonomian, pelaku pasar adakah para produsen dan konsumen selain pemerintah yang disemua negara berperan melalui pelaku ekonomi, melalui aktivitas produksi dan konsumsinya. Sebelum melangkah lebih jauh perlu kita lihat posisi gerakan koperasi di dunia dalam memposisikan dirinya pada saat ini dnegan melihat definisi koperasi sesuai Kogres Koperasi Dunia di Manchester 1995 sebagai berikut. A cooperative is an autonomous association of persons united voluntarily to meet their common economic, sosial, and cultural controlled enterprise.
Dalam konteks di atas, pada dasarnya ada tiga tugas utama koperasi untuk membuat ekonomi pasar lebih “fair” di mata para pendukung koperasi. Ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut.
Koperasi mempunyai tugas utama untuk meningkatkan kapasitas produktif anggotanya, sehingga mampu menghadapi persaingan pasar yang semata-mata menekankan pada norma efisiensi. Dengan demikian koperasi harus mampu menjadikan para anggotanya lebih produktif dan lebih efisien dengan berkoperasi ketimbang mereka harus berusaha sendiri. Hal ini terutama dimiliki oleh koperasi-koperasi yang didirikan para produsen.
Dengan dasar ini yang menjadi dasar pergorganisasian koperasi selalu berkaitan dengan kehematan skala (economies of scale) karena adanya sifat kelakuan satuan investasi (indivisibility of investment), jaminan kualitas termasuk semangat baru akan kesadaran lingkungan hidup dan lain-lainnya. Ciri utama dari koperasi produsen selalu bergerak di dataran pembelian bersama (input), pengolahan bersama (produk untuk nilai tambah) dan pemasaran bersama secara selektif struktur pasar komoditas (untuk memperbaiki posisi tawar dan menekan resiko).
Meningkatkan kesejahteraan anggota, terutama mereka yang berpenghasilan tetap yang rentan terhadap gejolak harga. Koperasi yang memfokuskan pada tugas ini pada umumnya dilakukan oleh koperasi konsumen yang menekankan pada :
Kerjasama pasar untuk mendapatkan harga yang kompetitif
Jaminan penyediaan barang yang lebih terjamin untuk menghindari kelangkaan
Jaminan kualitas produk yang lebih baik
Pada saat ini koperasi konsumsi sudah sedemikian jauh hingga sampai pada tataran manfaat yang maya atau “intagrible”. Seperti kepemimpinan harga (Danish Brugsen di Dermark), produk ramah lingkungan (Koperasi konsumen di Jepang) sampai pada berbagai produk asuransi dan jasa-jasa untuk kenyamanan (pleasure) seperti wisata dan lain-lainnya.
Meningkatkan kemampuan anggota dalam menjaga kelancaran arus pertukaran yang efisien. Gerakan koperasi sadar bahwa pertukaran adalah wahana terpenting dalam suatu perekonomian pasar agar setiap orang dapat meningkatkan kesejahteraannya secara optimal dan para prodesen mendapat balas jasa yang wajar. Instrumen terpenting dari pertukaran barang dan jasa dalam masyarakat antara rumah tangga produsen dan konsumen koperasi di dunia adalah koperasi kredit atau koperasi simpan pinjam yang siap membantu posisi dalam menjaga likuiditasnya untuk mendapatkan posisi tawar pasar yang terbaik.
Dengan demikian pada dasarnya hanya ada tiga macam jenis jurusan pengembangan koperasi yang dikenal di dunia yaitu :
Koperasi para produsen (atau juga sering disebut koperasi produksi)
Koperasi para konsumen (koperasi konsumsi)
Koperasi kredit.
Di dunia pilar gerakan koperasi di masing-masing negara yang sangat maju selalu dapat dikaitkan dengan tiga ciri utama koperasi tersebut. Sebagai bagian sejarah panjang pengenalan koperasi di Indonesia melalui pola “titipan”, penjenisan koperasi ini kurang dikenal. Terkait dengan itu yang membuat rancu hingga pada hari ini adalah kebanyakan koperasi dibedakan menurut kelompok basis pengembangan, apakah berdasar atas wilayah, atau dibedakan basis kelompok profesi dan kemasyarakatan. Pengembangan koperasi dan kelompok kedua-duanya (wilayah dan basis kemasyarakatan). Dengan demikian untuk memahami koperasi di Indonesia untuk sementara kita, dapat menggunakan pengelompokan yang ada. Namun dalam pemahaman peta kekuatan koperasi harus selalu kita kembalikan kepada ketiga pilar jenis koperasi tersebut. Sebagai konsekuensinya kegiatan universal koperasi Indonesia pada dasarnya adalah “kredit” sementara koperasi produsen akan terbatas pada sektor-sektor yang menghadapi kegagalan pasar yang serius sedangkan koperasi konsumen yang murni (dari, oleh dan untuk anggota),belum mampu berkembang. Salah satu alasan obyektifnya adalah cukup besarnya sumbangan sektor informal sebagai bentuk lapangan kerja yang pada dasarnya mensubsidi sektor modern (pasar).
Bagi perkonomian Indonesia, kita perlu mengaitkan dengan konteks Sistem Ekonomi Nasional Indonesia (SENI) dan kedudukan koperasi. Dari sisi produksi pelaku ekonomi di Indonesia terdiri dari Usaha Negara, Usaha Swasta Besar Nasional, Usaha Swasta Asing dan Usaha Ekonomi Rakyat. Dalam hal jumlah unit usaha, Sektor Ekonomi Rakyat yang mendominasi unit usaha yang ada di Indonesia terdiri dan usaha rumah tangga, usaha kecil dan menengah dalam bentuk badan usaha yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
Kontribusi masing-masing sektor dalam produksi nasional, dapat dilihat dari sudut sumbangan tiap sektor terhadap jumlah unit usaha, sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) maupun penyerapan tenaga kerja. Dan sisi konsumsi sektor ekonomi rakyat, secara mudah dapat dikenali dari sektor rumah tangga yang memegang posisi penting dalam menentukan permintaan domestik. Dikatakan mudah dikenali karena memegang porsi terbesar yaitu 65% (1998) dari pengeluaran agregat. Pengeluaran rumah tangga yang mencerminkan kehidupan sektor ekonomi rakyat dapat dilihat dari komposisi rumah tangga berdasarkan pengeluaran di mana secara umum masih didominasi oleh kelompok rumah tangga miskin dan hampir miskin. Bagaimana gambaran mekanisme sistem ekonomi rakyat dalam SENI dapat jelas dalam skema di bawah ini.
Pertanyaan selanjutnya bagimana kedudukan koperasi dalam sistem ekonomi rakyat. Koperasi sebagai bentuk atau metode menjalankan usaha serta sebagai satu bentuk atau organisasi perusahaan, di antara para produsen kecil dan menengah di samping usaha perseroan milik negara, usaha swasta besar nasional maupun asing. Koperasi juga tidak mustahil sebagai salah satu diantara usaha besar sesuai kriteria Ipres 10/1999 yang  menentukan usaha besar adalah usaha yang memiliki aset dia atas sepuluh milyar rupiah di luar tanah dan bangunan.
Di sektor produksi jasa, koperasi merupakan salah satu bentuk pengorganisasian pelayanan jasa keuangan sebagai lembaga keuangan baik bank maupun bukan bank. Sementara di sisi konsumsi, koperasi adalah organisasi para konsumen yang bergerak di pelayanan jasa pemenuhan barang-barang konsumsi bagi rumah tangga.
Dengan demikian koperasi konsumen sebenarnya lebih menyerupai perusahaan pelayanan jasa  bagi para konsumen (terutama kelompok menengah ke bawah) untuk menekan biaya transaksi dan mendaparkan nilai tambahan serta jaminan pasar di sektor produksi. Dengan cara ini para konsumen dapat meningkatkan kesejahteraan dan terjaga hak-haknya.

Koperasi dalam Pasar Persaingan Sempurna
Bila koperasi memasuki pasar persaingan sempurna maka koperasi akan bersaing secara sempurna dengan para pesaing di pasar. Artinya secara umum koperasi tidak dapat menetukan harga untuk produk yang dijualnya. Alasannya adalah, jika koperasi menetapkan lebih tinggi daripada harga pasar maka banyak pelanggan yang beralih ke penjual lain. Sebaliknya jika koperasi menetapkan harga di bawah harga pasar yang berlaku, maka yang berlakupun semua barang menderita kerugian, karena pada harga pasar yang berlakupun semua barang dapat terjual, karena pada harga pasar koperasi menetapkan harga di bawah pasar, tetapi penetapan harga ini tidak akan berlangsung lama sebab harga yang lebih rendah akan meningkatkan permintaan anggota akan produk yang dijual dan biaya produksi di koperasi akan semakin tinggi, sampai akhirnya terpaksa menetapkan harga yang sama dengan harga pasar untuk menutup kerugian.
Pada pasar persaingan sempurna, persaingan harga tidak akan cocok untuk masing-masing penjual (termasuk koperasi), yang memungkinkan adalah persaingan dalam biaya. Semakin efisien seorang penjual akan semakin tinggi tingkat kemapuan penjual tersebut dalam bersaing. Koperasi yang mempunyai kemampuan tinggi (dalam arti biaya produksi lebih rendah dari pada pesaingnya) akan mempunyai kemapuan bersaing di pasar persaingan pasar sempurna ini. Tetapi apakah kemampuan bersaing tersebut dapat bertahan lama? Menurut teori koperasi konvensional kemungkinan itu bisa terjadi, karena koperasi mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu dibanding dengan perusahaan non- koperasi (economics of large scale, competition, participation, dan lain-lain).
Hanya saja karena analisis perusahaan didasarkan pada gabungan antara harga dan biaya dalam menentukan keuntungan, dan orientasi koperasi bukan profit mitive seperti halnya perusahaan non koperasi, maka kendati koperasi mempunyai kemampuan tinggi, lama menurun dan akhirnya sama.
Dalam analisis jangka pendek bila koperasi tidak mempertahankan output pada jumlah tertentu dan harga tertentu, kemampuan koperasi akan semakin menurun hingga pada suatu saat koperasi mempunyai kemampuan sama dengan pesaingnya. Dalam analisis jangka panjang kecenderungan koperasi mempunyai kemampuan sama sangat dominan dibanding dengan koperasi yang mempunyai kemapuan tinggi.
Persoalan yang mungkin timbul adalah bagaimana jika koperasi berorientasi ke luar anggota? Bagi koperasi seperti ini, transaksi ke non-anggota harus didasarkan pada prinsip maksimisasi profit sebagaimana layaknya perusahaan non- koperasi. Tetapi jika transaksi koperasi dengan anggota berdasarkan prinsip maksimisasi pelayanan (service) dengan menetapkan harga yang lebih rendah dengan harga pasar, maka ada kemungkinan banyak anggota yang membeli ke koperasi untuk kemudian dijual lagi ke pasar dengan harga pasar yang lebih tinggi daripada harga koperasi. Disamping itu karena di koperasi ada prinsip kebebasan keluar masuk menjadi anggota, maka koperasi akan banyak menarik anggota potensial. Bila ini terjadi tingkat produksi koperasi akan semakin banyak dan biaya produksi  per unitnya akan semakin naik. Akibatnya koperasi bukan lagi menjadi alternatif pilihan anggota atau anggota potensial karena koperasi tidak lagi memberikan keunggulan pelayanan atas penjual lain pesaingnya (harga di koperasi akan sama dengan harga pesaingnya).
Berbeda dengan jangka pendek, dalam jangka panjang semua penjual (termasuk koperasi) akan berada dalam kondisi break event (tidak untung, tetapi juga tidak rugi), atau dikenal sebagai keuntungan normal (normal profit). Hal ini terjadi karena ada proses pergeseran permintaan invididual dan biaya masing-masing penjual (termasuk koperasi), proses pergeseran permintaan dan biaya dapat dijelaskan sebagai berikut. Bila salah satu penjual memperoleh keuntungan, maka keuntungan tersebut akan merangsang penjual potensial untuk masuk ke dalam pasar karena banyak di antara penjual yang memanfaatkan koperasi sebagai sarana memasuki pasar. Bertambahnya penjual berarti bertambah pula output di pasar. Sesuai dengan hukum permintaan, semakin banyak jumlah output yang dijual, akan semakin rendah tingkat harga jualnya.
Dengan demikian akan terjadi pergeseran harga jual ke bawah. Di samping itu, semakin bertambahnya output akan didorong naiknya harga input (karena banyaknya permintaan input). Akibatnya biaya produksi mengalami kenaikan. Jadi ada pergeseran harga jual ke bawah. Jika harga bergeser ke bawah dan biaya bergeser ke atas, maka lama kelamaan posisi break event  tidak dapat dihindari lagi, setelah itu tidak akan ada lagi penjualan baru yang masuk ke pasar.

Koperasi dalam Pasar Persaingan Monopolistik
Agar koperasi yang beroperasi di pasar persaingan monopolistik mencapai kesuksesan, maka ia harus mampu memberikan tambahan pendapatan kepada anggotanya dan atau secara umum harus mampu memperbesar kemakmuran para anggotanya. Pada pasar persaingan monopolistik kemampuan tersebut masih terbuka meningat kurva permintaan yang dicapai adalah elastis, dengan demikian sampai batas tertentu koperasi masih mampu bersaing dalam menetapkan harga.
Asumsi yang mendasari model persaingan monopolistik secara mutlak sama seperti kompetisi sempurna, kecuali mengenai produk yang homogen. Pada pasar persaingan monopolistik para penjual bersaing dengan didefensiasi (pembedaan) produk dalam hal kualitas, iklan, lokasi, pengepakan, dan lain-lain. Setiap penjual telah mencoba membuat produknya banyak ahli ekonomi, struktur pasar seperti ini adalah secara empiris paling relevan dalam dunia nyata. Satu perbedaan analisis yang membedakan situasi persaingan sempurna dengan persaingan monopolistik adalah bahwa karena ke heterogenan produk, sehingga setiap penjualan dapat berperilaku sebagai monopolistik kecil. Jika penjual mengubah harga produknya, maka akan ada perpindahan konsumen secara total ke penjual lain. Oleh karena itu kurva permintaan individual tidak akan horizontal seperti pada pasar persaingan sempurna, tetapi akan menurun dari kiri atas ke kanan bawah dengan elastisitas yang kurang sempurna (Gambar 11.1)







Gambar 11.1
Kurva Permintaan dan Kurva Marginal Revenue
Pada Pasar Persaingan Monopolistik

Camberlin (Hendar dan Kusnadi, 1999) mengatakan bahwa kurva permintaan tidak hanya ditentukan oleh kebijakan penentuan harga oleh produsen, tetapi juga oleh penampilan (style) dari barang itu sendiri, pelayanan (service) produsen dan juga kegiatan iklan (advertensi). Dengan demikian permintaan menggambarkan jumlah barang yang diminta konsumen untuk sifat produk tertentu, jenis pelayanan tertentu yang ditawarkan dengan kebijakan yang tertentu pula. Jadi posisi kurva permintaan akan bergeser bila :
Diferensiasi (perbedaan) produk mendapat tekanan khusus dalam model Chamberlin. Perbedaan ini bisa dalam arti yang sesungguhnya (real different) atau hanya sekedar semu (funcied). Dikatakan semu bila produk tersebut pada dasarnya sama dengan produk sejenis lainnya, tetapi dengan promosi khusus, konsumen diberi kesempatan seolah-olah produk tersebut berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan di antara dua produk bisa dalam arti yang sebenarnya apabila diantara spesifikasi dalam artian input yang digunakan, letak perusahaan atau pelayanan produsen terhadap konsumen. Akibatnya dari adanya perbedaan produk ini, produsen sampai dengan tingkat tertentu dapat menetapkan tingkat harga jual, karena walaupun sedikit, ia mempunyai kekautan monopoli dalam menjual output-nya.

Koperasi dalam Pasar Persaingan Oligopoli
Oligopoli adalah struktur pasar di mana hanya ada beberapa perusahaan (penjual) yang menguasai pasar, baik secara independen (sendiri-sendiri) maupun secara diam-diam bekerjasama. Oleh karena itu perusahaan dalam pasar hanya sedikit, maka akan selalu ada rintangan bagi perusahaan (penjual) baru untuk memasuki pasar. Disamping itu setiap keputusan harga yang diambil oleh suatu perusahaan (penjual) harus dipertimbangkan oleh perusahaan-perusahaan lain dalam pasar. Dengan kata lain, reaksi pesaing terhadap keputusan harga dan output adalah paling penting dalam model oligopoli.
Dewasa ini banyak koperasi di pasar-pasar  lokal yang telah berintegrasi vertikal atau pasar-pasar yang lebih besar di mana perusahaan-perusahaan yang telah mapan masih sangat terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi telah berasa di struktur pasar oligopoli, yaitu struktur pasar di mana hanya terdapat beberapa penjual (perusahaan) yang menyebabkan kegiatan (perusahaan) yang lain. Integrasi vertikal yang dilaksanakan oleh perusahaan koperasi atau perusahaan-perusahaan lainnya di samping sebagai upaya peningkatan efisiensi perusahaan, juga untuk menghindari persaingan yang lebih ketat antar penjual.
Persaingan di antara beberapa penjual (perusahaan) akan berbeda dengan persaingan di antara banyak pejual (pesaingan sempurna dan persaingan monopolistik), sebab keterbatasan jumlah penjual akan mengakibatkan saling keterghantungan antara penjual satu dengan penjual lainnya, sehingga setiap keputusan dari masing-masing penjual akan mempunyai dampak signifikan (nyata) pada perusahaan lain. Jadi perilaku setiap penjual sangat tergantung dari keputusan-pekutusan penjual lainnya.
Dalam pasar persaingan sempurna, suatu perusahaan tidak akan memperhitungkan aksi perusahaan lainnya sehingga interaksi yang strategis di kalangan mereka jelas tidak ada. Dalam hal ini tidak ada satu penjual pun yang merupakan ancaman bagi penjual lainnya. Tetapi di pasar oligopoli yang dicirikan oleh sedikitnya jumlah perusahaan (penjual), masing-masing oligopolis akan merumuskan kebijakannya dengan melihat efek kebijakan penjual lainnya. Dalam kondisi seperti ini berbagai akibat mungkinakan terjadi, tergantung pada derajat ke arah mana si oligopolis bertindak, baik sebagai saingan maupun sebagai rekan kerjasama. Oleh karena itu, konsep memaksimumkan, dalam arti “memiliki suatu hasil terbaik” sangat sulit diterapkan oleh masing-masing penjual karena diharapkan pada ketidakpastian.
Suatu koperasi dapat menciptakan persaingan harga aktif dalam pasar oligopoli (harga lebih rendah daripada harga pesainganya). Harga sedikit demi sedikit dikurangi dari harga persaingan. Karena adanya saling ketergantungan yang tinggi antar perusahaan (penjual), koperasi dapat menghancurkan para pesaingnya dan mengakibatkan terjadinya penurunan keuntungan mereka. Reaksi yang akan timbul dari pesaing atas kerugian tersebut akan sulit diramalkan. Maka ada kemungkinan terjadi perang harga, dan terjadi saling menghancurkan dengan menetapkan harga yang lebih rendah (predatory pricing).
Dengan kebijakan harga yang lebih aktif, koperasi menciptakan rangsangan-rangsangan yang lebih kuat bagi para pesaingnya dalam mengurangi kesempatan yang lebih rendah (koperasi dengan biaya yang lebih tinggi daripada pesaingnya), maka para pesaing dapat dengan mudah menyingkirkan koperasi keluar pasar dan menjadikan koperasi tergantung pada bantuan dari luar (bantuan pemerintah) untuk tetap hidup (survive).
Dengan demikian apakah para pesaing oligopolistik akan memulai perang harga untuk mengingkirkan koperasi. Hal ini menurut Hendar dan Kusnadi (1999) akan sangat tergantung pada faktor-faktor ;
Perbedaan keunggulan biaya (cost advantages) dari koperasi. Koperasi yang mempunyai rata-rata lebih rendah daripada para pesaingnya akan susah untuk disingkirkan dari persaingan dengan kebijakan harga yang lebih aktif. Sebaliknya koperasi yang mempunyai biaya rata-rata lebih besar daripada para pesainganya akan mudah disingkirkan dengan kebijakan harga aktif.
Posisi likuiditas dari para pelaku kegiatan ekonomi. Untuk menyingkirkan koperasi diperlukan dana cair yang cukup besar guna membiayai kemungkinan kerugian yang diderita akibat penetapan harga yang lebih ekstrem (harga predator), bila dana tersebut tidak mencukupi, maka para pelaku ekonomi tidak akan mudah untuk menyingkirkan koperasi.
Keinginan para anggota untuk membiayai kerugian yang mungkin timbul (tingkat loyalitas anggota). Sebagai dampak dari kebijakan harga aktif para pesaing koperasi adalah kerugian yang akan diderita koperasi. Bila anggota mampu membiayai berbagai kerugian yang ditimbulkan, akan susah bagi pesaing untuk menyingkirkan koperasi.
Dari ketiga hal tesebut yang paling penting adalah keunggulan atau kelemahan dalam hal biaya. Pada umumnya disinilah kelemahan koperasi karena modanya kecil, sehingga mampu berproduksi secara masal. Karena tidak bisa membuat produk masal, maka produknya menjadi produk biaya tinggi.

Koperasi dalam Pasar Persaingan Monopoli
Pasar persaiangan monopoli adalah struktur pasar di mana hanya ada satu perusahaan (penjual) di pasar yang bersangkutan, sehingga tidak ada pihak lain yang menyainginya. Sebagai penjual tunggal monopolis lebih mampu mengendalikan harga dan output-nya dibandingkan dengan perusahaan pada pasar sempurna atau pasar persaingan monopolistik. Kasus monopoli dengan hanya satu penjual sehingga tidak ada pengganti yang siap bagi produk monopoli, sering disebut monopoli murni.
Asumsi-asumsi yang menjadi dasar bagi model monopoli murni menurut Hendar dan Kusnadi (1999) adalah sebagai berikut :
Di pasar hanya satu penjual produk tertentu
Produk yang dijual tidak ada barang substitusinya
Adanya penghalang/penghambat bagi perusahaan baru untuk masuk baik legal maupun natural, tetapi yang paling penting berupa penghalang legal, baik melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah lainnya.
Pada asumsi (c) adalah penting bagi pemeliharaan kekuatan monopoli dalam jangka panjang. Hambatan-hambatan untuk masuk harus ada jika monopolis ingin tetap sebagai prosedusen tunggal dari suatu barang dalam jangka panjang, karena dalam waktu yang sama perolehan profit murni akan merangsang perusahaan untuk masuk dalam pasar.
Dalam kenyataan monopoli murni dengan hanya satu penjual di pasar sangat sulit dicari karena ada beberapa faktor pembatas sebagai berikut.
Persaingan tidak langsung, sebagai contoh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) mendapat persaingan tak langsung dari perusahaan Bus dan perusahaan Penerbangan.
Pesaing potensial yang memungkinkan adanya perusahaan baru masuk pasar sehingga perilaku monopolis tidak bebas lagi seperti pada monopoli murni. Masuknya perusahaan oligopoli, yaitu struktur pasar dengan beberapa penjual.
Kemungkinan campur tangan pemerintah yang mengharuskan tidak boleh hanya ada satu perusahaan di pasar.
Walaupun dalam jangka pendek monopolis menderita kerugian, namun dalam jangka panjang monopolis berusaha mengubah selera konsumen melalui kampayen iklan dan teknik penjualan lainnya. Jika masih terus menderita kerugian, maka mungkin dilancarkan kampaye yang lain sampai monopolis memperoleh keuntungan atau minimal dalam keadaan normal profit (Break Event Point). Setelah normal profit tercapai, kampanye iklan dan teknik penjualan lainnya akan mendorong monopolis memperoleh keuntungan (excess profit) dalam jangka panjang.
Kasus monopoli adalah yang paling dijelaskan. Dengan kasus ini pulalah yang kebanyakan dipakai untuk mendemontrasikan keunggulan koperasi. Sayangnya, kasus ini secara emperis tidak relevan, sebab kenyataan lingkungan ekonomi terutama di negara-negara sedang berkembang telah disusun secara kompititif. Jika koperasi menghadapi monopolis, ia dapat menghilangkan profit monopoli dengan mengikuti aturan penataan harga aktif atau harga optimal koperasi (harga = biaya rata-rata). Dalam kasus monopoli yang menarik adalah bahwa keunggulan potensial dalam struktur pasar itu secara nyata dapat direalisasikan. Tetapi untuk memperoleh keunggulan tersebut harus diasumsikan bahwa penghalang untuk masuk yang dibangun monopolis untuk melindungi pasarnya dapat diatasi oleh koperasi. Jika masuknya perusahaan baru diabaikan, maka ada perusahaan lain memasuki industri itu dan struktur pasar berubah menjadi oligopoli. Dalam literatur koperasi hal ini banyak membingungkan daripada memberikan kejelasan, sebab ada perbedaan sasaran monopoli dengan koperasi. Perusahaan monopoli lebih banyak diarahkan pada maksimisasi profit, sedangkan koperasi lebih banyak mempromosikan anggota (maksimisasi service). Berdasarkan kedua perbedaan tersebut perlu dianalisis keunggulan-keunggulan koperasi.
Jika koperasi mampu masuk pasar dan menyingkirkan monopoli dengan teknologi yang inovatif sehingga dapat menetapkan harga yang lebih rendah, maka koperasi dapat bertahan dalam jangka panjang, sepanjang :
Koperasi terus meningkatkan efisiensi melalui peningkatan perkembangan teknologi yang inovatif yang lebih cepat daripada perkembangan teknologi inovatif para pesaing potensial yang mungkin masuk
Koperasi harus memanfaatkan keunggulan biaya transaksi yang tidak dimiliki oleh perusahaan potesial yang dapat masuk.
Memperoleh kedudukan monopolis melalui jalur legal, seperti hak monopoli, hak paten, dan lain-lainn.
Meningkatkan loyalitas anggota kemauan dalam membiayai kerugian yang mungkin munculnya pesaing baru yang dapat masuk
Mampu mempertahankan output tertentu yang dapat dijual monopoli baik kepada anggota maupun kepada non-anggota, sehingga koperasi tidak menderita kerugian.
Jika koperasi tidak mampu mempertahankan output tertentu, tekanan permintaan anggota akan semakin memperbanyak jumlah yang diproduksi dan dijual. Hal ini mengakibatkan harga semakin menurun dan koperasi akan bekerja dengan biaya rata-rata yang semakin besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar