Minggu, 15 Desember 2019

Pengembangan Usaha UMKM

BAB 6
PENGEMBANGAN USAHA MIKRO. KECIL, DAN MENENGAH (UMKM)

Pengertian UMKM
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memnuhi kriteria Usaha Mikro sebagimana diatur dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2008. Kriteria aset : maksimal 50 juta, kriteria omzet : maksimal 300 juta rupiah.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Kriteria aset : 50 juta – 500 juta, kriteria omzet : 300 juta - 2,5 miliar rupiah.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dukuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Kriteria aset : 500 juta – 10 miliar, kriteria omzet : > 2,5 miliar – 50 miliar.
Berikut adalah beberapa UU dan peraturan tentang UMKM :
Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha kecil.
PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan.
PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil.
Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah.
Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha yang dicadangkan untuk Usaha Kecil dan bidang/Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menengah atau besar dengan Syarat Kemitraan.
Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah.
Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Tentu saja, disamping undang-undang tersebut di atas, UMKM masih diatur dengan bermacam peraturan daerah yang berkaitan dengan proses produksi, tempat usaha, dan lain-lainnya. Peraturan daerah mungkin berbeda di suatu propinsi dengan propinsi lainnya.
Dalam perspektif perkembangannya, UMKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok :
Livelihood Activities, merupakan UMKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima.
Micro Enterprise, merupakan UMKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
Small Dynamic Enterprice, merupakan UMKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
Fast Moving Enterprise, merupakan UMKM yang telah memiliki jiwa kewirahusahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).
Kriteria dan definisi di atas, yang dilakukan dan berlaku di Indonesia, juga dilakukan oleh negara asing dan lembaga internasional, hanya saja sedikit berbeda. Semisal World Bank, membagi UMKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
Medium Enterprise, dengan kriteria : jumlah karyawan maksimal 300 orang; pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta; jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta.
Small Enterprise,  dengan kriteria : jumlah karyawan kurang dari 30 orang; pendapatan setahun tidak melebihi $3 juta; jumlah aset tidak melebihi  $3 juta.
Micro Enterprise, dengan  kriteria : jumlah karyawan kurang dari 10 orang; pendapatan setahun tidak melebihi $100 ribu; jumlah aset tidak melebihi $100 ribu.
Sedangkan Singapura mendefinisikan UMKM sebagai usaha yang memiliki minimal 30% pemegang saham lokal serta aset produktif tetap (fixed productive asset) dibawah SG$15 juta.
Berbeda dengan Malaysia menetapkan definisi UMKM sebagai usaha yang memiliki jumlah karyawan yang bekerja penuh (Full time worker) kurang dari 75 orang atau yang modal pemegang sahamnya kurang dari M$2,5 juta. Definisi ini dibagi manjadi dua, yaitu :
Small Industry (SI),  dengan kriteria jumlah karywan 5-50 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M$500 ribu.
Medium Industry (MI),  dengan kriteria jumlah karywan 50-75 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M$500 ribu-M$2,5 juta..
Lain pula dengan Jepang, membagi UMKM sebagai berikut :
Mining and Manufacturing, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 300 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah US$2,5 juta.
Wholesale,dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 840 ribu.
Retail, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau jumlah modal saham sampai US$820 ribu.
Service, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$420 ribu.
Sedangkan Korea Selatan, mendefinisikan UMKM sebagai usaha yang jumlahnya di bawah 300 orang dan jumlah asetnya kurang dari US$60 juta.

Pengertian Usaha Kecil Menengah
Pengertian Usaha Kecil Menegah dapat dilihat dari beberapa aspek. Dalam perekonomian Indonesia, sektor Usaha Kecil dan Menengah memegang peranan penting, terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh Usaha Kecil dan Menengah tersebut. Selain memiliki arti strategis bagi pembangunan, Usaha Kecil Menegah juga berfungsi sebagai sarana untuk memeratakan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Adapun yang menjadi bagian dari Usaha Kecil dan Menengah adalah sektor pertanian, sektor Perdagangan, sektor pertambangan, sektor pengolahan, sektor jasa, dan lainnya.
Ada beberapa pengertian Usaha Kecil Menengah dari berbagai pendapat (Tulus Tambunan, 1999), antara lain :
Pengertian Usaha Kecil berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No. 26/I/UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal Kredit Usaha Kecil (KUK) adalah usaha yang memiliki total aset Rp. 600 juta (enam ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah atau rumah yang ditempati. Pengertian Usaha Kecil ini meliputi usaha perseorangan, badan usaha swasta dan koperasi, sepanjang aset yang dimiliki tidak melebihi nilai Rp. 600 juta.
Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan pengusaha kecil dan menengah adalah kelompok industri modern, industri tradisional, dan industri kerajinan, yang mempunyai investasi, modal untuk mesin-mesin dan peralatan sebesar Rp. 70 juta kebawah dengan resiko investasi modal/tenaga kerja Rp. 625.000 ke bawah dan usahanya dimiliki Warga Negara Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik, Usaha Menengah dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu : (i) Usaha Rumah Tangga, mempunyai : 1-5 tenaga kerja, (ii) Usaha Kecil Menengah : 6-19 tenaga kerja, (iii) Usaha Menengah : 20-29 tenaga kerja, (iv) Usaha Besar : lebih dari 100 tenaga kerja.
Sedangkan dalam konsep Inpres UKM, yang dimaksud dengan UKM adalah kegiatan ekonomi dengan kriteris : (i) aset Rp. 50 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (ii) omzet Rp. 250 milyar.
Sedangkan berdasarkan UU No. 10/1995 tentang Usaha Kecil, yang dimaksud dengan Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
yang dimaksud disini meliputi juga usaha kecil informal yaitu berbagai usaha yang belum terdaftar, belum tercatat, dan belum berbadan hukum, dan usaha kecil tradisional yaitu usaha yangtelah digunakan secara turun temurun, dan atau berkaitan dengan seni budaya.
Ciri-Ciri Usaha Menegah
Yang dimaksud dengan Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria :
Aset Rp. 20 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
Omzet tahunan Rp. 50 milyar.
Sedangkan dalam konsep Inpres UKM, yang dimaksud dengan UKM adalah kegiatan ekonomi dengan kriteria :
Aset Rp. 50 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Omzet Rp. 250 milyar.
Strategi Pembangunan
Sadar atau tidak, dalam era desentralisasi dan globalisasi sekarang, setiap masyarakat di daerah menghadapi tantangan yang berbeda dari lingkungan eksternal. Dalam kaitan ini, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan kebijakan sama yang berlaku umum dari tingkat pusat. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan haruslah sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan oleh daerah yang bersangkutan.
Masalah daerah memerlukan solusi kedaerahan. Wewenang yang selama ini dipegang pemerintah pusat harus diberikan kepada pemerintah daerah untuk menangani masalah di daerahnya. Dalam kaitan ini, strategi pembambungan daerah haruslah dilakukan dengan proses kolaborasi berbagai unsur terkait dengan masyarakat di daerah. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan harus menggunakan sumber daya lokal yang efisien, termasuk sumber daya alama, sumbaer daya manusia, dan sumber daya budaya. Lintas pelaku di masyarakat harus bekerja sama untuk meningkatkan nilai sumber daya setempat.
Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa peran UMKM sangat strategis untuk menciptakan tenaga kerja, kesejahteraan, dan peningkatan standar hidup masyarakat setempat. Pertumbuhan UMKM tergantung dari kondisi lingkungan bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara UMKM, pemerintah, dan entitas masyarakat setempat.
Adapun unsur lingkungan bisnis kondusif yang perlu menjadi perhatian, meliputi ketersediaan modal, infrastruktur dan fasilitasnya, kertersediaan tenaga trampil, layanan pendidikan dan pelatihan, jaringan pengetahuan, ketersediaan layanan bisnis, lembaga lingkungan pendukung pembangunan daerah, dan kualitas pengelolaan sektor publik.
Sebagai persyaratan agar strategi pembangunan daerah bekerja dengan baik, maka harus ada evaluasi terhadap kekuatan dan kelemahan masyarakat, iedntifikasi kesempatan bagi UMKM, pengurangan hambatan bisnis, dan pemberian kesempatan lintas pelaku setempat untuk berpartisipasi dalam proses.
Dalam pembangunan daerah ini, strategi dan pendekatan yang bisa dilakukan anatara lain : investasi di bidang infra struktur, penyediaan insentif bagi investasi bisnis, mendorong pengembangan investasi baru, pengembangan klaster, pengembangan kemitraan, pengembangan kesempatan kerja, penyediaan layanan pelatihan dan konsultasi, pengembangan lembaga keuangan mikro, penguatan proteksi lingkungan, pengembangan tanggung jawab sosial perusahaan, perlindungan terhadap warisan budaya, dan pendirian lembaga pembangunan daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar