Selasa, 17 Desember 2019

Makalah Berbicara di Depan Umum

MAKALAH
“BERBICARA DI DEPAN UMUM”


                   

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Berbicara di depan umum atau lebih dikenal dengan public speaking adalah proses berbicara kepada sekelompok orang dengan cara terstruktur yang disengaja dimaksudkan untuk menginformasikan, mempengaruhi atau menghibur pendengar. Dalam hal ini diperlukan keterampilan berbahasa yang baik, penampilan yang menarik serta keefektifan dalam menyampaikan pesan. Berbicara di depan umum tidak begitu sulit namun tidak juga mudah. Dikatakan tidak begitu sulit karena setiap hari kita berbicara, namun tidak mudah karena tidak semua orang berani melakukannya.
Padahal siapapun berhak untuk berbicara di depan public tanpa terkecuali. Apalagi di era seperti sekarang ini, mampu berbicara di depan umum dengan baik dan benar, sudah menjadi bagian dari gaya hidup seseorang. Sudah saatnya setiap orang yang ingin meningkatkan kualitas hidup, meraih sukses yang lebih tinggi, trampil berbicara di depan umum.
Setiap orang mempunyai kesempatan untuk bicara di depan public, tapi sayangnya banyak orang yang melewatkan kesempatan itu dengan alasan bahwa mereka tidak mampu, dan karenanya juga tidak tidak mengembangkannya. Padahal, memahami dan menyenangi public speaking sama dengan berinvestasi,”Semakin lama dipupuk dan dikembangkan, nilainya akan semakin berkilau”.
Praktiknya, berani berbicara di depan umum berarti siap menyampaikan pesan kepada orang-orang dari latar belakang berbeda. Misalnya, jika kita menyampaikan pesan ke keluarga sendiri tentu kita sudah tahu modal dan pengetahuan tentang mereka, namun jika bukan keluarga sendiri, misalnya pada lingkungan yang belum kita kenal, berarti kita harus mempelajari bagaimana menarik perhatian mereka. Oleh karena itu seorang public speaker dituntut harus dapat berbicara di depan umum.
Sesungguhnya, mampu dan tidaknya seseorang menjadi pembicara hanya masalah tekad dan disiplin dalam mengembangkannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan berdiskusi?
2. Apa yang dimaksud dengan berpidato?
3. Apa konsep dasar dan tujuan presentasi?
4. Apa konsep dasar bernegosiasi?
5. Apa tujuan bernegosiasi?
6. Apa yang dimaksud dengan berwawancara?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui  pengertian diskusi.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan berpidato.
3. Untuk mengetahui konsep dasar dan tujuan presentasi.
4. Untuk mengetahui konsep dasar bernegosiasi.
5. Untuk mengetahui proses bernegosiasi.
6. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan berwawancara.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Berdiskusi
2.1.1 Konsep Dasar Diskusi
Menurut Ghufron (2016:169) Kata diskusi berasal dari bahasa Latin, yaitu discussus yang berarti bertukar pendapat. Dari definisi tersebut diskusi dapat di artikan sebagai berikut:
2.1.1.1 Diskusi adalah bentuk komunikasi dua arah yang merupakan satu bentuk tukar pikiran atau pembicaraan secara teratur dan terarah mengenai suatu masalah.
2.1.1.2 Diskusi adalah suatu cara bertukar pikiran yang dilakukan melalui jalan musyawarah.
Diskusi biasanya dilakukan karena ada masalah atau persoalan yang perlu dibahas dan dipecahkan.
2.1.1 Tujuan dan Manfaat Diskusi
Menurut Ghufron (2016:170)
Berdasarkan konsep dasar diskusi tersebut, berdiskusi mempunyai beberapa tujuan yaitu:
2.1.1.1 Untuk mencari solusi atau penyelesaian suatu masalah secara teratur dan terarah.
2.1.1.2 Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang suatu masalah.
2.1.1.3 Untuk mendapatkan suatu pengertian tentang perbedaan dan kesamaan pendapat.
2.1.1.4 Untuk menilai pendapat orang lain.
2.1.1.5 Untuk mengemukakan ide sendiri.
2.1.1.6 Untuk belajar dari orang lain tentang banyak hal.


Berdiskusi memiliki beberapa manfaat yaitu:
2.1.1.1.1 Melatih kemampuan berbicara.
2.1.1.1.2 Membiasakan sikap saling menghargai.
2.1.1.1.3 Menanamkan sikap demokrasi.
2.1.1.1.4 Mengembangkan daya pikir.
2.1.1.1.5 Mengembangkan pengetahuan dan pengalaman.
2.1.1.1.6 Mewujudkan proses kreatif dan analitis.
2.1.1.1.7 Mengembangkan kebiasaan pribadi.
2.1.3 Unsur-Unsur dalam Diskusi
Menurut Ghufron (2016:170)
Unsur-unsur dalam diskusi adalah segala hal yang berhubungan dalam diskusi. Unsur-unsur tersebut adalah moderator, pembicara, notulis, dan peserta diskusi. Setiap unsur diskusi tersebut memiliki tugas dan peranannya masing-masing. Agar diskusi bisa berjalan dengan lancar, setiap unsur diskusi tersebut harus menjalankan tugas dan perananya dengan baik. Tugas unsur diskusi adalah sebagai berikut.
2.1.3.1 Tugas Moderator atau Pemimpin diskusi.
2.1.3.1.1 Menyiapkan pokok masalah yang akan dibicarakan.
2.1.3.1.2 Membuka diskusi dan menjelaskan topik diskusi.
2.1.3.1.3 Memperkenalkan komponen diskusi.
2.1.3.1.4 Membuat diskusi menjadi hidup atau dinamis.
2.1.3.1.5 Mengatur proses penyampaian gagasan atau tanya jawab.
2.1.3.1.6 Menyampaikan simpulan hasil diskusi.
2.1.3.2 Tugas Pembicara atau Narasumber
2.1.3.2.1 Menyiapkan materi diskusi sesuai dengan topik yang akan dibahas.
2.1.3.2.2 Menyajikan pembahasan materi atau menyampaikan gagasan-gagasan serta pandangan yang berkaitan dengan topik diskusi.
2.1.3.2.3 Menjawab pertanyaan secara objektif dan argumentatif.
2.1.3.2.4 Menjaga agar pertanyaan tetap pada konteks pembicaraan.

2.1.3.3 Tugas Notulis
2.1.3.3.1 Mencatat topik permasalahan.
2.1.3.3.2 Mencatat jumlah peserta.
2.1.3.3.3 Mencatat segala proses yang berlangsung dalam diskusi.
2.1.3.3.4 Menuliskan kesimpulan atau hasil diskusi.
2.1.3.3.5 Membuat laporan hasil diskusi.
2.1.3.4 Tugas Peserta Diskusi
2.1.3.4.1 Mengikuti tata tertib dan aturan dalam diskusi.
2.1.3.4.2 Mempelajari topik atau permasalahan diskusi.
2.1.3.4.3 Mengajukan pertanyaan, pendapat atau singgahan, usulan atau saran.
2.1.3.4.4 Menunjukan solidaritas dan partisipasi.
2.1.3.4.5 Bersikap santun dan tidak emosional.
2.1.3.4.6 Turut serta menjaga kelancaran dan kenyamanan diskusi.
2.1.4 Jenis-Jenis Diskusi
Ditinjau dari tujuan dan cara pencampaiannya, diskusi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu diskusi kelompok dan diskusi umum.
2.1.4.1 Diskusi Kelompok
Menurut Ghufron (2016:171)
Diskusi kelompok dapat dibedakan menjadi tiga jenis.
2.1.4.1.1 Problem solving (pemecahan masalah) adalah diskusi yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk memecahkan suatu masalah yang diberikan oleh orang lain.
2.1.4.1.2 Self-maintenance (diskusi mandiri) adalah diskusi pemecahan masalah yang ditemukan sendiri. Topik diskusi ditentukan sendiri.
2.1.4.1.3 Sharing (berbagi pengalaman) adalah diskusi untuk memecahkan masalah pribadi (bersifat individual). Pada umumnya sharing merupakan suatu bentuk tukar pengalaman yang sering kali mengandung rahasia.



2.1.4.2 Diskusi Umum
Menurut Ghufron (2016:172)
Diskusi umum dapat dibedakan menjadi sebelas macam.
2.1.4.2.1 Diskusi Panel adalah diskusi kelompok dihadapan orang banyak.
2.1.4.2.2 Seminar adalah pertemuan atau persidangan untuk membahas suatu masalah yang dipimpin seorang ahli.
2.1.4.2.3 Simposium adalah pertemuan untuk membahas prasaran-prasaran mengenai suatu topik tertentu. Biasanya diikuti oleh ahli dari berbagi disiplin ilmu.
2.1.4.2.4 Kongres adalah rangkaian pertemuan para wakil organisasi untuk mendiskusikan dan mengambil keputusan yang penting.
2.1.4.2.5 Sarasehan adalah pertemuan untuk mendengarkan pendapat (prasaran) para ahli mengenai masalah dalam bidang tertentu.
2.1.4.2.6 Lokakarya adalah pertemuan untuk antar ahli (pakar) untuk membahas suatu masalah yang berkaitan dengan keahliannya (sanggat kerja: workshop).
2.1.4.2.7 Muktamar adalah pertemuan dan perundingan masalah-masalah politik.
2.1.4.2.8 Kolokium adalah kegiatan belajar pada tingkat sarjana, yang dilakukan dalam bentuk konferensi untuk membahas proyek penelitian bertaraf lanjutan.
2.1.4.2.9 Konferensi adalah rapat atau pertemuan untuk berunding atau bertukar pendapat mengenai suatu masalah yang dihadapi bersama.
2.1.4.2.10 Temu wicara adalah pertemuan yang dilakukan untuk membicarakan bidang tertentu. Biasanya mengenai hambatan dan cara penanggulanganya.
2.1.4.2.11 Rapat adalah suatu pertemuan untuk membicarakan sesuatu kegiatan.



2.1.5 Menyampaikan Pendapat dan Gagasan dalam Diskusi
Menurut Ghufron (2016:173)
Saat menyampaikan pendapat atau gagasan didalam diskusi, gagasan yang akan disampaikan harus sesuai dengan topik yang sedang dibahas. Pendapat harus bersifat logis, yaitu dapat diterima oleh akal disertai alasan-alasan serta bukti dan fakta-fakta sehingga pendapat yang dikemukakan dapat meyakinkan peserta diskusi yang lain.
Pendapat juga harus bersifat analitis, maksutnya pendapat disampaikan secara sistematis, dan teratur, serta tidak berbelit-belit. Selain itu, pendapat juga harus disampaikan secara kreatif yaitu apa yang disampaikan merupakan hal yang baru dan bernilai tinggi atau berkualitas. Akan tetapi, semua pengungkapan gagasan, ide, atau usulan harus disampaikan dengan bahasa yang santun, jelas, tepat, dan objektif.
2.1.6 Menyampaikan Tanggapan atau Sanggahan dalam Diskusi
Menurut Ghufron (2016:173)
Setiap diskusi bila terjadi perbedaan pendapat itu wajar-wajar saja. Perbedaan pendapat dalam setiap diskusi menyebabkan diskusi berkembang asalkan cara menyampaikan perbedaan tersebut dengan sikap yang toleran dan saling menghargai. Jika seorang hendak mengajukan sanggahan atau penolakan atas pendapat serta usulan peserta diskusi yang lain, hendaknya melakukan hal-hal berikut.
2.1.6.1 Menyatakan permohonan maaf terlebih dahulu sebelum menyampaikan sanggahan atau ketidaksetujuan.
2.1.6.2 Memberi pujian atau penghargaan terhadap pendapat yang akan ditanggapi.
2.1.6.3 Menyampaikan sannggahan atau pendapat dengan alasan yang masuk akal (logis).
2.1.6.4 Sanggahan diusahakan menyempurnakan atau memberikan solusi alternative terhadap gagasan yang akan ditanggapi.
2.1.6.5 Ungkapan-ungkapan yang merendahkan, seperti tertolak, tidak masuk akal, pendapat orang kampung, dan sejenisnya harus dihindari.
Di bawah ini adalah contoh-contoh kata atau ungkapan yang dapat digunakan untuk memberikan tanggapan atau sanggahan atas pendapat orang lain.
Maaf, saya kurang sependapat dengan pendapat Saudara, karena….
Barang kali pendapat Saudara perlu ditinjau kembali….
Pendapat Saudara masih ada yang kurang sesuai dengan topic permasalahan.
Saya kira masih ada pilihan lain, misalnya….
Maaf, pendapat saya sedikit berbeda….
Tanggapan bukan hanya memberikan sanggahan, tetapi juga mendukung ide, gagasan, atau pendapat orang lain dalam diskusi. Untuk menyampaikan persetujuan atau dukungan terhadap pendapat orang lain, perlu diperhatikan hal-hal berikut.
Pernyataan dukungan diungkapkan dengan jelas, tidak berbelit-belit serta dengan bahasa yang santun.
Persetujuan juga diungkapkan dengan logis berdasarkan fakta dan alasan yang bias diterima.
Persetujuan disampaikan dengan wajar dan tidak berlebihan.
Dukungan harus diungkapkan secara objektif.
Di bawah ini adalah contoh ungkapan yang dapat dipergunakan untuk menyampaikan dukungan atau persetujuan.
Pendapat Anda sesuai dengan topik yang dibahas.
Saya setuju dengan pendapat Anda.
Saya mendukung pendapat Saudara.
Apa yang Saudara katakan sama dengan pemikiran saya.


2.6.1 Merumuskan Simpulan dalam Diskusi
Menurut Ghufron (2016:175)
Tujuan diskusi adalah mencapai hasil berupa kesepakatan terhadap sesutau atau pemecahan terhadap suatu masalah. Memberikan simpulan dalam diskusi merupakan tugas moderator. Simpulan diambil berdasarkan hal-hal berikut:
2.6.1.1 Pendapat diterima oleh semua peserta diskusi.
2.6.1.2 Data-data dan fakta benar dan dapat diterima kebenarannya oleh peserta diskusi.
2.6.1.3 Segala pendapat atau gagasan sama dan sejalan.
2.6.1.4 Voting atau mengambil suara terbanyak dari peserta diskusi yang hadir.
2.6.1.5 Simpulan merupakan rumusan yang inovatif, solusif, dan implementatif.

2.2 Berpidato
2.2.1 Konsep Dasar Berpidato
Menurut Ghufron (2016:176) Berpidato merupakan salah satu jenis retorika. Artinya, kegiatan yang menggunakan medium bahasa sebagai seni (Keraf, 2085:1). Dalam KBBI, dijelaskan bahwa berpidato memiliki dua pengertian, yaitu:
2.2.1.1 Pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak.
2.2.1.2 Wacana yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak ramai.
Dari konsep tersebut, berpidato adalah suatu seni berbicara yang bertujuan sebagai pengungkapan ide, gagasan, atau pikiran yang disampaikan di depan khalayak umum. Tentunya, berpidato yang baik dapat memberikan suatu kesan positif bagi orang-orang yang mendengar pidato tersebut.


2.2.2 Tujuan Berpidato
Menurut Ghufron (2016:176) Berpidato memiliki beberapa tujuan, yaitu:
2.2.2.1 Persuasif, yaitu mempengaruhi pendengar.
2.2.2.2 Informatif, yaitu memberikan suatu pemahaman atau informasi pada orang lain.
2.2.2.3 Edukatif, yaitu berupaya untuk menekankan pada aspek-aspek pendidikan.
2.2.2.4 Rekreatif, yaitu menghibur pendengar.
Salah satu tujuan berpidato di atas adalah untuk mempengaruhi (persuasif) pendengar.
Mempengaruhi di sini dapat bermakna pendengar mengikuti apa yang diperintahkan pemidato atau konsep-konsep yang disampaikan dalam pidato dapat mengubah cara pandang pendengar sebelumnya. Oleh karena itu, untuk berhasil mempengaruhi pendengar, penceramah perlu sukses dalam menyampaikan pidatonya. Berikut terdapat beberapa cara agar seseorang sukses berpidato:
2.2.2.2.1 Mengubah pemahaman berpidato. Maksud dari cara pertama ini adalah mengubah konsep bila berbicara di depan orang lain adalah sulit. Bila seseorang masih memiliki sifat tersebut, berarti orang tersebut masih kurang percaya akan kemampuannya dan takut salah dengan yang akan disampaikan. Kekhawatiran tersebut harus dihilangkan karena apa yang menjadi kekhawatiran kita belum tentu terjadi kebenarannya.
2.2.2.2.2 Mencari tema pidato yang menarik dan menyusun konsepnya (kerangka). Tema yang menarik adalah tema yang sedang aktual dan factual. Tema yang aktual adalah tema yang sedang banyak diperbincangkan saat itu. Tema yang factual adalah tema yang sedang atau benar-benar terjadi di sekitar pendengar. Kerangka pidato secara garis besar terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Bagian pembuka.
2. Bagian inti.
3. Bagian Penutup.
Pada bagian pembuka (mukodimah), secara umum berisi tentang salam pembuka, kata sapaan, ucapan syukur (terima kasih), serta penyebutan tema. Isi bagian inti disesuaikan dengan tema atau topic yang akan disampaikan. Pada bagian ini perlu adanya rancangan atau kerangka materi yang berupa urutan poin-poin penting yang akan disampaikan. Pada bagian penutup, secara umum berisi tentang kesimpulan materi, permohonan maaf ucapan terima kasih kepada hadirin atas pertisipasi yang diberikan, doa atau harapan kepada hadirin, serta  salam penutup.
2.2.2.2.3 Memperbanyak latihan. Latihan dapat dilakukan di depan orang tua, saudara, teman dekat, bahkan di depan cermin.
2.2.2.2.4 Menguasai materi dan panggung. Menguasai materi adalah menguasai apa yang dibicarakan. Menguasai panggung berarti menguasai situasi yang terjadi, termasuk kondisi hadirin.
2.2.2.2.5 Menggunakan mimik atau pantomimik secukupnya (tidak berlebihan). Berpidato bila tidak disertai mimik atau pantomimik akan terasa kaku dan membosankan. Akan tetapi, penggunaan mimik atau pantomimik yang berlebihan juga terlihat over sehingga menjadi membosankan juga.
2.2.2.2.6 Mengadakan interaksi dengan pendengar (hadirin). Interaksi ini dapat berupa menyapa hadirin, melibatkan kedalam materi (misalnya bertanya), bahkan memandang hadirin juga termasuk mengadakan interaksi.
Selain yang harus dilakukan agar sukses berpidato, terdapat pula hal-hal yang perlu dihindari, yaitu:
1. Berpidato terlalu panjang.
2. Bersikap mengurai, angkuh, atau provokasi negatif yang menjerumuskan.
3. Posisi berdiri yang sembarangan.
4. Bersikap tak acuh atau tidak memperhatikan hadirin (Marzuqi, 2014:33-36.      Dalam Ghufron, 2016:176).
2.2.3 Jenis-Jenis Pidato
Menurut Alang Khoiruddin (2014:173)
Selain pidato dikenal pula beberapa istilah yang hamper semaksud, di antaranya adalah ktuhbah, ceramah, dan sambutan. Berikut penjelasan dari ketiga jenis berpidato tersebut.
2.2.3.1 Khutbah adalah termasuk jenis pidato. Hanya saja berbeda dengan pidato-pidato pada umumnya, khutbah identic dengan pidato yang menyampaikan ajaran agama. Oleh karena itu jenis pidato yang satu ini lebih dikenal di tempat keagamaan, seperti masjid atau gereja.
2.2.3.2 Ceramah adalah termasuk jenis pidato yang isinya berkenaan dengan masalah pendidikan atau ilmu pengetahuan.
2.2.3.3 Sambutan sering pula disebut dengan pidato penerimaan. Dalam hal ini pembicara menyambut (gembira) atas pelaksanaan suatu kegiatan.
Menurut Ghufron (2016:178) Pidato dapat dibedakan menjadi:
2.2.3.3.1 Pidato pembukaan adalah pidato singkat yang dibawahkan oleh pembagi acara, pramuwicara, atau MC.
2.2.3.3.2 Pidato pengarahan adalah pidato yang bersifat mengarahkan pada suatu pertemuan.
2.2.3.3.3 Pidato sambutan adalah pidato yang disampaikan pada suatu acara kegiatan atau peristiwa tertentu yang dapat dilakukan oleh beberapa orang dengan waktu terbatas secara bergantian.
2.2.3.3.4 Pidato peresmiaan adalah pidato yang dilakukan oleh orang yang terlibat dalam acara untuk meresmikan suatu acara.
2.2.3.3.5 Pidato laporan adalah pidato yang isinya adalah melaporkan suatu tugas atau kegiatan.
2.2.3.3.6 Pidato pertanggung jawaban adalah pidato yang berisi suatu laporan pertanggungjawaban.



2.2.4 Metode Berpidato
Menurut Ghufron (2016:179)
Metode atau cara yang dapat digunakan untuk berpidato dapat dibedakan menjadi empat macam: impromtu, menghafal, naskah, dan ekstemporan  (Hartono, 2008:3-4. Dalam Ghufron 2016:179)
2.2.4.1 Impromtu
Metode impromtu atau serta merta dilakukan berdasarkan kebutuhan sesaat. Pembicara secara sepontan berpidato berdasarkan pengetahuan dan kemampuaan yang dihubungkan dengan konteks dan kepentingan saat itu. Metode ini apabila dilakukan oleh pembicara
yang tidak bisa berbicara di depan umum akan menyebabkan ‘demam panggung’ atau hal yang disampaikan kurang sesuai dengan tema.
2.2.4.2 Menghafal
Metode menghafal atau memoriter adalah berpidato dengan cara menulis pesan kemudian diingat kata demi kata untuk disampaikan di depan umum. Pada metode ini, pembicara lebih mengandalkan ingatan atau hafalan terhadap teks yang telah disiapkan sebelumnya. Akibatnya, pembicara berbicara dengan cepat-cepat tanpa menghayati maknanya, sulit menyesuaikan diri dengan konteks pendengar dan penampilan menjadi tidak menarik atau membosankan. Hal yang lebih fatal lagi apabila pembicara lupa akan teks yang dihafalkan.
2.2.4.3 Naskah atau Manuskrip
Dalam berpidato denganetode ini, pembicara membaca naskah yang sudah disiapkan sebelumnya. Pembicara sangat tergantung pada teks. Pembicara akan terasa kaku karena tanpa memperhatikan mimik atau pantomimik. Selain itu, pembicara akan putus hubungan dengan pendengar. Metode ini biasanya digunakan dalam pidato resmi.




2.2. 4.4 Ekstemporan
Jika dibandingkan dengan metode-metode sebelumnya, metode ekstempora merupakan metode yang lebih efektif. Hal ini disebabkan metode ini merupakan perpaduan antara metode menghafal dan naskah. Artinya, pembicara sebelumnya sudah menguasai teks kemudian menyiapkan catatan kecil yang berisi garis-garis besar masalah yang hendak disampaikan. Dalam metode ini, pembicara akan lebih santai dan menyesuaikan diri dengan konteks yang terjadi saat itu.
2.2.5 Sistematika Penulisan Teks Pidato
Menurut Ghufron (2016:180) Secara garis besar sistematika atau format penulisan teks pidato terdiri atas tiga bagian utama, yaitu:
2.2.5.1 Bagian pembuka.
2.2.5.2 Bagian isi.
2.2.5.3 Bagian penutup.
 Akan tetapi, tiga bagian utama tersebut pada dasarnya berisi rincian-rincian sebagai berikut:
2.2.5.1.1 Salam pembuka,
2.2.5.1.2 Sapaan terhadap hadirin,
2.2.5.1.3 Pendahuluan yang berisi ucapan terima kasih dan ungkapan  kegembiraan atau rasa syukur kepada Tuhan,
2.2.5.1.4 Penyebutan tema atau judul,
2.2.5.1.5 Isi pidato,
2.2.5.1.6 Simpulan isi pidato,
2.2.5.1.7 Harapan, anjuran, atau ajakan (persuasif),
2.2.5.1.8 Permohonan maaf dan ucapan terima kasih atas partisipasi,
2.2.5.1.9 Salam penutup.




2.2.6 Berpidato Tanpa Teks
Menurut Iib Marzuqi (2014:57)
Berpidato adalah berbicara dengan ciri, tujuan, pendengar tertentu, serta dalam situasi tertentu pula. Berpidato tanpa teks berarti berpidato yang tidak menggunakan naskah atau teks pidato. Dalam berpidato, yang berkaitan dengan intonasi seperti pemberhentian bunyi (pause), keteraturan dalam mengungkapkan bunyi (ritme), tekanan pada bunyi tertentu (aksen), lama pengungkapan bunyi (tempo), artikulasi atau volume suara yang jelas, kecepatan bicara, dan jeda antar bunyi merupakan hal-hal yang sangat penting dalam berpidato.
Bagi pembelajar (dianggap sebagai pemidato pemula), biasanya terjadi kecemasan, kurang percaya diri, bahkan ketakutan. Masalah tersebut diwujudkan dalam bentuk demam panggung, tangan dan kaki bergetar, atau detak jantung yang sangat cepat. Masalah-masalah tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kurangnya pengetahuan tentang retorika (seni berbicara), belum adanya pengalaman berbicara di muka umum, serta kurangnya persiapan.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk mengatasi masalah tersebut agar proses pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan tujuan adalah sebagai berikut.
2.2.6.1 Menyusun kerangka pidato yang akan disampaikan dengan sebaik-baiknya.
2.2.6.2 Pemilihan metode berpidato yang tepat, yaitu metode ekstemporan, yaitu metode berpidato dengan menggunakan metode perpaduan antara metode menghafal dengan metode membaca naskah.
2.2.6.3 Memperbanyak latihan dalam hal nada dan sikap sebelum berpidato. Latihan nada berkaitan dengan kesesuaian antara irama dan isi pidato dan latihan sikap berkaitan dengan cara pandang pemidato terhadap pendengar,

2.3 Presentasi
2.3.1 Konsep Dasar dan Tujuan Presentasi
Menurut Ghufron (2016:181)
Presentasi adalah suatu kegiatan berbicara di hadapan banyak hadirin atau salah satu bentuk komunikasi. Presentasi merupakan kegiatan pengajuan suatu topik, pendapat, atau informasi kepada orang lain. Presentasi dalam bagian ini lebih mengarah pada presentasi ilmiah.
Seperti halnya berpidato, presentasi ilmiah juga memiliki tujuan yang hampir sama, yaitu untuk
2.3.1.1 mempengaruhi atau persuasive.
2.3.1.2 memberikan suatu pemahaman atau informasi kepada orang lain.
2.3.1.3 berupaya untuk menekankan aspek-aspek pendidikan (edukatif).
2.3.2 Tata Cara dan Etika Presentasi Ilmiah
Menurut Ghufron (2016:181)
Presentasi ilmiah akan berhasil jika penyaji mentaati tata cara yang lazim. Pertama, penyaji perlu memberikan informasi kepada peserta secara memadai. Informasi tersebut akan dipahami secara memadahi apabila peserta memperoleh bahan secara tertulis, baik disajikan secara lengkap ataupun power poin. Jika diperlukan, bahan bisa dilengkapi dengan ilustrasi secara relevan. Apabila bahan ditanyakan, harus dipastikan semua peserta dapat melihat layar dan dapat membaca tulisan yang disajikan. Kedua, penyaji menyajikan materi dengan waktu yang disediakan. Untuk itu, penyaji perlu merencanaan penggunaan waktu dan menaati paduan yang diberikan moderator. Ketiga, penyaji menaati etika dalam forum ilmiah.
Etika berkenan dengan prinsip dan keyakinan mengenai mana yang benar dan mana yang salah. Satu nilai yang harus dipegang dalam menjaga etika adalah menjaga perilaku agar tidak merugikan orang lain. Selain itu, etika yang perlu dilakukan oleh penyaji adalah kejujuran. Dalam dunia ilmiah, kejujuran merupakan hal yang sangat penting. Setiap penyaji harus bersikap terbuka dalam menyampaikan informasi atau dalam menyajikan data.
Bagi peserta, etika yang harus diperhatikan adalah menyimak dengan seksama apa yang disampaikan penyaji dan menghargai berbagai pendapatan yang disampaikan. Selain itu, peserta harus bersifat jujur dalam bertanya, menanggapi, memberi saran, dan menolak pendapat. Artinya, apa yang disampaikan oleh peserta semata-mata karena rasa keingintahuan, tidak bertujuan untuk menjatuhkan penyaji atau peserta diskusi lainnya.
Jalannya diskusi ilmiah sangat ditentukan oleh moderator. Moderator harus bersikap adil terhadap semua pihak yang terlibat dalam diskusi, baik kepada penyaji maupun kepda peserta diskusi. Selain itu, moderator juga harus mentaati waktu yang telah disediakan. Untuk mengefisienkan waktu, moderator tidak perlu banyak berkomentar yang tidak fungsional. Selain itu, moderator juga harus pandai mengatur waktu yang digunakan oleh semua pihak, baik penyaji maupun peserta. Oleh sebab itu, moderator harus memiliki keberanian untuk menginterupsi dengan satun baik kepada penyaji maupun kepada peserta apabila mereka telah melampaui batas waktu yang disediakan.
Semua hal yang terungkap dalam presentasi ilmiah, baik berupa hasil penyajian, pertanyaan, jawaban, tanggapan, maupun saran-saran harus dicatat secara rapi oleh notulen. Hasil pencatatan sebaiknya dicetak dan dibagikan kepada semua yang terlibat dalam forum ilmiah tersebut. Hal ini memberikan kesempatan kepada pemilik gagasan/konsep untuk meluruskan atau membenarkan apabila ditemukan hasil catatan yang kurang tepat.
2.4 Bernegosiasi
2.4.1 Konsep Dasar Bernegosiasi
Menurut Ghufron (2016:183)
Bernegosiasi merupakan kegiatan berundingan untuk mempertemukan dua kepentingan yang berbeda (Marzuqi,2014:62). Menurut abdillah dkk (2013:4) negosiasi merupakan suatu proses komunikasi antara dua pihak,yang masing-masing mempunyai tujuan dan sudut pandang mereka sendiri, yang berusaha mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak mengenai masalah yang sama. Hasil negoisasi berakhir denga tiga kemungkinan, yaitu:
2.4.1.1 Keberhasian kedua belah pihak (win-win).
2.4.1.2 Kegagalan kedua belah pihak (lose-lose).
2.4.1.3 Posisi Menang - kalah (win-lose).
2.4.2 Tujuan Bernegosiasi
Menurut Ghufron (2016:183)
Salah satu tujuan orang bernegosiasi adalah menemukan suatu keputusan atau kesepakatan kedua belah pihak secara adil dan dapat memenuhi harapan atau keinginan kedua belah pihak tersebut. Untuk mendapatkan suatu kesepakatan kedua belah pihak tersebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
2.4.1.1 Persiapan yang cermat.
2.4.1.2 Presentasi dan evaluasi yang jelas mengenai posisi kedua belah pihak.
2.4.1.3 Keterampilan, pengalaman, motivasi, pikiran yang terbuka.
2.4.1.4 Pedekatan yang logis untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan yang baik dan saling mengutungkan serta saling menghormati.
2.4.1.5 Kemauan untuk membuat konsesi untuk mencapai kesepakatan melalui kompromi bila terjadi kemacatan.
2.4.2 Proses Bernegosiasi
Menurut Ghufron (2016:183)
Proses negosiasi bukanlah proses sesaat kemudian dapat dengan segera diperoleh hasilnya.karena itu, negosiasi merupakan suatu proses yang berlangsung secara kontinu atau terus - menerus hingga tercapai suatu kesepakatan bagi kedua belah pihak. Persiapan yang baik sebelum bernegosiasi merupakan salah satu kunci sukses bernegosiasi. Menurut casse (dalam Abdullah, 2013:5-7) proses bernegosiasi ada tiga tahapan penting, yaitu tahap perencanaan, tahap implementasi, dan tahap peninjauan negosiasi.

2.4.2.1 Tahap Perancanaan
Menurut Ghufron (2016:184)
Tahap perancanaan negoisasi membutuhkan tiga tugas utama, yaitu:
2.4.2.1.1 Sasaran negoisasi adalah hasil yang diharapkan dalam bernegosiasi. Hal ini merupakan salah satu alasan utama mengapa seseorang bernegosiasi. Penentuan sasaran sangatlah penting sebagai arahan atau petunjuk dalam bernegosiasi.
2.4.2.1.2 Strategi negoisasi yang merupakan cara untuk mencapai tujuan bernegoisasi. Untuk mencapai kesepakatan kedua belah pihak memang diperlukan strategi yang tepat.
2.4.2.1.3 Proses negoisasi merupakan suatu proses tawar-menawar yang diharapkan mampu menghasilkan suatu kesepakatan dikedua belah pihak yang saling menguntungkan.
2.4.2.2 Tahap Implementasi
Menurut Ghufron (2016:184)
Tahap implementasi merupakan tahapan peranan atau tindakan yang diperlukan agar mencapai sukses dalam bernegoisasi. Implementasi negoisasi memiliki beberapa komponen penting, antara lain adalah sebagai berikut.
2.4.2.2.1 Taktik Cara Anda
Maksudnya adalah bahwa anda tahu tujuan yang ingin dicapai, Anda bersikeras dan memaksa pihak lawan agar percaya bahwa Andalah yang benar dan Anda terus menekan.
2.4.2.2.2 Taktik Bekerja Sama
Taktik ini menegaskan bahwa anda mau mendengarkan pihak lawan dan mengetahui apa yang ada di benak mereka, andalah yang memutuskan untuk bersikap reaktif ( bukan proaktif ) siap bekerja sama.
2.4.2.2.3 Taktik Tidak Bertindak Apa-Apa
Taktik ini merupakan sikap keras kepala dalam bernegosiasi. Dalam hal ini anda tetap bersikukuh pada pendirian dan tidak mudah berubah.
2.4.2.2.4 Taktik Melangkah ke Tujuan Lain
Taktik ini menuntut andalah yang harus aktif menggeser suatu persoalan ke persoalan lain.
2.4.2.3 Tahap Peninjauan Negosiasi
Menurut Ghufron (2016:185)
Tahap ini merupakan tahapan setelah berlangsungnya suatu proses negosiasi. Ada beberapa alasan penting mengapa tahap peninjauan negosiasi perlu dilakukan, antara lain:
2.4.2.3.1 Untuk memeriksa apakah anda sudah mencapai tujuan anda.
2.4.2.3.2 Jika belum tercapai, maka hal itu dapat menjadi pelajaran sekaligus pengalaman yang sangat berharga bagi seorang negosiator.
2.4.2.3.3 Jika ya, pastikan apa yang sudah anda lakukan dengan baik dan bangunlah kesuksesan anda.
Apabila dalam bernegosiasi terdapat masalah, hal yang perlu dilakukan adalah:
1. Jangan menghindar.
2. Jangan merespons terlalu cepat.
3. Jangan putus asa.
4. Tunda vonis.
5. Mengalahlah untuk mendapatkan yang lebih besar.
6. Bila tidak dapat semua, ambil yang mungkin diambil.
7. Bila tidak berhasil, jangan langsung memutuskan hubungan.

2.5 Berwawancara
Menurut Iib Marzuqi (2014:42) Wawancara atau interviu adalah jenis pengumpulan data atau informasi dengan   cara mengajukan pertanyaan (Tanya jawab) kepada seorang informan atau seorang ahli atau berwenang dalam suatu hal atau masalah tersebut.
Menurut Alang Khoiruddin (2014:190) Tujuan wawancara adalah untuk menggali sebanyak-banyaknya informasi atau untuk mendapatkan jawaban yang bernilai penting. Wawancara biasanya dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan, seorang ahli, atau pihak yang berwenang dalam suatu masalah, dan hasil wawancara itu dapat berupa pendapat, kesan, pengalaman, pikiran, dan lain-lain.
Menurut Iib Marzuqi (2014:42) Terdapat tujuh macam wawancara.
2.5.1 Wawancara terstruktur adalah wawancara dengan memakai atau berpedoman pada daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya.
2.5.2 Wawancara tak terstruktur adalah wawancara tidak berpedoman pada daftar pertanyaan.
2.5.3 Wawancara individual yaitu wawancara yang dilakukan seorang pewancara dengan responden tunggal atau wawancara secara perseorangan.
2.5.4 Wawancara kelompok yaitu wawancara yang dilakukan terhadap sekelompok orang dalam waktu bersamaan.
2.5.5 Wawancara konferensi yaitu wawancara antara seorang pewawancara dengan sejumlah pewawancara dengan seorang responden dengan tujuan untuk menegaskan atau membenarkan suatu masalah.
2.5.6 Wawancara terbuka yaitu wawancara yang berdasarkan pertanyaan yang tidak terbatas (tidak terkait) jawabannya.
2.5.7 Wawancara tertutup yaitu wawancara yang terbatas jawabannya.














BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berbicara di depan umum merupakan salah satu teknik atau seni berbicara yang harus dimiliki oleh pembicara untuk mampu menarik perhatian audiens. Saat berbicara, Anda juga membutuhkan persiapan yang baik untuk mengantisipasi gangguan yang akan muncul ketika seseorang berbicara di depan umum. Gangguan tersebut diantaranya adalah kurang antusiasnya audiens untuk memperhatikan pembicaraan yang disampaikan.
Berbicara di depan umum ada banyak macamnya seperti diskusi, berpidato, presentasi, bernegosiasi, berwawancara. Diskusi Ialah terjadinya interaksi dua orang atau lebih yang bertujuan untuk bertukar pikiran yang dilakukan melalui jalan musyawarah.
Berpidato merupakan suatu seni berbicara yang bertujuan sebagai pengungkapan ide, gagasan, atau pikiran yang disampaikan didepan umum, agar berpidato dapat berjalan dengan baik Maka penyampain pidato tidak perlu terlalu panjang, bersikap mengurai, berdiri tegak, hafus memperhatikan hadirin.
Presentasi sama halnya berpidato tetapi suatu kegiatan berbicara di hadapan banyak hadirin atau salah satu bentuk komunikasi. Presentasi ilmiah adalah penyajian karya tulis ilmiah di depan forum undangan atau peserta. Orang yang menyampaikan presentasi disebut presentator atau presenter, sedangkan orang yang menghadiri presentasi disebut audience.
Bernegosiasi adalah suatu interaksi beberapa orang untuk mencapai kesepakatan bersama. Agar mendapatkan suatu kesepakatan bersama ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu persiapan yang baik, keterampilan, pengalaman, motivasi, pikiran terbuka. Persiapan sebelum bernegosiasi merupakan salah satu kunci sukses bernegosiasi.
Wawancara ialah suata tanya jawab antara dua orang atau lebih untuk mengetahui suatu informasi atau jawaban dari informan. Suatu wawancara akan berlangsung dengan baik jika adanya pewawancara dan seorang narasumber yang memberikan informasi.

3.2 Saran
Kepada para mahasiswa supaya kita harus belajar untuk public speiking supaya kita terbiasa berbicara dimuka umum dan supaya kita bias memposisikan diri sebagai mahasiswa yang pandai berpidato, berdiskusi, presentasi, bernegosiasi, berwawancara atau berbicara di depan umum.






DAFTAR PUSTAKA

Ghufron, Syamsul. 2016. Kompeten Berbahasa Indonesia. Surabaya: Appi-Bastra.
Marzuqi, Iib. 2014. Keterampilan Berbicara dalam Pembelajaran Bahasa   dan
Sastra Indonesia. Surabaya CV Istana.
Khoiruddin, Alang. 2009. Buku Pintar Bahasa Indonesia. Lamongan CV. Pustaka Ilalang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar