Selasa, 05 Mei 2020

Tawassul

MAKALAH PAI III
TAWASSUL

Dosen Pembimbing :
Erna Ningsih, M. Pdi

Nama Kelompok :
1. Hanun Islaah Fahni (18042104)
2. M. Dwiki Darmawan (18042098)
3. M. Kharis (18042083)


UNIVERSITAS DARRUL ‘ULUM LAMONGAN
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAGEMENT
TAHUN 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas akuntansi manajemen dengan judul “TAWASSUL”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.



Lamongan, 27 April 2020

Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Tawassul 3
B. Macam macam Tawassul 5
C. Tawassul dengan Hamba Pilihan Allah 8
BAB III PENUTUP 9
A. Kesimpulan 9
B. Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 10
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tawassul adalah mengadakan wasilah (perantara) antara seorang hamba dan Rabbnya saat hamba tersebut berdoa. Dalam tradisi keagamaan umat Islam di Nusantara, tradisi tawassul merupakan sebuah ritual yang sudah mengakar bahkan telah menjadi kekhususan tersendiri dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah proses peribadahan ini (berdoa).
Namun demikian, dalam praktiknya tawassul seringkali dibumbui oleh hal-hal negatif yang justru bertentangan dengan aqidah Islamiyah, yang dalam hal ini dapat menjerumuskan seseorang ke dalam dosa yang paling besar dalam Islam, musyrik. Karena dalam beberapa praktiknya, kegiatan tawassul justru kemudian memberikan hak dan sifat-sifat uluhiyah (ketuhanan), yang seharusnya menjadi hak milik Allah semata, kepada sang perantara. Atas dasar ini, sebagian orang kemudian berpendapat bahwa seluruh jenis tawassul yang tidak dicontohkan Rasulullah merupakan kemusyrikan. Sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa seluruh jenis tawassul merupakan kegiatan yang diperbolehkan karena hal ini tidaklah berkaitan dengan aqidah, melainkan permasalahan furu’ (cabang) dalam tata cara berdoa kepada Allahu ta’ala.











B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Tawassul?
2. Apa saja macam macam tawassul?
3. Apa yang dimaksud tawassul dengan hamba pilihan Allah?

C. TUJUAN
1. Untuk menjelaskan tawassul
2. Untuk menjelaskan macam macam tawassul
3. Untuk menjelaskan tawassul dengan hamba pilihan Allah















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tawassul
Pengertian Tawassul menurut Bahasa Arab
Secara etimologi tawassul berasal dari kata tawassala yatawassalu tawassulan yang berarti mengambil perantara (wasilah), taqarrub atau mendekat. Dan secara terminology, tawassul adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menggunakan wasilah (perantara). Wasilah sendiri berarti kedudukan di sisi Raja, jabatan, kedekatan dan setiap sesuatu yang dijadikan perantara pendekatan dalam berdo’a. Imam An-Nasafi berkata: “Wasilah adalah semua bentuk di mana seseorang bertawassul atau mendekatkan dirinya dengannya.
”Arti ini bisa kita temukan dalam beberapa firman Allah berikut ini;
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS 5:35)
Imam At-Thabari berkata: “Wabtaghuu ilaihi al-wasiilata, berarti carilah kedekatan (jalan apapun atau bentuk kedekatan apapun) yang mampu mendekatkan diri kepada Allah SWT). (juz 10/ 290)
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada  Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS 17:57)







Pengertian Tawassul menurut para ulama
Ibnu Katsir mengatakan dalam kitabnya An-nihayah, jilid 5 halaman 185: Al-Wasil artinya orang yang berkeinginan untuk mencapai sesuatu. Al-Wasilah artinya pendekatan, perantara dan sesuatu yang dijadikan untuk menyampaikan serta mendekatkan kepada sesuatu. Bentuk jamaknya adalah Wasail.
Al-Fairuzabadi mengatakan di dalam Al-Qamus, jilid 4 halaman 65: Wassala illAllohi tausilan, Artinya dia mengamalkan suatu amalan yang dengannya ia dapat mendekatkan diri kepadanya, sebagai perantara.
Ibnu Faris mengatakan di dalam Al-Mu’jam Al-Muqayyis, jilid 6 halaman 110: Al-Wasilah artinya keinginan dan tuntutan. Dikatakan Wasala, Apabila ia berkeinginan. Al-Wasil artinya orang yang ingin (sampai) kepada Alloh.
Ar-Raghib Al-Ashfahani berkata di dalam Al-Mufradat, halaman 560-561: Al-Wasilah artinya pencapaian sesuatu dengan penuh keinginan. Ia lebih khusus daripada Al-Wasilah, karena ia (Al-Wasilah) memuat makna keinginan. Alloh SWT berfirman :
يَاآيّها الّذين أمنوا اتّقواالله وابتغواإليه الوسيلة .....(35)
“… dan carilah jalan yang mendekatkan diri (Wasilah) kepada-nya (QS. Al-Maidah:35)[2]
Pengertian-pengertian Tawassul diatas adalah pengertian secara Bahasa, sebenarnya makna hakiki dari Wasilah kepada Alloh adalah menggunakan sarana yang bisa mendekatkan diri kepada Alloh, dan mencari keutamaan syariat, seperti berkurban. Sedangkan Wasil ialah orang yang ingin mendekatkan diri kepada Alloh.






B. Macam – Macam Tawasul
Adapun tawasul (mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara tertentu) ada tiga macam:

1. Tawassul Masyru’ adalah tawasul kepada Allah SWT dengan Asma dan sifatnya Allah SWT dengan amal shalih yang dikerjakannya atau melalui doa orang shalih yang masih hidup. tawasul yang masyru (yang di syariatkan) ini terdapat 3 macam yaitu :
Tawasul dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT. Tawasul ini adalah tawasul dimana seseorang memulai berdoa kepada Allah SWT dengan menganggungkan, membesarkan, memuji, menyucikan terhadap dzat-dzat Allah SWT yang Maha Tinggi, serta nama-nama indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi kemudian berdoa dengan apa yang Dia inginkan dengan menjadikan pujian, pengagungan, dan pensucian ini hanya untuk Allah SWT agar Allah SWT mengabulkan doanya dan mengambul apa yang seseorang minta kepada-Nya dan Dia pun mendapatkan apa yang dia minta kepada Rabb-nya. Adapun dalil dari Al-Quran mengenai tawasul yang masyru kepada Allah SWT ini adalah, Allah SWT berfirman : “Hanya milik Allah Asmaul-Husan, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul-Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dan kebenaran dalam (menyebut) Nama-Nya. Nanti mereka akan mendapatkan balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Araaf : 180)

Seorang muslim bertawasul dengan amal shalihnya, Allah SWT berfirman :“Yaitu orang-orang yang berdoa : ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa Neraka.” (QS. Ali-Imran : 16). Adapula dalil lainnya yaitu mengenai kisah tiga orang penghuni gua yang bertawasul kepada Allah SWT dengan mengerjakan amal-amal mereka yang shalih lagi ikhlas, yang mereka tujukan untuk mengharap wajah Allah SWT yang Maha Mulia, maka mereka diselamatkan dari batu yang menutupi gua tersebut

Tawasul kepada Allah dengan doa orang shalih yang masih hidup. Jika seorang muslim sedang menghadapi kesulitan atau sedang tertimpa musibah yang besar, namun orang tersebut menyadari kekurangan – kekurangannya di hadapan Allah, sedangkan orang tersebut ingin mendapatkan sebab yang kuat kepada Allah, lalu orang tersebut pergi kepada orang yang shalih dan diyakinin mengenai ketakwaannya, atau seseorang yang mengetahui ilmu pengetahuan mengenai Al-Quran dan As-Sunnah, kemudian orang tersebut meminta kepada orang shalih itu untuk berdoa kepada Allah SWT untuk dirinya, supaya dibebaskan dari segala kesedihan dan kesusahan, maka cara demikian diperbolehkan. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata : “Pernah terjadi musim kemarau pada masa Rasulullah SAW yaitu, ketika Nabi SAW berkhotbah di hari Jumat. Tiba-tiba berdirilah seorang Arab Badui, ia berkata : “Wahai Rasulullah, telah musnah harta dan telah kelaparan keluarga.” Lalu Rasulullah mengangkat kedua tangannya seraya berdoa : “Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami.” Tidak lama kemudian turunlah hujan.” (HR. Bukhari)

2. Tawassul Bid’ah adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara yang tidak disebutkan dalam syariat islam. Atau biasa yang disebut dengan menambah – nambahkan segala sesuatunya yang tidak terdapat di dalam syariat islam. Seperti bertawasul kepada para Nabi dan orang-orang shalih dengan memandang kedudukan mereka, kehormatan mereka, dan sebagiannya. Tawassul bid’ah ini terdapat 3 macam:
Tawasul dengan kedudukan Nabi Muhammad SAW atau kedudukan orang selainnya. Perbuatan diatas merupakan perbuatan yang bid’ah dan tentunya tidak boleh dilakukan. Adapun hadits yang berbunyi : “Jika kalian hendak memohon kepada Allah, maka mohonlah kepada-Nya dengan kedudukan ku, karena kedudukan ku di sisi Allah adalah agung.” Hadits diatas merupakan hadits bathil atau yang tidak jelas mengenai asal-usulnya dan tidak terdapat sama sekali dalam kitab-kitab hadits yang menjadi rujukan.

Tawasul dengan dzat makhluk. Tawasul ini seperti bersumpah dengan makhluk dan tentunya tidak diperbolehkan, bahkan termasuk syirik. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits. “Dan Allah tidak menjadikan permohonan kepada makhluk sebagai sebab dikabulkannya doa dan Dia tidak mensyariatkan hal tersebut kepada hamba-Nya.”

Tawasul dengan hak makhluk, tawasul ini pun juga tidak diperbolehkan karena dua alasan. Pertama, bahwa Allah tidak wajib memenuhi hak atas seseorang, justru sebaliknya. Allah-lah yang menganugerahkan hak tersebut kepada makhluknya. Kedua, hak yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya adalah hak khusus bagi diri hamba tersebut dan tidak ada kaitannya dengan orang lain di dalam hak tersebut.

3. Tawassul Syirik adalah bila menjadikan orang-orang yang sudah meninggal. Lalu dijadikan sebagai rantai dalam ibadah mereka, termasuk berdoa kepada mereka yang sudah meninggal, meminta hajat dan memohon pertolongan kepada mereka yang sudah meninggal. Allah SWT berfirman :
“Ingatlah, hanya milik Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata) : ‘kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan se dekat-dekatnya.’ Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk bagi orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar : 3)




C. Tawassul dengan Hamba Pilihan Allah SWT

Syaikh Yusuf bin Isma’il al-Nabhani menyatakan “Dalam hal bertawassul itu, tidak ada perbedaan antara tawassul kepada Nabi Muhammad J atau para nabi yang lainnya, juga kepada para Wali Allah serta orang-orang shaleh. Dan tidak ada perbedaan pula antara bertawassul kepada orang yang hidup ataupun orang yang telah meninggal dunia. Sebab pada hakikatnya mereka tidak dapat mewujudkan serta tidak dapat memberi pengaruh apapun. Mereka diharapkan barokahnya karena mereka adalah para kekasih Allah SWT. Yang menciptakan dan yang mewujudkan (apa yang diminta oleh orang yang bertawassul) hanyalah Allah SWT semata. Orang-orang yang membedakan antara tawassul kepada orang hidup dan orang yang telah wafat meyakini bahwa ada pengaruhnya (manfaatnya) jika bertawassul kepada orang yang hidup, tapi manfaat itu tidak ada apabila bertawassul kepada orang mati. Menurut hemat kami orang-orang yang membolehkan tawassul kepada orang yang hidup tapi mengharamkan tawassul kepada orang mati tersebut, sebenarnya telah terjebak pada kesyirikan, sebab mereka meyakini bahwa orang yang hidup dapat memberikan sesuatu (pengaruh) kepada seseorang, tapi orang yang mati tidak dapat memberikan manfaat apapun. Maka pada hakikatnya mereka adalah orang-orang yang meyakini bahwa ada makhluk lain selain Allah SWT yang dapat memberi pengaruh dan mewujudkan sesuatu. Maka bagaimana mungkin mereka mengklaim dirinya sebagai orang-orang yang menjaga tauhid (akidah), dan menuduh kelompok lain berbuat kesyirikan?” (Syawahid al-Haqq, hal. 158-159).









BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tawassul dengan perbuatan dan amal sholeh kita yang baik diperbolehkan menurut kesepakatan ulama’. Demikian juga tawassul kepada Rasulullah s.a.w. juga diperboleh sesuai dalil-dalil di atas. Tidak diragukan lagi bahwa nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan yang mulia disisi Allah SWT, maka tidak ada salahnya jika kita bertawassul terhadap kekasih Allah SWT yang paling dicintai, dan begitu juga dengan orang-orang yang sholeh.

B. Saran
Kami sadar bahwasannya dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu masih perlunya saran dan kritik dari para pembaca agar makalah ini bisa mencapai kesempurnaan di kemudian hari.

















DAFTAR PUSTAKA


Suara Muhammadiyah. 1 – 15 Januari 2005. Agama yang Membebaskan
Taimiyah, Ibnu , At Tawassul wa al Wasilah, diterjemahkan oleh Su’adi Sa’ad dengan judul Tawassul dan Wasilah, Jakarta: Pustaka Panjimas 1987.
Yahya bin Syarif, Abu  Zakaria Riadhus Shalihin, diterjemahkan oleh Salim Bahreijs dengan judul Tarjamah Riadhus Shalihin, Bandung: Alma’arif 1986
Http://suaragemaislami.blogspot.com/2011/12/macam-macam-tawassul.html
.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar