MAKALAH
Wirid dan dhiba’
Dosen pembimbing :
NAMA KELOMPOK :
1. Fahmi yoga pratama (18042071)
2. Maghfirotul laili h. (18042087)
UNIVERSITAS DARRUL ‘ULUM LAMONGAN
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAGEMENT
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengentahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Terima Kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Lamongan, 23 Maret 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian wirid 2
Pengertian dhiba 3
Hukum wirid dan dhiba 4
Manfaat wirid dan dhiba 5
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 6
Saran 6
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam kehidupan sehari-hari agama sudah menjadi kebutuhan bagi manusia. Agama berperan penting dalam memberi arah menuju Tuhan sebagai keseimbangan dan kelangsungan hidup manusia. Agama juga bisa dikatakan sebagai way of life karena menjadi pedoman hidup manusia. Agama juga memiliki fungsi tersendiri bagi manusia baik sebagai fungsi sosial maupun individu. Fungsi tersebut mempunyai kekuatan yang besar dalam menggerakan komunitas sosial.
Namun, dalam realitasnya terkadang mengalami kesulitan untuk membedakan antara keduanya karena secara sadar maupun tidak terjadi pencampuradukan makna antara agama yang murni bersumber dari Tuhan dengan pemikiran agama yang bersumber dari manusia. Perkembangan selanjutnya, hasil dari pemikiran agama tidak jarang telah berubah menjadi agama itu sendiri, sehingga ia seakan-akan disakralkan dan berubah menjadi sebuah tradisi keagamaan bagi masyarakat.
B. Rumusan masalah
a. Apa pengertian dari wirid?
b. Apa pengertian dhiba?
c. Apa hukum wirid dan dhiba?
d. Apa manfaat wirid dan dhiba?
C. Tujuan
a. Mengetahui pengertian wirid.
b. Mengetahui pengertian dhiba.
c. Mengetahui Hukum wirid dan dhiba.
d. Mengetahui Manfaat wirid dan dhiba.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN WIRID
Wirid secara bahasa “ingat” sedangkan menurut istilah “mengingat Allah SWT”.
Yang dimaksud wirid ialah perbuatan seorang hamba yang berbentuk ibadah,lahir dan batin. Hasil nya adalah dinamakan “WARID” Sedangkan Al Warid yaitu karunia Allah ke dalam batinnya si hamba menyerupai cahaya yang halus, pemahaman, keterangan, kesenangan beribadah, taufik dan lain-lain anugrah dari Allah. Semuanya sebagai karunia Allah yang wujudnya dalam ibadah si hamba. Adapun wirid yaitu amalan yang dikerjakan di dunia secara tetap dan tertib di dunia ini juga berupa ibadah secara tertib termasuk zikir yang dikerjakan terus menerus, tidak pernah ditinggalkan. Kenikmatan warid itu berkelanjutan hingga hari akhirat. Antara Wirid dan Al Warid memiliki kaitan yang kuat. Apabila Al Warid itu karunia Allah maka Wirid yaitu ibadah yang tetap dan tertib.
Orang yang melakukan wirid dalam ibadah, yaitu orang yang memelihara hubungannya dengan Allah secara tetap, tidak pernah tertutup dalam ketika dan waktu yang tetap pula. Dalam keadaan apa pun dan di manapun, ia senantiasa menjaga ibadah rutinnya itu dengan baik dan dikerjakan sebagus-bagusnya. misal ibadah yang diwiridkan mirip salat sunah yang dipilih untuk diwirid, zikir yang diwiridkan, puasa sunat yang diwiridkan, dan lain-lainnya. Hamba yang wirid selalu membasahi jiwa dan lidahnya dengan zikrullah. Karena dikerjakan secara rutin, maka ibadah tersebut sudah menjadi kebiasaan serta dikerjakan dengan bahagia hati dan dirasakan kenikmatannya. Kedua-duanya, Wirid dan Warid menyerupai saudara kembar yang saling berlomba menjadi ibadah yang sangat dicintai untuk mendapat keridaan Allah swt. Yang satu (wirid) ibadah untuk menghiasi lahir yang satu ibadah (warid) untuk menghiasi batin. Wirid yaitu hak Allah yang diperintahkan semoga diamalkan oleh para hamba. Sedangkan Warid yaitu hak hamba yang disampaikan kepada Allah swt. Menghidupkan wirid dalam hidup hamba Allah diperlukan, semoga si hamba tetap kontak dengan Allah di waktu-waktu yang sudah ditentukan oleh si hamba sendiri. Sebab amal ibadah yang paling baik, ialah dikerjakan terus menerus, walaupun sedikit (kecil). Amal mirip ini sangat disukai oleh Allah .
Diriwayatkan sebenarnya Al Jundi yaitu spesialis makrifat yang membiasakan dirinya membaca Al-Qur'an dalam waktu yang sudah diputuskan, sehingga waktu ia.wafat bertepatan dengan ia menghatamkan Al-Qur'an, dan menghatamkan bacaannya di ketika itu. Disebutkan juga dalam beberapa riwayat oleh Abu Qasim Ad Daraj, bahwa Al Jundi yaitu spesialis makrifat yang bahagia diberibadah dan mewiridkan ibadah-ibadahnya itu, dan ia mendapat inayah lantaran wiridan atas ibadahnya itu. Abu Talib Al Makky berkata: "Orang yang senantiasa men-dawam-kan (membiasakan ibadah rutin), termasuk tabiat orang diberiman, dan jalan para abidin, alasannya cara ini akan memperkokoh iman, termasuk hal ini juga yang menjadi amalan Rasulullah saw. Di samping wirid yang dikerjakan secara tetap dan tertib, seorang hamba memerlukan warid, yang disebut imdad, artinya warid yang tidak terputus-putus dan senantiasa bersambung yang dipersiapkan. melaluiataubersamaini persiapan melalui wirid ini barulah warid itu masuk menjadi hiasan kalbu para jago makrifat. Tanpa wirid maka tidak ada warid.
Syekh Ahmad Ataillah membuktikan lagi:
“Masuknya Warid imdad berdasarkan persiapannya (wirid), dan terbitnya cahaya atas hati sesuai kemembersihkanan hati itu pula.”
Warid itu sanggup memasuki hati dan rasa seorang hamba, apabila hati si hamba sudah membersihkan dari imbas duniawi yang meresahkan dan mengendorkan iman. Hati akan menjadi membersihkan berdasarkan wirid yang di lakukan oleh si hamba dengan terus menerus, tertib, dan kontinyu. Memelihara terlaksananya wirid sangat diharapkan bagi terangnya hati insan dengan nurullah.
B. PENGERTIAN DHIBA’
Diba’ adalah tradisi membaca atau melantunkan sholawat kepada nabi Muhammad yang dilakukan oleh masyarakat NU. Pembacaan sholawat dilakukan bersama secara bergantian. Ada bagian dibaca biasa, namun pada bagian-bagian lain lebih banyak menggunakan lagu. Istilah diba’an mengacu pada kitab berisi syair pujian karya al-Imam al-Jaliil as-Sayyid as-Syaikh Abu Muhammad Abdurrahman ad-Diba’iy asy-Syaibani az-Zubaidi al-Hasaniy. Kitab tersebut secara populer dikenal dengan nama kitab Maulid Diba’. Pembacaan syair-syair pujian ini biasanya dilakukan pada bulan maulud (Rabiul Awal) sebagai rangkaian peringatan maulid Nabi. Di sejumlah desa di Jawa, pembacaan syair maulid dilakukan setiap minggu secara bergilir dari rumah ke rumah. Seperti halnya pembacaan kitab al-Barzanji, al-Burdah, dan Manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, pembacaan Diba’ atau biasa disebut diba’an juga dilakukan saat hajatan kelahiran anak, pernikahan, khitanan, tingkeban, ketika menghadapi kesulitan dan musibah, atau untuk memenuhi nazar.Kitab Diba’ adalah salah satu dari sekian banyak kitab klasik yang tidak masuk di dalam pengajaran pesantren, namun akrab dan populer digunakan oleh masyarakat pesantren.
Tentang Syaikh Abu Muhammad Abdurrahman ad-Diba’iy :
Syaikh Abu Muhammad Abdurrahman ad-Diba’iy lahir pada hari ke-4 bulan Muharram tahun 866 H dan wafat hari Jumat 12 Rajab tahun 944 H. Dia adalah seorang ulama hadits terkemuka dan mencapai tingkatan hafidz dalam ilmu hadits, yaitu seorang yang menghafal 100.000 hadits lengkap dengan sanadnya. Selain ahli ilmu hadis, Syaikh Abu Muhammad Abdurrahman ad-Diba’iy juga seorang muarrikh atau ahli sejarah. Beberapa di antara sekian banyak kitab karangannya ialah Taisirul Wusul ila Jaami`il Usul min Haditsir Rasul, Qurratul ‘Uyun fi Akhbaril Yaman al-Maimun, Bughyatul Mustafid fi akhbar madinat Zabid, dan lain-lain.Tradisi membaca syair pujian dari kitab Maulid Diba’ ini (selain al-Barzanji dan al-Burdah) adalah salah satu tradisi yang menjadi sasaran kritik kaum puritan. Kaum puritan menolak peringatan maulid apalagi disertai dengan ritual-ritual pembacaan puji-pujian. Mereka menganggap peringatan maulid yang dilakukan dengan cara membaca kitab-kitab tersebut adalah perbuatan bid’ah.
Selain dianggap tidak dicontohkan oleh Nabi, kaum puritan juga menganggap isi atau apa yang dibaca dalam tradisi diba’an adalah kisah-kisah palsu dan pujian berlebihan sehingga merupakan syirik. Di tengah acara diba’an atau berzanjen ada ritual berdiri atau yang populer disebut dengan istilah “srakalan” atau “marhabanan” yakni ketika pembacaan kitab sampai pada kalimat “Asyaraqal badru ‘alaina”. Pada saat ini semua hadirin berdiri. Perkara berdiri pada saat seperti ini pernah dibahas dalam Muktamar NU, yakni pada Muktamar NU ke V tahun 1930 di Pekalongan. Batsul masail pada muktamar ini memutuskan bahwa berdiri ketika berzanjen/diba’an hukumnya sunnah, termasuk ‘uruf syar’i.
C. HUKUM WIRID DAN DHIBA’
Ada sebuah maqalah yang mengatakan bahwa “ man laysa lahu wirdun fahuwa qirdun”,barang siapa yang tidak wiridan, maka dia seperti monyet. Memang jika diangan-angan salah satu kewajiban manusia adalah mengingat Sang Khaliq. Apabila seseorang tidak pernah mengingat (wirid) Sang Khaliq maka orang itu bagaikan seekor monyet yang tidak tahu diri dan tidak mengerti balas budi.
Begitulah perintah Allah swt dalam surat an-Nisa’ ayat 103 diterangkan:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
Secara praktis, melatih membiasakan wirid dapat dimulai dari hal yang paling kecil dan sederhana. Misalkan dengan meluangkan waktu setelah shalat fardhu membaca istighfar sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya.
Tsauban bercerita, “Jika Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam selesai shalat beliau beristighfar tiga kali, lalu membaca “Allahumma antas salam wa minkas salam tabarokta ya dzal jalali wal ikrom”. Al-Walid (salah satu perawi hadits) bertanya kepada al-Auza’i, “Bagaimanakah (redaksi) istighfar beliau?”. “Astaghfirullah, astaghfirullah” jawab al-Auza’i.
Hukuman Membaca Diba'iyyah dan Shalawatan membaca shalawat Diba’iyyah atau shalawat yang lain menurut pendapat yang tersohor di kalangan Jumhurul Ulama adalah sunnah Muakkadah. Kesunatan membaca shalawat ini didasarkan pada beberapa dalil, antara lain:
a. Firman Allah SWT Artinya :
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan sampaikanlan salatu penghormatan kepadanya. (QS.AI-Ahzab:56)
b. Sabda Nabi SAW :
( ماجه ابن رواه) وزكاة لكم كفارة علي الصلاةفإن علي صلوا
Artinya : “Bershalawatlah kamu untukku, karena membaca shalawat untukku bisa mengahapus dosamu dan bisa membersihkan pribadimu”. (HR. lbnu Majah)
c. Sabda Nabi SAW :
[رواهالديلمي] القيامة. يوم لك نور علي صلاتكم فإن علي بالصلاة مجالسكم زينوا
Artinya: “Hiasilah tempat-tempat pertemuanmu dengan bacaan shalawat untukku, karena sesungguhnya bacaan shalwat untukku itu menjadi cahaya bagimu pada hari kiamat”. (HR. Ad-Dailami).
D. MANFAAT WIRID DAN DHIBA’
Seseorang yang ahli membaca shalawat akan diberi anugerah oleh Allah, antara lain :
a. Dikabul kan do’anya :
“Setiap do’a adalah terhalang, sehingga dimulai dengan memuji kepada Allah dan bershalawat kepada Nabi, kemudian baru berdo'a dan akan dikabulkan do’a itu”. (HR. Nasa’i).
b. Peluang untuk mendapat syafa'a Nabi pada hari kiamat.
c. Dihilang kan kesusahan dan kesulitannya.
BAB III
KESIMPULAN
Wirid secara bahasa “ingat” sedangkan menurut istilah “mengingat Allah SWT”. Yang dimaksud wirid ialah perbuatan seorang hamba yang berbentuk ibadah,lahir dan batin. Hasil nya adalah dinamakan “WARID” Sedangkan Al Warid yaitu karunia Allah ke dalam batinnya si hamba menyerupai cahaya yang halus, pemahaman, keterangan, kesenangan beribadah, taufik dan lain-lain anugrah dari Allah.
Hukuman Membaca Diba'iyyah dan Shalawatan membaca shalawat Diba’iyyah atau shalawat yang lain menurut pendapat yang tersohor di kalangan Jumhurul Ulama adalah sunnah Muakkadah.
Diba’ adalah tradisi membaca atau melantunkan sholawat kepada nabi Muhammad yang dilakukan oleh masyarakat NU. Pembacaan sholawat dilakukan bersama secara bergantian. Ada bagian dibaca biasa, namun pada bagian-bagian lain lebih banyak menggunakan lagu.
Manfaat wirid dan diba’
a. Dikabul kan do’anya
“Setiap do’a adalah terhalang, sehingga dimulai dengan memuji kepada Allah dan bershalawat kepada Nabi, kemudian baru berdo'a dan akan dikabulkan do’a itu”. (HR. Nasa’i).
b. Peluang untuk mendapat syafa'a Nabi pada hari kiamat.
c. Dihilangkan kesusahan dan kesulitannya
SARAN
Dalam menyusun makalah tentang yasinan, tahlilan, wirid dan puasa khusus pastilah makalahini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu bagi para mahasiswa, pembaca dan khususnya kepada dosen pembimbing pai 3, kami sangat mengharapkan kritik dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah,Abu, argument ahlussunnah wal jama’ah,Tangerang s: Pustaka ta’awun,2011.
http//islmiwiki.blog.com/2013/05/pengertian-wirid-dan-manfaatnya.html
httpps://emka.web.id/NU/2012/apa-itu-diba-dan-manfaatnya.html
Top Casino Apps: Mobile - DRMCD
BalasHapusTop Casino Apps: Mobile Apps. Find out how 공주 출장마사지 to find the best 김포 출장안마 casino apps for 전주 출장샵 mobile 당진 출장안마 and desktop with DRMCD. All you need to know 수원 출장안마 about it.