Senin, 09 Maret 2020

Persoalan Bid'ah

MAKALAH
PERSOALAN BID’AH


DOSEN PENGAMPU
Erna Ningsih, M.Pdi

DISUSUN OLEH
1. Rizqi Kurnia Sari                          18042059
2. Rinta Febi Ana                              18042075
3. Moch. Fachrizal Darmawan          18042091



UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
2019

KATA PENGANTAR
                Alhamdulillahi Robbil Alamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala karunia nikmatNya sehinnga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Persoalan Bid,ah” disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam III.
              Makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.
             Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi EYD, kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi. Oleh karenanya penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran yang paling membangun dari pembaca sekalian untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi.
            Demikian, semoga makalah ini dapat diterima sebagai ide/gagasan yang menambah kekayaan intelektual bangsa.

Lamongan, 27 Februari 2020

Penyusun









Daftar Isi
Halaman Judul
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I  PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang iv
1.2 Rumusan Masalah v
1.3 Tujuan v
BAB II  PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bid’ah 1
2.2 Macam-macam Bid’ah 3
2.3 Hadist Tentang Bid’ah 9
BAB III  PENUTUP
3.1 Kesimpulan 13
      3.2 Saran 13
      Daftar Pustaka







BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang bersifat komprehensif, karena hal-hal yang mencakup kehidupan dan hukum telah diatur dan termuat dalam Al-qur’an maupun As-sunnah. Islam dan sejarah kemunculannya sebagai suatu ajaran yang memberikan konsep, petunjuk, dan pedoman kepada manusia, dan juga beserta norma dan tata caranya. Dengan demikian islam berfungsi untuk menjaga dan memelihara integritas kehidupan manusia agar tidak kacau. Islam berfungsi sebagai alat pengatur untuk mewujudkan keutuhan hubungan baik secara vertikal dengan Rabbnya, maupun hubungan horizontal antar sesama manusia dan juga dengan alam sekitarnya.
Pada umumnya manusia lupa atau mengingkari asal kejadiannya sebagai hamba Allah dan Khalifah-Nya. Mereka menerima ajaran tersebut dalam berbagai tingkat kemampuan, persepsi, dan interpretasi masing-masing, sehingga timbul aliran dan pandangan, bahkan pertentangan yang bermuara pada terbentuknya golongan-golongan dan paham yang berbeda. Manusia cenderung mengolah pedoman dan bimbingan itu bukan dengan menggunakan petunjuk pelaksanaan yang telah disediakan Allah dan perinci-pertegas oleh Rasul Allah, namun menafsirkan pedoman tersebut semata-mata berdasarkan kontekstual dan rasio akal dan hawa nafsu semata, yang pada akhirnya akan melunturkan kemurnian akidah dan ketauhidan islam.
Realitas sebagian kehidupan masyarakat islam, khususnya Indonesia, kini telah mengarah dan cenderung mempertahankan pada faham ketradisian, kepribumian (nativisme), sebagian lagi mengarah pada perbuatan syirik atau bid’ah. Hal ini karena faham animisme, dinamisme, atau tradisi ritual lainnya yang sudah lama berakar sebelum islam masuk ke Nusantara. Kini banyak umat islam yang melakukan praktik ibadah yang sudah mencampur dan menggabungkannya dengan tradisi dan ritual yang bertentangan dengan ajaran islam dan tanpa disadari sudah tergolong dalam perilaku bid’ah.


B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Bid’ah?
2. Apa saja macam-macam Bid’ah?
3. Apa saja hadist tentang Bid’ah?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian Bid’ah.
2. Menjelaskan macam-macam Bid’ah.
3. Menjelaskan hadist-hadist tentang Bid’ah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bid’ah
a. Bid’ah Dalam Bahasa
Bid’ah ( بِدْعَةٌ) adalah bahasa arab yang pada awalnya, diartikan dengan “sesuatu yang diada-adakan dalam bentuk yang belum ada contohnya sebelumnya
 ( مَا اُخْتُرِعَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَا بِقٍ )”. Atau diartikan pula dengan “perkara yang baru” atau “menciptakan sesuatu yang baru, tanpa mencontoh terlebih dahulu ( اَلامْرُ اَلْمُسْتَحْدِثُ )”. Dan arti inilah di kalangan bangsa arab muncul istilah بَدِيْعٌ اَمْرٌ bagi suatu tindakan yang indah-indah yang belum ada contoh sebelumnya, sebagaimana firman Allah sbb:
بَدِيْعُ االسَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ ( الْبَقَرَ: 117)
Artinya : “Allah yang telah menciptakan (mem-bid’ah) langit dan bumi”.
قُلْ مَاكُنْتَ بِدْعَا مِنَ الرُّ سُلِ ( الأَحْقَا فُ : 9 )
Artinya: “Katakanlah (hai Muhammad), Aku bukan seorang rasul yang bid’ah”.
Kemudian arti bahasa tersebut jika dihubungkan dengan tradisi yang berlaku di daerah arab, maka bid’ah diartikan sama dengan kata al-Muhdatsah ( اَلْمُحْدَثَاتُ ), sehingga pengertiannya sebagai berikut:
اَلْبِدْعَةُ هِيَ مَا اُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ
Artinya: “Bid’ah ialah sesuatu yang diciptakan atau diada-adakan, tanpa ada contoh terlebih dahulu”.
Maksudnya ialah suatu hal baru yang diciptakan atau diada-adakan tanpa adanya contoh terlebih dahulu sebelumnya, dan dari arti inilah, orang yang menciptakan atau mengada-adakan suatu hal baru, dikenal dengan sebutan al-Mubtadi’ atau al-Mubdi’, sedang sesuatu hal baru yang diciptakan atau diada-adakannya, dikenal dengan sebtan bid’ah.

b. Bid’ah Dalam Istilah
Dalam arti bahasa dalam hubungannya dengan tradisi yang berlaku ditengah masyarakat arab seperti itu, para ahli berbeda-beda dalam memberikan definisi tentang bid’ah. Hal ini lebih disebabkan perbedaan latar belakang disiplin ilmu masing-masing, diantaranya ialah,
Ahli Ushul
Berpendapat bahwa suatu pekerjaan yang diada-adakan itu hanya terbatas pada masalah peribadatan, bukan pada lainnya, sehingga bid’ah didefinisikan sbb,
الْبِدْعَةُ هِيَ طَرِيقَةٌ فِى الدِّ يْنِ مُخْتَرَ عَةٌ تُضَاهِى الشَّرِيْعَةُ يُقْصَدُ بِا السُّلُوْكِ عَلَيْهَا الْمُبَالَغَةُ فِى التَّعَبُّدِ للهِ سُبْحَانَهُ
Artinya: “Bid’ah ialah suatu cara dalam agama yang diciptakan menyerupai syari’ah dan dengan menempuh cara itu dimaksudkan untuk memperbanyak ibadah kepada Allah SWT”.
Ahli Fiqih
Berpendapat bahwa suatu pekerjaan yang dianggap bid’ah itu tidak terbatas, baik yang berkaitan dengan peribadatan maupun adat kebiasaan yang berlaku, sehingga definisi bid’ah adalah sbb,
اَلْبِدْعَةُ هِيَ طَرِيْقَةٌ فِى الدِّيْنِ مُخْتَرَ عَةٌ تُضَا هِى الشَّرِيْعَةُ يُقْصَدُ بِا لسُّلُوكِ عَلَيْهَا مَا يُقْصَدُ بِا لسُّلُوكِ عَلَيْهَا مَا يُقْصِدُ بِا لطَّرِيْقِ الشَّرْعِيَّةِ
Artinya: “Bid’ah ialah suatu cara dalam agama yang diciptakan menyerupai syari’ah dan dengan menempuh cara itu dimaksudkan untuk mengerjakan syari’ah itu sendiri”.










B. Macam-macam Bid’ah
Dari penjelasan tentang definisi dan hadis Nabi yang menjelaskan perihal bid’ah , maka bid’ah dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: bid’ah Hasanah dan Bid’ah Madzumah.
a. Bid’ah Hasanah Dan Dasar Legalitasnya
Bid’ah Hasanah ialah:
ا  الْبِدْعَةُ الْحَسَنَةُ هِيَ مَا رَاَهُ اَئِمَّةُ الْهُدَى مِمَّا يُوَافِقُ الْكِتَاب وَالسُّنَّة مِنْ حَيْثُ اِيْثَارِ الاَنْفَع وَالاَصْلَح كَجَمْعِ الْقُرْاَّن فِى الْمُصْحَفِ وَجَمْعِ النَّاسِ لِصَلاَةِ التَّرَاوِيحِ وَالاذَانِ الاَوَّلِ يَوْمَ الْجُمْعَةِ وَكَإِ حْدَاثِ الرِّبَطِ وَالْمَدْرَسَةِ وَكُلِّ اِحْسَانٍ لَمْ يُعَهِّدْ فِى الْعَهْدِ النَّبَوِيِّ ...
Artinya: “Bid’ah hasanah ialah suatu pendapat para Aimmatulhuda (imam yang memberi petunjuk) yang sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah, dilihat dari sisi mendahulukan yang lebih bermanfaat dan lebih bermanfaat dan lebih bermaslahat, hal tersebut misalnya perbuatan para sahabat dalam hal kodifikasi al-qur’an dalam satu mushaf. Mengumpulkan manusia untuk sholat tarawih secara berjamaah, adzan pertama pada hari jum’at, begitu juga (hal-hal baru yang terjadi pada masa sekarang) seperti pendirian pondok pesantren, madrasah-madrasah dan setiap kebaikan yang belum pernah ada pada masa Nabi Muhammad SAW.
Dari definisi seperti ini, dapat diambil pemahaman bahwa setiap kebaikan yang belum pernah ada pada masa Nabi Saw itu, merupakan tindakan baru yang baik (bid’ah hasanah), dimana jika dilaksanakan maka orang yang melakukannya akan mendapatkan pahala.
b. Bid’ah Madzmumah dan Dasar Legilitasnya
Bid’ah Madzmumah ialah setiap hal yang tidak sesuai dengan al-qur’an dan as-sunnah atau yang berbeda dengan kesepakatan para imam (ijma’), seperti aliran sesat, keyakinan yang menyimpang dan berbeda dengan hal-hal yang menjadi pegangan prinsip ahlusunnah waljama’ah.
Hadis riwayat bukhori-Muslim, yaitu:
مَنْ أَ حْدَ ثَ فِىْ أ مْرِ نَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَذٌّﱡﱡ
Artinya: “Siapa yang melakukan hal baru dalam agama yang tidak ada dalam agama, maka hal tersebut ditolak”.

Dengan adanya penjelasan tentang bid’ah hasanah dan madzmumah diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa suatu pekerjaan baru yang berdasarkan dalil dikenal dengan sebutan bid’ah hasanah, sedangkan yang tidak berdasarkan dalil syar’i dikenal dengan sebutan bid’ah qhabibah.
Bahkan imam syafi’i melakukan perbedaan istilah bid’ah dengan menyatakan bahwa suatu perbuatan yang pelaksanaanya sudah memiliki landasan secara syar’i. Sekalipun dalam realitasnya belum diperlakukan oleh ulama’ salaf, namanya bukan bid’ah. Hal ini dapat dilacak dari adanya pernyataan Imam al-syafi’i RA

Imam al-Syafi’i RA berkomentar bahwa, setiap sesuatu yang sudah memiliki landasan dari dalil-dalil syara’, maka hal itu bukanlah termasuk bid’ah, sekalipun belum pernah dilakukan oleh ulama’ salaf, sebab sikap mereka yang meninggalkan hal tersebut disebabkan adanya beberapa faktor, diantaranya ialah:
- Adanya alasan yang sedang terjadi pada saat ini
- Adanya amalan lan yang nilanya lebih utama
- Perbuatan tadi benar-benar belu atau tidak diketahui oleh mereka.
Dari pernyataan imam al-syafi’i seperti inilah. Para ahli memberikan komentar tentang klasifikasi muhdatsah (hal baru). Sekalipun berbeda-beda dalam memberikan istilah, diantaranya ialah:
1. Imam rofi’iy
Berkomentar bahwa Muhdatsah itu dapat diklarifikasikan itu dapat diklasifikasikasi menjadi dua, dengan enggunakan istilah:
a. Bid’ah Dlolalah
Yaitu hal baru yang bertentangan dengan al-Qur’an, al-Sunnah, al-Atsar dan ijma’.
b. Bid’ah tidak tercela
Yaitu hal baru yang bertentangan dengan al-Qur’an,al-Sunnah, al-Atsar atau ijma’.
2. Ibnu Hajar Al-Asqolaniy
Menyatakan bahwa bid’ah itu terbagi menjadi dua, dan istilah yang digunakan adalah:
a. Bid’ah Hasanah ( حَسَنَةْبِدْعَةُ )
b. Bid’ah mustaqbihah (  مُسْتَقْبِحَةبِدْعَةُ )
Dalam syara’ bid’ah itu diucapkan sebagai lawan dari kata al-sunnah, akibatnya bid’ah itu pasti tercela. Pada hakikatnya, jika bid’ah itu masuk kedalam naungan sesuatu yang dianggap baik menurut syara’. Maka sebutan tersebut termasuk bid’ah hasanah. Jika masuk kedalamnaungan sesuatu yang dianggap buruk menurut syara’. Maka ia termasuk sekelompok bid’ah mustaqbahah (tercela). Jika tidak termasuk dalam naungan keduanya . maka ia menjadi salah satu bagian bid’ah yang berstatus mubah.
3. Imam badruddin al-Ainiy (763-855 H/1361-1451 M)
Berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi dua, dengan menggunakan istilah:
a. Bid’ah hasanah
b. Bid’ah mustaqbihah
Bid’ah itu terbagi menjadi dua, yaitu jika masuk kedalam naungan sesuatu tindakan yang dianggap baik oleh syara’. Maka ia dikenal dengan sebutan bid’ah hasanah, jika masuk kedala naungan sesuatu yang dianggap buruk oleh syara’, maka ia disebut dengan istilah bid’ah tercela.
4. Ibnu al-Atsir al-Jaziriy
Berpendapat bahwa bid’ah itu dua macam yaitu, bid’ah Huda (bid’ah yang sesuai syara’, dan bid’ah dlolal (sesat) yang menyalahi perintah Allah dan rasul-Nya SAW. Termasuk kelompok bid’ah tercela dan tertolak. Bid’ah yang keberadaannya dibawah naungan keumuman perintah Allah dan dorongan Allah dan rasul-Nya. Maka ia termasuk kelompok bid’ah terpuji. Sedangkan bid’ah yang belum pernah mempunya kesamaan seperti semacam kedermawanan dan perbuatan kebajikan, mmaka ia termasuk kelompok perbuatan yang terpuji dan tidak ungkin hal tersebut menyalahi syara’.
5. Ibnu Abdil Bar
Berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi dua, dengan menggunakan istilah:
a. Bid’ah tidak baik
b. Sebaik-baik bid’ah
Adapun perkataan umar sebaik-baik bid’ah, maka bid’ah dalam bahasa adalah menciptakan dan memulai sesuatu yang belum pernah ada. Maka bid’ah itu terjadi di dalam agama yang menyalahi sunnah yang telah berlaku, maka bid’ah itu tidak baik, dan wajib mencela dan melarangnya, dan wajib pula menyuruh menjahuidan meninggalkan pelakunya, jika sudah jelas keburukan alirannya. Sedangkan bid’ah yang tidak menyalahi dasar syari’ah dan sunnah, maka itulah sebaik-baik bid’ah.
6. Imam izzuddin bin Abdis Salam
Berpendapat bahwa klarifikasi bid’ah itu harus disesuaikan dengan klarifikasi hukum islam yang lima, sebagaimana yang diungkapkan beliau sendiri dalam kitabnya yang artinya: Bid’ah ialah mengerjakan sesuatu perbuatan yang tidak pernah terjadi pada masa rasulullah SAW. Bid’ah ini terbagi menjadi lima macam yaitu, bid’ah wajibah, bid’ah muharroah, bid’ah mandzubah, bid’ah makruhah dan bid’ah muhabah. Adapun untuk menetahui semmua itu, harus dilakukan dengan cara membandingkan bid’ah pada kaidah-kaidah syara’, artinya jika bid’ah itu masuk dalam kaidah wajib, maka ia menjadi bid’ah wajibah. Jika dalam kaidah haram, maka ia termasuk bid’ah muharromah.Jika masuk kedalam kaidah sunnah, maka ia termasuk bid’ah mandzubah. Jika masuk kedalam kaidah mubah, maka ia termasuk bid’ah mubahah. Contoh:
Pertama bid’ah Wajibah seperti:
i. Menekuni bidang ilmu Nahwu sebagai sarana untuk memahami al-Qur’an dan Hadis. Hal ini hukumnya wajib. Sebab menjaga syari’ah itu berstatus wajib dan tidak mungkin bisa menjaganya jika tidak mengetahui secara mendalam terhadap ilmu nahwa.
ii. Menekuni bidang studi jarkh wa ta’dil dalam ilmu hadist yang berstatus sholih dan yang dlo’if.
Kedua bid’ah muharromah:
Yaitu sesuatu hal yang tidak mempunyai dasar dalil dalam agama sekalipun belum ada pada masa Rasulallah Saw.
Ketiga , bid’ah Mandzubah
Yaitu sesuatu hal yang mempunyai dasar dalil dalam agama sekalipun belum ada pada masa Rasullah Saw. Contohnya:
- Mendirikan Sholat sunnah mutlak yang dilakukan sebanyak 100 rakaat dalam satu hari umpamanya, padahal agama tidak menuntut untuk melakukannya seperti itu. Akan tetapi ditemukan adanya anjuran agama untuk melakukan penambahan, seperti yang tertuang di dalam hadist Qudsi yang artinya: hambaku selalu melakukan pendekatan diri kepada-Ku sehingga Aku cinta padanya.
- Mendirikan sekolah-sekolah, jembatan-jembatan, dan setiap kebaikan yang belum pernah terjadi dan dikenal dimasa generasi islam pertama, seperti sholat tarowaikh dsb.



Keempat, bid’ah Makruhahseperti:
1. Memindahkan bangungan masjid
2. Menghiasi mushaf al-Qur’an
Kelima, bid’ah Mubahah
1. Memakan makanan atau minuman yang lezat-lezat
2. Berpakaian yang indah-indah
3. Memakai baju kebesaran
4. Tempat tinggal yang mewah.
7. Imam al-Shun’aniy
Berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi lima macam, sebagaimana ungkapan beliau sbb:
1. Bid’ah wajib, seperti memelihara ilmu-ilmu agama dengan membukukannya dan menolak aliran-aliran sesat dengan cara menegakan dasar sebagai argumentasinya.
2. Bid’ah mandzubah, seperti membangun madrasah-madrasah.
3. Bid’ah mubahah, seperti menyediakan makanan dan minuman yang lezat-lezat dan berpakaian indah.
4. Bid’ah Muharromah dan,
5. Bid’ah Makruhah yang contoh untuk keduanya ini sudah jelas.
Dari pembagian bid’ah seperti tersebut diatas, Imam al-Nawwiy berkomentar bahwa secara umum, bid’ah itu hanya ada dua macam, yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah kenyataan bahwa tidak semua yang baik itu berstatus wajib dan tidak semua yang buruk itu berstatus haram, sebab yang bak itu ada yang berstatus sunnah, dan ada pula yang berstatus mubah dan makruh.
Para ulama mengatakan bahwa bid’ah itu terbagi menjadi lima yatu:
1. Bid’ah wajibah
2. Bid’ah Mandzubah
3. Bid’ah Muharromah
4. Bid’ah Makhruhah
5. Bid’ah mubahah
Tipologi Bid’ah
1. Bid’ah Furu’ al-Din
Yang dimaksud dengan istilah bid’ah Puru’ al-Din ialah bid’ah yang terjadi dalam hal-hal yang berkaitan erat dengan persoalan hukum-hukum amaliyah fiqhiyyah.
Hal ini dikenal sebutan “Bid’ah Hasanah” dan terbagi menjadi lima kriteria.
2. Bid’ah Ushul Al-Din
Yang dimaksud dengan istilah Bid’ah Ushul al-Din ialah bid’ah yang terjadi dalam hal-hal yang berkaitan dengan persoalan keyakinan aqidah yang menyalahi keyakinan atau aqidah Nabi dan sahabatnya.
Adapun untuk mengetahui bid’ah dalam bidang keyakinan atau aqidah dapat dilihat dengan jelas dalam contoh-contoh klasik sebagai pijakan awal yaitu:
a. Bid’ah dalam sikte qodariyah
Yaitu bid’ah yang dilakukan oleh Ma’bad bin Khalid al-Juhainy di Bashroh. Dalam doktrinnya ia mengatakan bahwa semua perilaku perbuatan manusia yang bersumber dan inisiatif dirinya itu.
b. Bid’ah dalam sekte Jahamiyah
Yaitu bid’ah yang dilakukan pertama kali oleh jahn bin Shafyan dalam doktrinnya. Ia mengatakan bahwa manusia itu tidak mmemiliki peran apa-apa dalam usaha perbuatan yang akan dilakukannya.
c. Bid’ah dalam sikte Murji’ah
Yaitu sikte bid’ah yang berpendapat bahwa maksiat itu tidak akan memberikan pengaruh yang membahayakan . jangan diikuti dengan keimanan. Sebagaimana suatu ketaatan yang tidak akan berpengaruh positif jika disertai kekufuran.
d. Bid’ah dalam sikte khawarij
Yaitu bid’ah yang dilakukan pertama kali oleh kaum muslimin yang memberontak terhadap sayyidina Ali bin Abi Thalib atas kebijakan yang telah diambilnya dalam kasus Takhim.





C. Hadist Tentang Bid’ah
Hadits 1
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ اَحْدَثَ فِى اَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Hadits 2
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)
Hadits 3
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,
أَمَّا بَعْدُ فَأِنَّ خَىْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الآُمُور مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةِ ضَلاَلَة
 “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867).



Hadits 4
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أوصيكم بتقوى الله والسّمْع والطّاعة وأنْ عبْدا حبشيّا فأنه منْ يعشْ منْكمْ بعْد فسيرى اخْتلافا كثيْرا فعليْكم بسنّتى وسنّة الخلفاء المهْد يّين الّراشدين تمسّكوا بها وعضّوا عليْها بالنّواجد وأيّاكمْ ومحْدثات الآمور فأنّ كلّ محْدثة بدْعة وكلذ بدْعة ضلالة
 “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)
Hadits 5
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أنّاللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلّ صَا حِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ
 “Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya”  (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath no.4334. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 54).
Hadits 6
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ , لَيُرْفَعَنَّ أِلَىَّ رِجَلٌ مِنْكُمْ حَتَّى أِّذَا أَهْوَيْتُ لآنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُوْنِى فَأقُولُ أىْ رَبِّ أصْحَابِى يَقُولُ لاَ تَدْرى ما أحْدَثُوا بَعْدَكَ
 “Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Lalu ditampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku’. Allah berfirman, ‘Engkau tidak tahu (bid’ah) yang mereka ada-adakan sepeninggalmu’ “ (HR. Bukhari no. 6576, 7049).
Al’Aini ketika menjelaskan hadits ini beliau berkata: “Hadits-hadits yang menjelaskan orang-orang yang demikian yaitu yang dikenal oleh Nabi sebagai umatnya namun ada penghalang antara mereka dan Nabi, dikarenakan yang mereka ada-adakan setelah Nabi wafat. Ini menunjukkan setiap orang mengada-adakan suatu perkara dalam agama yang tidak diridhai Allah itu tidak termasuk jama’ah kaum muslimin. Seluruh ahlul bid’ah itu adalah orang-orang yang gemar mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada, juga orang-orang zhalim dan ahli maksiat, mereka bertentangan dengan al haq. Orang-orang yang melakukan itu semua yaitu mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada apa yang tidak ada ajarannya dalam Islam termasuk dalam bahasan hadits ini” (Umdatul Qari, 6/10).
Hadits 7
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَوَّلُ مَنْ يُغَيِّرُ سُنَّتِي رَجُلٌ مِنْ بَنِي أَمَيَّةَ
 “Orang yang akan pertama kali mengubah-ubah sunnahku berasal dari Bani Umayyah” (HR. Ibnu Abi Ashim dalam Al Awa’il, no.61, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 1749)
Dalam hadits ini Nabi mengabarkan bahwa akan ada orang yang mengubah-ubah sunnah beliau. Sunnah Nabi yang diubah-ubah ini adalah kebid’ahan.





BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bid’ah ialah suatu hal baru yang tidak terdapat pada konteks ajaran islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, atau dengan kata lain perbuatan maupun perkataan yang dianggap suatu cara agama, padahal itu hanya bersumber dari rasio dan akal manusia itu sendiri dan sama sekali tidak pernah diterangkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Untuk menghindarkan diri kita dari praktik dan perilaku yang akan menodai kemurnian ajaran Islam, hendaknya kita harus bisa memahami dan membedakan urusan yang berkenaan dengan ibadah, tidak boleh dicampur adukkan dengan tradisi-tradisi dan kebiasaan yang bukan berasal dari islam itu sendiri, dan tidak terdapat dalam dalil aqli dan naqli.
3.2 Saran
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan.











Daftar Pustaka
Al-hasyimiy, Muhammad Ma’shum Zainy. 2009. Ternyata NU tidak Bid’ah. Jombang: Darul
          Hikmah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar