“Riba Dalam Prespektif Islam”
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Islam serta sebagai bahan presentasi
DOSEN PENGAMPU
Anjar sulistiowati, SE. MM
DISUSUN OLEH
1. Anggraeni kartika risma Y. (18042057)
2. Fira Alfia (18042078)
3. Maghfirotul laili (18042087)
4. Mohammad irfani firmansyah (18042067)
5. Muhammad dwiki darmawan (18042098)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dan tak lupa pula shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw, yang telah membimbing umatnya hingga sampai pada zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini.
Makalah kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Islam, yang membahas tentang “Riba Dalam Prespektif Islam”. kami menyadari bahwa masih terdapat beberapa kelemahan atau kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, segala tegur sapa, kritik, koreksi dan saran yang diberikan akan kami sambut dengan kelapangan hati guna perbaikan pada masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan motivasi bagi siapa saja yang membaca dan memanfaatkan.
Lamongan, 14 Februari 2019
Penyusun
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 PENDAHULUAN 4
A.Latar Belakang Masalah 4
B.Rumusan Masalah 5
C.Tujuan 5
BAB II PEMBAHASAN 6
A.Pengertian Riba 6
B.Penyebab Haramnya Riba 7
C.Jenis Jenis Riba 7
D.Barang Barang Yang Haram Diribakan 8
E.Perbedaan Antara Riba Dan Jual Beli 9
F.Dampak Riba Pada Ekonomi 11
BAB III PENUTUP 12
A.Kesimpulan 12
B.Saran 12
DAFTAR PUSATAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah dan persepsi mengenai riba begitu hidupnya di dunia islam. Masyarakat islam madani yang ideal memiliki karakteristis yang selalu menonjolkan kehidupan yang berkeadilan sosioekonomi. Keadilan sosioekonomi akan menjangkau seluruh aspek kehidupannya baik sosial, ekonomi dan politik. Suatu institusi yang salah tentu akan mempengaruhi institusi yang lainnya. Bahkan dalam bidang bisnis dan ekonomi, semua harus menyatu dengan prinsip keadilan sehingga seluruh element akan terdorong untuk bersikap yang sama bukan malah sebaliknya, menyuarakan ketidak adilan sosioekonomi.
Salah satu ajaran Islam yang paling esensial dalam menegakkan keadilan dan menghapus segala bentuk eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah dengan melarang semua bentuk peningkatan kekayaan secara tidak adil (akl amwaalan-naas bil-bathil).
Dalam kehidupan kaum Muslimin yang semakin sulit ini, memang ada yang tidak memperduli¬kan lagi masalah halal dan haramnya bunga bank. Bahkan ada pendapat yang terang-terangan menghalalkannya. Ini dikarenakan keterlibatan kaum Muslimin dalam sistem kehidupan Sekularisme-Kapital-isme Barat serta sistem Sosialisme-Atheisme. Bagi yang masih berpegang teguh kepada hukum syariat Islam, maka berusaha agar kehidupannya berdiri di atas keadaan yang bersih dan halal. Namun karena umat pada masa sekarang adalah umat yang lemah, bodoh, dan tidak mampu membeda-bedakan antara satu pendapat dengan pendapat lain¬nya, maka mereka saat ini menjadi golongan yang paling bingung, diombang-ambing oleh berbagai pendapat dan pemikiran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Riba
2. Apa saja Penyebab Haramnya Riba
3. Apa saja Jenis Jenis Riba
4. Apa Barang Barang Yang Haram Diribakan
5. Apa Perbedaan Antara Riba Dan Jual Beli
6. Apa Dampak Riba Pada Ekonomi
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Riba
2. Mengetahui Penyebab Haramnya Riba
3. Mengetahui Jenis Jenis Riba
4. Mengetahui Barang Barang Yang Haram Diribakan
5. Mengetahui Perbedaan Antara Riba Dan Jual Beli
6. Mengetahui Dampak Riba Pada Ekonomi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Riba
Riba memiliki beberapa pengertian, baik dari segi bahasa maupun istilah. Dari segi bahasa, riba memiliki pengertian:
• Bertambahnya (azziyaadah). Salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang diutangkan.
• Berkembang atau berbunga (annaamu). Salah satu perbuatan riba adalah membuat harta uang atau lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain menjadi berbunga.
• Berlebihan atau menggelembung. Allah swt. Berfirman: “...kemudian apabila telah kami turunkan air (hujan) diatasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur...” (Q.S. Al-Hajj[22]:5).
• Naik dan tinggi. Allah swt. Berfirman: “...disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain...” (Q.S. An-Nahl[16]:92).
• Lebih banyak jumlah dan hartanya.
Sementara menurut istilah, Al-Mali menerangkan bahwa riba adalah akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut ukuran syarak ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya. Mu’athah artinya menyerahkan dan menerima tanpa ada ucapan.
Ukuran syarak adalah takaran untuk barang yang ditakar, timbangan untuk barang yang ditimbang, dan hitungan untuk barang yang dihitung, serta hasta untuk barang yang bisa diukur dengan hasta. Namun, sama dalam illat riba yaitu naqdiyah (bernilai uang) dalam uang dan tha’miyah (makanan) untuk bahan makanan, dan tidak termasuk dalam ruang lingkup definisi ini jika ia menjual gandum dengan beberapa dirham walaupun diakhirkan pembayarannya.
Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut syarak atau terlambat salah satunya. Sementara Syaikh Muhammad Abdul berpendapat bahwa riba adalah penambahan-penambahan yang disyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya) karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan. Jadi, menurut ahli fikih, riba adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak semua tambahan akan dianggap riba karena tambahan terkadang dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba didalamnya. Tambahan yang diistilahkan sebagai “riba” yang diharamkan didalam al-qur’an adalah tambahan yang diambil sebagai ganti tempo. Qatadah mengungkapkan: “sesungguhnya riba orang jahiliah adalah seseorang menjual satu jualan sampai tempo tertentu dan ketika jatuh tempo dan orang yang berutang tidak bisa membayarnya, dia menambah utangnya dan melambatkan tempo.
B. Penyebab Haramnya Riba
Allah swt. Berfirman dalam banyak ayat al-qur’an yang menjadi dasar diharamkannya riba:
“...allah telah meghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (Q.S. Al-Baqarah[2]:275).
“wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada allah agar kamu beruntung”. (Q.S. Ali-Imran[3]:130).
“dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan kami sediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka azab yang pedih”. (Q.S. An-Nisa[4]:161).
“allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah...” (Q.S. Al-Baqarah[2]:276).
“wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman”. (Q.S. Al-Baqarah[2]:278).
“dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan allah...”(Q.S. Ar-Rum[30]:39).
Sabda rasulullah saw. pun menunjukkan keharaman dari riba bagi manusia:
“satu dirham uang riba yang dimakan seseorang, sedangkan orang tersebut mengetahuinya, dosa perbuatan tersebut lebih berat daripada dosa enam puluh kali zina”. (riwayat ahmad).
“riba memiliki enam puluh pintu dosa, dosa yang paling ringa dari riba ialah seperti dosa anak yang berzina dengan ibunya”. (riwayat ibnu jarir).
“rasulullah saw. melaknat pemakan riba, dua saksinya, dua penulis jika mereka tahu yang demikian, mereka dilaknat lidah muhammad saw. pada hari kiamat”. (riwayat nasai).
“mas dengan mas sama berat, sebanding dan perak dengan perak sama berat dan sebanding”. (riwayat ahmad).
“makanan dengan makanan yang sebanding”. (riwayat ahmad).
“ibnu abbas berkata: tak ada riba sesuatu yang dibayar tunai”. (riwayat ahmad).
Riba berjalan dengan mengambil harta orang lain tanpa ada imbangannya. Contohnya, seseorang menukarkan uang kertas lima puluh ribu rupiah dengan uang recehan senilai Rp 49.950. dari situ terdapat celah sebesar lima puluh rupiah dan itu tidak ada imbangannya. Artinya, uang lima puluh rupiah tersebut adalah riba. Riba pun membuat orang menjadi malas berusaha, terutama yang sesuai dengan syarak. Riba akan membuat orang berpikir, buat apa kerja susah payah sementara dengan riba dirinya bisa mendapatkan alisan uang dengan mudah. Pada hal, tertentu saja bunga sebesar dua persen itu adalah riba dan haram hukumnya dalam islam. Hakikatnya, kita menolong orang lain untuk meringankan bebannya serta mendapatkan kebaikan dan pahala dari allah swt. Namun,dengan menambahkan riba maka keberkahannya pun akan menjadi hilang dan justru akan menyusahkan orang lain karena sama saja dengan memerasnya.
C. Jenis Jenis Riba
Menurut ibnu qayyim al-jauziyyah dalam kitab I’Iam al-muwaqqi’in, ada dua jenis riba, yaitu riba jali dan riba khafi. Riba jali sama dengan riba nasi’ah, sedangkan riba khafi merupakan jalan yang menyampaikan pada riba jali. Ibnu qayyim al-jauziah berpendapat bahwa riba jali adalah riba yang nyata bahaya dan mudaratnya, sedangkan riba nasi’ah dan riba khafi adalah riba yang tersembunyi bahaya dan mudaratnya.
Allah swt. Berfirman:
“...maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).” (Q.S. Al-Baqarah[2]:279).
Selain itu, ada pula jenis riba lain yaitu riba fadhli memiliki pengertian berlebih salah satu dari dua pertukaran yang diperjual belikan jika yang diperjual belikan sejenis, berlebih timbangannya pada barang-barang yang ditimbang, berlebih takarannya pada barang-barang yang ditakar, dan berlebihan ukurannya pada barang-barang yang diukur. Selanjutnya, riba nasi’ah adalah riba yang pembayarannya atau penukarannya berlipat ganda karena waktunya diundurkan, berbeda dengan riba fadhli tadi yang semata-mata berlebihan pembayan, baik sedikit maupun banyak.
Selanjutnya, ibnu qayyim menyatakan bahwa dilarang berpisah dalam perkara tukar-menukar sebelum ada timbangterima. Menurut sulaiman rasyid, dua orang yang bertukar barang atau melakukan jual beli sebelum serah terima mengakibatkan perbuatan tersebut menjadi riba.
Menurut sebagian ulama, riba dibagi menjadi empat macam, yaitu fadhli,qardhi,yad, dan nasa’. Salah seseorang dari mereka meminjamkan harta kepada orang lain hingga waktu yang telah ditentukan, dengan syarat bahwa dia harus menerima dari peminjam pembayaran lain menurut kadar yang ditentukan tiap-tiap bulan, sedangkan harta yang dipinjamkan semula jumlahnya tetap dan tidak bisa dikurangi. Jika peminjam belum dapat mengembalikan uang pokok pinjaman tersebut, dia minta tangguh sehingga yang meminjamkan dapat menerima tangguhan tersebut dengan syarat pinjaman pokok harus dikembalikan lebih dari semula.
Jika seseorang menjual benda yang mungkin mendtangkan riba menurut jenisnya, seperti seseorang menjual salah satu dari dua macam mata uang, yaitu emas dan perak dengan sejenia, atau bahan makanan, seperti beras dengan beras dan lainnya maka haruslah memenuhi syarat-syarat:
• Sama nilainya (tamasul)
• Sama ukurannya menurut syarak, baik timbangannya, takarannya maupun ukurannya.
• Sama-sama tunai (taqabuth) dimajelis akad.
Adapun kasus-kasus berikut termasuk riba pertukaran:
• Seseorang menukar langsung uang kertas sepuluh ribu rupiah dengan uang recehan sebesar Rp 9.950. uang lima puluh rupiah tidak ada imbangannya atau tidak tamasul. Oleh karena itu, uang lima puluh rupiah tergolong riba.
• Seseorang meminjamkan uang sebanyak seratus ribu rupiah dengan syarat dikembalikan dengan tambahan sepuluh persen dari pokok pinjaman. Sepuluh persen dari pokok pinjaman tersebut adalah riba sebab tidak ada imbangannya.
• Seseorang menukarkan satu kilogram beras merah dengan satu kilogram beras hitam. Pertukaran tersebut tergolong riba karena beras harus ditukar dengan beras sejenis dan tidak boleh dilebihkan salah satunya. Jalan keluarnya adalah dengan menjual beras merah terlebih dahulu dan uangnya kemudian digunakan untuk membeli beras hitam.
D. Barang-Barang Yang Haram Diribakan
Emas, perak, gandum (al-burr), gandum barli (asy-sya’ir), kurma, dan garam termasuk kedalam barang-barang yang haram diribakan. Hal ini merujuk pada hadis yang diriwayatkan dari ubadah bin ash-shamit, ia berkata bahwa rasulullah saw. bersabda:
“jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membaterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim, no. 1587).
Emas dan perak haram diribakan karena illat yang sama, yaitu keduanya termasuk barang berharga sehingga diharamkan riba didalamnya. Sementara barang-barang yang lain tidak diharamkan untuk melakukan transaksi riba didalamnya. Contohnya, besi, tembaga, dan bubuk mesiu,juga uang logam (al-fulus) jika laku seperti lakunya uang emas dan perak (an-nuqud). Riba juga tidak diharamkan dalam keseluruhan barang komoditas dagang, seperti kapas, kain, kain wol, benang, dan sebagainya, barang-barang ini boleh diperjual belikan (barter) satu sama lainnya dengan ada kelebihan dan tidak kontan (pembayaran tunda).
Imam asy-syafi’i dalam qaul jadid mengatakan bahwa illat pengharaman riba dalam transaksi jual beli keempat barang diatas adalah karena keempatnya termasuk barang yang dimakan.
Pertama, barang tersebut berupa makanan pokok. Contohnya, gandum dan gandum barli, juga beras, jagung, dan makanan-makanan pokok lain yang sesuai dengan adat kebiasaan, yang diperoleh dengan cara membeli, menanam, menyimpan, atau lainnya. Namun, untuk air bersih, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa air bisa diikutsertakan dengan makanan pokok karena termasuk kebutuhan primer.allah juga menyebutnya sebagai makanan:
“...dan barang siapa tidak meminumnya maka dia adalah pengikutku kecuali menciduk seciduk dengan tangan...” (Q.S. Al-Baqarah[2]:249).
Ada pula yang mengatakan bahwa air bersih dikonsumsi demi kemanfaatannya bagi tubuh manusia sehingga lebih mirip obat-obatan dari pada makanan.
Kedua, buah dan lauk. Setiap benda yang sama maknanya dengan buah dan lauk bisa dimasukkan kedalam kategori ini. Contohnya, buah apel, lauk tempe, dan sebagainya.
Ketiga, benda tersebut berguna untuk memperbaiki rasa makanan dan kesehatan tubuh. Hadis telah menyebutkan kata garam. Jadi, setiap benda yang sama fungsinya, yaitu untuk memperbaiki gizi dan kesehatan badan bisa diikutsertakan kedalam kategori ini. Kemudian, tidak ada riba pada semua jenis hewan, baik yang membolehkan menjualnya, seperti ikan kecil, atau yang belum besar karena biasanya bukan untuk dimakan. Hal ini seperti yang dituturkan oleh abdullah bin amr bin al- ash: “rasulullah memerintahkan saya untuk menyiapkan bekal pasukan, namun unta-unta sudah habis, lalu baginda menyuruh saya untuk menjual satu ekor unta dengan empat ekor unta dan tidak ada riba pada kulit-kulit yang biasanya tidak dimakan karena memang kulit unta tidak diciptakan untuk dimakan.
E. Perbedaan Antara Riba Dan Jual Beli
Dalam jual beli ada ‘iwadh (ganti) sebagai bayaran dari ‘iwadh yang lain. Sementara dalam riba ada tambahan (bunga) dan tidak ada gantinya. Dalam jual beli, si pembeli selalu bisa memanfaatkan barang yang dibelinya dengan satu pemanfaatan yang hakiki. Contohnya, jika dirinya membeli beras maka dia membeli barang tersebut untuk dimanfaatkan menjadi berbagai kebutuhan, seperti dimasak dan dimakan,dibuat bubur, atau dijual kembali. Ditambah lag, harga yang menjadi ganti terhadap barang yang dijual didapatkan dengan penuh rasa rida antara kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli. Adapun dalam riba, bunga diberikan tanpa rasa rida dan pilihan, justru karena terpaksa dan terdesak keadaan.
F. DAMPAK RIBA PADA EKONOMI
Riba yang banyak terjadi saat ini merupakan pengembangan harta yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Masalah siklus-siklus ekonomi ini menjadi penting dalam perekonomian secara keseluruhan. Para ekonom berpendapat bahwa penyebab utama krisis ekonomi adalah bunga yang dibayar sebagai pinjaman modal, atau dengan kata lain adalah riba.
Riba dapat memicu overproduksi. Riba membuat daya beli sebagian besar masyarakat lemah sehingga persediaan barang dan jasa semakin tertimbun. Akibatnya, perusahaan macet karena produksinya tidak laku, terjadi pengangguran tenaga kerja demi menghindari kerugian yang lebih besar, dan akhirnya berujung pada melonjaknya pengangguran.
Dalam sebuah kesempatan, lord keynes pun pernah mengeluh dihadapan majelis tinggi (house of lord) inggris tentang bunga yang diambil oleh pemerintah amerika serikat. Hal tersebut menunjukkan bahwa negara besar seperti inggris pun terkena musibah dari bunga pinjaman amerika.
Dampak bagi hubungan perorangan maupun antarnegara antara lain :
1. Potensi ekploitasi terhadap pihak yang lemah dan keuntungan lebih berpihak pada orang orang kaya.
2. Alokasi sumber daya ekonomi tidak efisien.
3. terlambatnya investasi
4. Riba dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan mengurangi semangat kerja sama/saling menolong dengan sesama manusia
5. Menimbulkan tumbuhnya mental pemboros dan pemalas.
6. Riba merupakan salah satu bentuk penjajahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
• Riba memiliki beberapa pengertian, baik dari segi bahasa maupun istilah, salah satunya adalah “bertambah”. Menurut ahli fikih, riba adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tambahan yang diharamkan dalam al-qur’an adalah tambahan yang diambil sebagai ganti tempo.
• Perbedaan riba dengan jual beli adalah dalam jual beli ada ‘iwadh (ganti) sebagai bayaran dari ‘iwadh yang lain. Sementara dalam riba ada tambahan (bunga) dan tidak ada gantinya. Dalam jual beli, si pembeli selalu bisa memanfaatkan barang yang dibelinya dengan satu pemanfaatan yang hakiki.
• Banyak ekonom berpendapat bahwa penyebab utama krisis ekonomi adalah bunga yang dibayar sebagai pinjaman modal, atau dengan kata lain adalah riba. Riba juga dapat memicu overproduksi. Riba membuat daya beli sebagian besar masyarakat lemah sehingga persediaan barang dan jasa semakin tertimbun. Akibatnya, perusahaan macet dan berujung pada pengangguran.
B. Saran
Agar Kita Tetap Menhadi Muslim Yang Berpegang Teguh Pada Syariat Islam, Kita Sebaiknya Dapat Menahan Diri Dan Menjauhi Segala Larangan Allah Swt. Dengan Memperkuat Iman Kita Pada Allah Swt, Kita Dapat Hidup Dengan Tenang, Bahagia Dunia Maupun Di Akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Machmud amir. (2017). Ekonomi islam untuk dunia yang lebih baik. Jakarta: PT Salemba Empat.