MAKALAH
“PENGERTIAN NU DAN PENGEMBANGANNYA”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam III (PAI III)
Dosen pengampu: Erna Ningsih, M.Pdl
Disusun Oleh Kelompok 2:
1. Anggraeni Kartika R.Y (18042057)
2. Ismawati (18042073)
3. Tita Anggraini (18042074)
UNIVERSITAS ISLAM DARUL’ ULUM LAMONGAN
FAKULTAS EKONOMI
PRODI MANAJEMEN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya kami selaku penyusun Makalah Tugas Mandiri PENGERTIAN NU DAN PENGEMBANGANNYA dapat menyelesaikan tugas yang diberikan pada pembahasan materi kali ini. Makalah ini adalah tugas mandiri yang kami tujukan kepada Dosen mata kuliah PENDIDIKAN AGAMA ISLAM III.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memenuhi kewajiban tugas mata kuliah PENDIDIKAN AGAMA ISLAM III, Saya juga menyadari bahwa Makalah Tugas Mandiri Lembaga Keuangan Islam ini masih perlu ditingkatkan lagi mutunya dan informasinya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat saya harapkan.
Penyusun
Lamongan, Februari 2020
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Nahdlatul ‘Ulama 2
2.2 Sejarah Nahdlatul ‘Ulama 2
2.3 Tokoh-Tokoh Dan Ajaran Nahdlatul ‘Ulama 3
2.4 Peran Nahdlatul ‘Ulama Dalam Kemerdekaan 4
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan 8
3.2 Saran 8
Daftar Pustaka 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
NU adalah organisasi keagamaan sekaligus organisasi kemasyarakatan terbesar dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, mempunyai makna penting dan ikut menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia, NU lahir dan berkembang dengan corak dan kulturnya sendiri. Sebagai organisasi berwatak keagamaan Ahlussunnah Wal Jama'ah, maka NU menampilkan sikap akomodatif terhadap berbagai madzhab keagamaan yang ada di sekitarnya. NU tidak pernah berfikir menyatukan apalagi menghilangkan mazdhab-mazdhab keagamaan yang ada. Dan sebagai organisasi kemasyarakatan, NU menampilkan sikap toleransi terhadap nilai-nilai lokal. NU berakulturasi dan berinteraksi positif dengan tradisi dan budaya masyarakat lokal. Dengan demikian NU memiliki wawasan multikultural, dalam arti kebijakan sosialnya bukan melindungi tradisi atau budaya setempat, tetapi mengakui manifestasi tradisi dan budaya setempat yang memiliki hak hidup di Republik Indonesia tercinta ini.
Sebagai warga negara Indonesia, terkhusus sebagai warga Nahdlatul ‘Ulama alangkah baiknya kita mengetahui lebih dalam mengenai apa itu Nahdlatul ‘Ulama. Banyak hal yang bisa kita temukan dan kita kaji dalam perkembangan organisasi ini sehingga kita dapat memetik segala hikmah kebaikan yang bisa dijadikan motivasi dan semangat untuk kehidupan kita. Dalam Makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan sedikit tentang apa itu Nahdlatul ‘Ulama, bagaimana sejarah terbentuknya, siapa tokoh-tokoh, dan pearn dalam kemerdekaan di ajaran Nahdlatul ‘Ulama ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Nahdlatul ‘Ulama (NU)?
2. Bagaimana sejarah berdirinya Nahdlatul ‘Ulama (NU)?
3. Siapa saja tokoh-tokoh yang berperan di Nahdlatul ‘Ulama (NU)?
4. Bagiamana peran Nahdlatul ‘Ulama (NU) dalam kemerdekaan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu Nahdlatul ‘Ulama
2. Memahami sejarah Nahdlatul ‘Ulama
3. Mengetahui tokoh-tokoh Nahdlatul ‘Ulama
4. Mengetahui peran Nahdlatul ‘Ulama dalam kemerdekaan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Nahdlatul ‘Ulama
Nahdlatul ‘Ulama berasal dari kata “Nahdlah” dan “Ulama”. Nadlah memiliki arti kebangkitan, “Kebangkitan” itu sendiri pada dasarnya mengandung arti yang lebih aktif jika dibandingkan dengan kata “Perkumpulan” atau “ Perhimpunan”. Sedangkan Ulama artinya alim ulama atau para kiayi.
Seperti kita ketahui para ulama merupakan panutan umat dimana umat akan mengikutinya, oleh karena itu dengan kepemimpinan para ulama diharapkan arah kebangkitan dan kejayaan umat islam serta kaum muslimin akan lebih terlihat jelas dan nyata.
Kesimpulan di atas menunjukkan nahdlatul ‘Ulama (NU) mempunyai arti yaitu sebuah organisasi yang begitu besar yang terdiri dari banyak orang untuk mencapai tujuan tertentu.
2.2 Sejarah Kelahiran Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama, disingkat NU, artinya kebangkitan ulama. Sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama pada tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H di Surabaya.
Latar belakang berdirinya NU berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia islam kala itu. Pada tahun 1924, Syarif Husein, Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi. Kala itu tersebarlah berita penguasa baru itu akan melarang semua bentuk amaliah keagamaan ala kaum Sunni, yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di tanah Arab, dan akan menggantinya dengan model Wahabi. Pengalaman agama dengan sistem bermadzhab,Tawasul,Ziarah kubur,akan segera dilarang.
Dengan dalih demi kejayaan islam Raja Ibnu Saud berencana meneruskan kekhalifahan islam yang terputus di Turki untuk itu dia berencana menggelar Muktamar Khalifah di kota Suci Makkah. Seluruh negara islam di dunia akan diundang termasuk Indonesia. Awalnya, utusan yang direkomendasikan adalah HOS Cokroaminoto (SI), K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah) dan K.H.Abdul Wahab Hasbullah (Pesantren). Namun ada permainan licik diantara kelompok yang mengusung para calon utusan Indonesia dengan alasan Kiai Wahab tidak mewakili organisasi resmi, maka namanya dicoret dari daftar calon utusan.
Peristiwa itu menyadarkan para ulama pengasuh pesantren akan pentingnya sebuah organisasi. Sekaligus menyisakan sakit hati yang mendalam,karena tidak ada lagi yang bisa dititip sikap keberatan akan rencana raja Ibnu Saud yang akan mengubah model beragama di Makkah. Para ulama pesantren sangat tidak bisa menerima kebijakan raja yang anti kebebasan bermadzhab, anti maulid Nabi, anti ziarah makam, dan lain sebagainya. Bahkan santer terdengar berita makam Nabi Muhammad Saw pun berencana digusur.
Bagi para Kiai pesantren, pembaruan adalah suatu keharusan. K.H.Hasyim Asy’ari juga tidak mempersoalkan dan bisa menerima gagasan para kaum modernis untuk menghimbau umat islam kembali pada ajaran islam. Namun Kiai Hasyim tidak bisa menerima sistem bermadzhab.
Disamping itu, karena ide pembaruan dilakukaan dengan cara melecehkan, merendahkan dan membodoh- bodohkan, maka para ulama pesantren menolaknya. Bagi mereka pembaruan tetap dibutuhkan,namun tidak meninggalkan khazanah keilmuan yang sudah ada. Karena latar belakang yang mendesak itulah akhirnya Jam’iyah Nahdlatul Ulama didirikan.
Pendiri resminya adalah Hadratus Syeikh K.H.Hasyim Asy’ari, pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang Jawa Timur. Sedangkan yang bertindak sebagai arsitek dan motor penggerak adalah K.H. Abdul Wahab Hasbullah, pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang ia sendiri adalah murid utama kiayi Hasyim yang lincah, energik dan banyak akal.
2.3 Tokoh-Tokoh Dan Ajaran Nahdlatul ‘Ulama
A. Tokoh-Tokoh dalam Nahdlatul ‘Ulama.
I. Kiyai Kholil
Kiyai Kholil lahir Selasa 11 Jumadil Akhir 1235 di Bangkalan Madura nama ayahnya Abdul Latif, beliau sangat berharap dan memohon kepada Allah SWT agar anaknya menjadi pemimpin ummat. Syaikhona Kholil Bangkalan, guru KH. Hasyim Asy’ari, yang menugaskan KH. As’ad Syamsul Arifin untuk memberikan tasbih dan tongkat kepada KH. Hasyim Asy’ari di Jombang, sebagai isyarat awal pendirian NU.
Pada tahun 1859 ketika berusia 24 tahun Kiyai Kholil memutuskan untuk pergi ke Mekkah dengan biaya tabungannya, sebelum berangkat beliau dinikahkan dengan Nyai ‘Asyik. Di Mekkah beliau belajar pada Syeikh di Masjidil Haram tetapi beliau lebih banyak mengaji pada para Syeikh yang bermazdhab Syafi’i . Sepulang dari Mekkah beliau dikenal sebagai ahli fiqih dan thoriqot bahkan ia memadukan kedua ilmu itu dengan serasi dan beliau juga hafizd kemudian beliau mendirikan pesantren di Desa Cengkebuan.
Kiyai Kholil wafat tanggal 29 Ramadlan 1343 H dalam usia 91 th. hampir semua pesantren di Indonesia sekarang masih mempunyai sanad dengan pesantren Kiyai Kholil. . Makam Syaikhona Kholil berada di Bangkalan, Madura, Jombang.
II. K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari
Hasyim Asy’ari, seorang ‘ulama yang luar biasa hampir seluruh kiyai di Jawa memberi gelar Hadratus Syeikh (Maha Guru) beliau lahir selasa kliwon 24 Dzulqa’dah 1287 H bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 di Desa Gedang, Jombang. Ayahnya bernama K.Asy’ari Demak Jawa Tengah. Ibunya bernama Halimah putri dari Kiyai Utsman pendiri pesantren Gedang.
Beliau adalah Rais Akbar yang terpilih pada Muktamar NU Ke-1 di Surabaya 1926 sampai Muktamar Ke-17 di Madiun 1947.Dalam rangka mengabdikan diri untuk kepentingan ummat maka K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng, jombang pada tahun 1899 M. Dengan segala kemampuannya, Tebuireng kemudian berkembang menjadi “Pabrik” pencetak kiai.
Pada tanggal 17 Ramadlan 1366 H bertepatan dengan 25 Juli 1947M K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari Memenuhi panggilan Ilahi. . KH. Hasyim Asy’ari dimakamkan di Tebuireng Jombang Jawa Timur.
III. K.H. Abdul Wahab Hasbullah
Wahab Hasbullah adalah Rais ‘Aam yang terpilih pada muktamar NU Ke-18 pada 1950 di Jakarta sampai Muktamar NU Ke-24 di Bandung pada 1967.
Beliau adalah seorang ‘ulama yang sangat alim dan tokoh besar dalam NU dan bangsa Indonesia. Beliau dilahirkan di Desa Tambakberas, Jombang, Jawa Timur pada bulan Maret 1888. Semenjak kanak-kanak beliau dikenal kawan-kawannya sebagai pemimpin dalam segala permainan.
Langkah awal yang ditempuh K.H. Wahab Hasbullah kelak sebagai bapak pendiri NU, itu merupakan usaha membangun semangat nasionalisme lewat jalur pendidikan yang sengaja dipilih nama Nahdlatul Wathan yang berarti Bangkitnya Tanah Air. Beliau makamya di Tambakberas Jombang.
B. Ajaran Dalam Nahdlatul ‘Ulama
Nahdlatul ‘Ulama (NU) merupakan organisasi sosial keagamaan yang berhaluan Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah, sebagai wadah pengemban dan mengamalkan ajaran Islam Ala Ahadi al-Mazhabi al-Arba’ah dalam rangka mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Dengan kata lain sebagai salah satu ormas tertua, NU merupakan satu-satunya organisasi masa yang secara keseluruhan bahwa Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah sebagai mazhabnya. Sehingga, ketika NU berpegang pada mazhab, berarti mengambil produk hukum Islam (fiqh) dari empat Imam Mazhab, yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i dan mazhab Hambali. Dalam kenyataannya NU lebih condong pada pendapat Imam Asy-Syafi’i, oleh karenanya NU sering “dicap” sebagai penganut fanatik mazhab Syafi’i. Hal ini dapat dilihat dari cara NU mengambil sebuah rujukan dalam menyelesaikan kasus-kasus atau permasalahan-permasalahan yang muncul. Alasan yang sering dilontarkan adalah umat Islam Indonesia mayoritas bermazhab Syafi’i.
Nahdlatul ‘Ulama (NU) sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah yang bertujuan membangun atau mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT senantiasa berpegang teguh pada kaidah-kaidah keagamaan (ajaran Islam) dan kaidah-kaidah fiqh lainnya dalam merumuskan pendapat, sikap dan langkah guna memajukan jam’iyah tersebut. Dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan alam pikiran (pokok ajaran) Nahdlatul Ulama (NU) secara ringkas dapat dibagi menjadi tiga bidang ajaran yaitu; bidang aqidah, fiqh, dan tasawuf.
2.4 Peran Nahdlatul ‘Ulama Dalam Kemerdekaan
Peran dan perjuangan NU dalam setiap periodisasi sejarah Indonesia memang sudah tidak dapat diragukan lagi. NU menjadi salah satu garda terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya berhenti sampai di situ, NU juga terlibat aktif dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan berlanjut hingga saat ini. Besarnya pengaruh NU ini membuat pembahasan tentang peran dan perjuangan NU sangat menarik untuk diperdalam.
pahlawan nasional dan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama (NU). Kiai karismatik berjuluk Hadratus Syaikh yang berarti Maha Guru, ini dikenal sebagai ahli ilmu agama, khususnya tafsir, hadits dan fiqih.
Dia mengabdi kepada umat dengan mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Hasyim juga berdakwah ke daerah-daerah pada masanya.
Sedangkan gelar pahlawan dia dapat karena pada masa penjajahan belanda, Hasyim Asyari ikut mendukung upaya kemerdekaan dengan menggerakkan rakyat melalui fatwa jihad yang kemudian dikenal sebagai resolusi jihad melawan penjajah Belanda pada 22 Oktober 1945. Akibat fatwa itu, meledaklah perang di Surabaya pada 10 November 1945.
Menurut Ishom Hadzik (2000) dalam buku yang ditulis Zuhairi Misrawi berjudul "Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari: moderasi, keumatan, dan kebangsaan", pada masa penjajahan Belanda, Hasyim senantiasa berkomunikasi dengan tokoh-tokoh muslim dari berbagai penjuru dunia untuk melawan penjajahan.
Misalnya dengan Pangeran Abdul Karim al-Khatthabi (Maroko), Sultan Pasha Al-Athrasi (Suriah), Muhammad Amin al-Husaini (Palestina), Dhiyauddin al-Syairazi, Muhammad Ali, dan Syaukat Ali (India), serta Muhammad Ali Jinnah (Pakistan).Hasilnya pada 22 Oktober 1945, Hasyim dan sejumlah ulama di kantor NU Jatim mengeluarkan resolusi jihad itu. Karena itulah Hasyim diancam hendak ditangkap Belanda. Namun Hasyim tak bergeming, dia memilih bertahan mendampingi laskar Hizbullah dan Sabilillah melawan penjajah.
Bahkan ketika Bung Tomo meminta Kiai Hasyim mengungsi dari Jombang, Hasyim berkukuh bertahan hingga titik darah penghabisan. Hingga muncul sebuah kaidah (rumusan masalah yang menjadi hukum) populer di kalangan kelompok tradisional; hubb al-wathan min al-iman (mencintai tanah air adalah bagian dari iman).
Fatwa atau resolusi jihad Hasyim berisi lima butir. Seperti ditulis Lathiful Khuluq berjudul "Fajar Kebangunan Ulama, Biografi Kiyai Hasyim Asyari" yang diterbitkan LKiS pada 2000 lalu, butir Pertama resolusi jihad berbunyi; kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus wajib dipertahankan.
Butir ke dua; Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong. Ke tiga; musuh republik Indonesia yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan sekutu inggris pasti akan menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia.
Ke empat; umat Islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali. Ke lima; kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilo meter, sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu dalam bentuk material terhadap mereka yang berjuang.
Semangat dakwah antikolonialisme sudah melekat pada diri Hasyim sejak belajar di Makkah, ketika jatuhnya dinasti Ottoman di Turki. Menurut Muhammad Asad Syihab (1994), Hasyim pernah mengumpulkan kawan-kawannya, lalu berdoa di depan Multazam, berjanji menegakkan panji-panji keislaman dan melawan berbagai bentuk penjajahan.
Semangat itu dia bawa tatkala kembali ke Indonesia dan dia tularkan kepada anaknya, Wahid Hasyim. Kelak, Wahid Hasyim dipercaya menjabat sebagai Menteri Agama pertama pada era Presiden Soekarno.Sikap anti penjajahan juga sempat membawa Hasyim masuk bui ketika masa penjajahan Jepang. Waktu itu, kedatangan Jepang disertai kebudayaan 'Saikerei' yaitu menghormati Kaisar Jepang "Tenno Heika" dengan cara membungkukkan badan 90 derajat menghadap ke arah Tokyo setiap pagi sekitar pukul 07.00 WIB.
Budaya itu wajib dilakukan penduduk tanpa kecuali, baik anak sekolah, pegawai pemerintah, kaum pekerja dan buruh, bahkan di pesantren-pesantren. Bisa ditebak, Hasyim Asyari menentang karena dia menganggapnya 'haram' dan dosa besar.Membungkukkan badan semacam itu menyerupai 'ruku' dalam sholat, hanya diperuntukkan menyembah Allah SWT. Menurut Hasyim, selain kepada Allah hukumnya haram, sekalipun terhadap Kaisar Tenno Heika yang katanya keturunan Dewa Amaterasu, Dewa Langit.
Akibat penolakannya itu, pada akhir April 1942, Hasyim Asyari yang sudah berumur 70 tahun dijebloskan ke dalam penjara di Jombang. Kemudian dipindah ke Mojokerto, lalu ke penjara Bubutan, Surabaya. Selama dalam tawanan Jepang, Kiai Hasyim disiksa hingga jari-jari kedua tangannya remuk tak lagi bisa digerakkan.
Hasyim Asyari lahir di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 dengan nama lengkap Mohammad Hasyim Asyari. Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng dan organisasi NU. Kakek almarhum Gus Dur ini meninggal di Jombang, 25 Juli 1947 pada umur 72 tahun.
Dalam buku lain, 'Laskar Ulama-Santri & Resolusi Jihad: Garda Depan Menegakkan Indonesia (1945-1949)' yang ditulis oleh Zainul Milal Bizawie ingin menunjukkan bahwa sejarah seharusnya mengkaji dengan jernih adanya kepentingan politik yang terdapat dalam relasi kuasa (power relation), atau yang dikenal dengan politik pengetahuan (politic of knowledge). Dengan kata lain, perlunya kesadaran akan saling berkelindannya atau berjalan seiring antara penulisan sejarah dengan kekuasaan.
Bagian pertama buku ini mengungkapkan kajian mistifikasi yang dibangun secara simbolik sebagai dasar perjuangan ulama-santri. Bagi santri dan masyarakat, seorang ulama atau Kyai dianggap sebagai pengawal agama dan penunjuk jalan kebaikan. Posisi ulama atau Kyai sangat penting menjadi symbol perlawanan atau perjuangan. Kemampuannya dan kesaktiannya yang luar biasa akan memperteguh daya kohesi dan motivasi bagi santri dan masyarakat untuk memposisikan ulama sebagai panutan.
Dari bagian pertama hingga keenam, nampak bahwa ulama-santrilah yang mampu secara konsisten mengadakan perlawanan terhadap kolonial. Dengan kata lain, ulama dan pesantren menjadi simbol perlawanan kolonial. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa satu-satunya elemen bangsa yang tidak pernah terjajah oleh kolonial adalah ulama-santri dan pesantren, bahkan menjadi garda depan dalam menumpas kolonialisme.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nahdlatul ‘Ulama (NU) mempunyai arti yaitu sebuah organisasi yang begitu besar yang terdiri dari banyak orang untuk mencapai tujuan tertentu. Nahdlatul Ulama, disingkat NU, artinya kebangkitan ulama. Sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama pada tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H di Surabaya.
Yang melatar belakangi berdirinya NU adalah perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia islam kala itu. Pada tahun 1924 Raja Hajaz yang perpaham Sunni ditaklukan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi dan tersebarlah berita penguasa itu akan melarang semua bentuk amaliah. Tidak hanya itu Raja Ibnu Saud akan menggelar Muktamar yang akan dihadiri oleh utusan Indonesia namun rupanya ada kelickan disini yang menharuskan Kiai Wahab dicoret dari calon utusan. Peristiwa ini yang menyadarkan para ulama pengasuh pesantren akan pentingnya sebuah organisasi.
Adapun tokoh-tokoh NU antara lain :
1.Kiayi Kholil
2.K.H.Muhammad Hasyim Asya’ri
3. K.H.Abdul Wahab Hasbullah
Adapun ajaran-ajaran dalam NU antara lain :
1 .Berhaluan Ahlussunnah Waljamah
2. Keyakinan aqidahnya mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al-Asy’ari juga Imam Abu Mansur Al-Maturidi, kebenarannya diakui.
Peran dan perjuangan NU dalam setiap periodisasi sejarah Indonesia memang sudah diragukan lagi. NU menjadi salah satu garda terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, NU juga terlibat aktif mengisi kemerdekaan hingga detik ini.
3.2 Saran
Makalah ini masih banyak kekurangan, baik dan kapasitas materinya yang kurang ataupun dari segi bahasanya. Maka dari itu untuk perbaikan makalah-makalah yang selanjutnya, mohon kritik dan saran yang membangun sebagai bahan intropeksi kami dalam penyusunan sebuah makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahkam al-Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Pengantar DR K.H. MA. Sahal Mahfudh, LTNU Jatim bekerjasama dengan Khalista, 2007
Ajengan Cipasung, Biografi KH.Moh. Ilyas Ruhiat, IIp D.Yahya, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2006
Senin, 24 Februari 2020
Aswajah
MAKALAH
Ahlusunnah Waljama’ah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam III (PAI III)
DOSEN PENGAMPU
Erna Ningsih, M. PdI
DISUSUN OLEH
Kelompok 1 :
1. Adhitian Mahasti Syamsal 18042081
2. Ayuk Sulistyowati 18042089
3. Jessica Ratna Auliya 18042066
PRODI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM LAMONGAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengentahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Terima Kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Lamongan, 16 Februari 2020
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ahlussunnah Waljama’ah 2
2.2 Sejarah Ahlussunnah Waljama’ah 2
2.3 Tiga Sendi Ajaran Agama Islam 3
2.4 Tokoh-Tokoh Dalam Ahlussunnah Waljama’ah 6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan 7
3.2 Saran 7
Daftar Pustaka 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya agama islam menganjurkan terwujudnya persatuan dan kedamaian dalam tatanan hidup manusia secara umum dan pada tatanan pemeluk-pemeluknya secara khusus. Hal ini terdapat pada Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW khususnya yang bersinggungan langsung dengan persatuan kaum muslimin.
Namun realita yang terjadi di masyarakat tidak seperti yang di inginkan, perpecahan ada dimana-mana. Terbentuk golongan-golongan yang masing-masing merasa paling benar. Walaupun demikian Nabi Muhammad memberikan solusi untuk terhindar dari golongan-golongan sesat yang dapat memecah belah umat, dengan cara berpegang teguh pada golongan Ahlusunah Waljama’ah.
Karena hanya dengan berpegang teguh pada Al-Jama’ah dan mengikuti jejak Nabi Muhammad dan Sahabat-sahabatnya umat Islam akan selamat dari api neraka. Bahkan diyakini, bahwa Ahlusunah adalah sarana dan wadah untuk mempersatukan umat Islam.
Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk memehami konsepsi Ahlusunnah yang benar. Karena saat ini, pada tataran realitas telah didapatkan pengakuan-pengakuan dari kelompok tertentu yang mengklaim diirnya sebagai Ahlusunnah. Ironisnya, terkadang ada kelompok yang mengklain dirinyasatu-satunya Ahlusunnah Waljama’ah, sedangkan yang lainnya adalah bukan Ahlusunnah Waljama’ah. Padahal setelah ditelusuri, kelompok tersebut metodologi beragamanya masih jauh dari Ahlusunnah Waljama’ah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ahlusunnah Waljama’ah?
2. Bagaimana sejarah Ahlusunnah Waljama’ah?
3. Apa saja tiga sendiajaran agama Islam?
4. Siapa sajakah tokoh-tokoh Aswaja?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu Ahlusunnah Waljama’ah
2. Memahami sejarah Ahlusunnah Waljama’ah
3. Mengetahui tiga sendi ajaran agama Islam
4. Mengetahui tokoh-tokoh Ahlusunnah Waljama’ah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ahlussunnah Waljama’ah
Secara etimologis istilah Ahlusunnah Waljama’ah terbentuk dari tiga kata Ahlu, As-sunnah, Al-Jamaa’ah. Pertama kata ‘Ahlu’ mempunyai makna keluarga, pengikut, dan golongan. Kedua ‘As-Sunnah’ secara kebahasaan memiliki arti jalan dan perilaku, baik jalan itu benar atau kliru, di ridhoi ataupun tidak. Sedangkan ‘As-Sunnah’ secara terminologis memiliki arti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang selamat dari kesesatan dan hawa nafsu.
Sedangkan kata yang ketiga adalah Al-Jamaa’ah. Kata ini secara etimologis mempunyai arti orang-orang yang memelihara kebersamaan dan kolektifitas dalam mencapai suatu tujuan. Secara terminologis, kata Al-Jamaa’ah adalah mayoritas umat islam.
Dari uraian diatas bisa diambil kesimpulan bahwa Ahlusunnah Waljama’ah bisa diartikan sebagai golongan yang berpegang teguh pada Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah dan kesepakatan para mujtahid.
2. 2 Sejarah Ahlusunnah Waljama’ah
Ahlusunnah Waljama’ah merupakan istilah yang terbentuk dari situasi dan kondisi keagamaan umat islam saat itu. Saat itu umat islam tengah digerogoti oleh berbagai paham menyimpang (bid’ah). Istilah Ahlusunnah Waljama’ah menjadi semacam identitas yang membedakan antara golongan pengikut sunnah nabi dengan kelompok-kelompok ahli bid’ah.
Namun demikian pada awal kemunculannya, istilah Ahlusunnah Waljama’ah belum begitu popular di tengah masyarakat, sebab wabah paham-paham bid’ah belum begitu menjalar. Umat islam saat itu masih punya kecenderungan mengikuti tabi’in sebagai murid langsung dari para sahabat nabi yang tentunya lebih terjamin, baik secara ilmiah maupun amaliah.
Ketika pemerintahan islam beralih ke Dinasti Abassiyah, wabah bid’ah menemukan momentumnya, terutama bid’ah kelompok Muktazilah. Beberapa khalifah dari dinasti ini begitu menggandrungi filsafat Yunani. Bahkan khalifah Al-Ma’mun sampai mendirikan Perpustakaan Baitul Hikmah, sebagai lembaga yang ditugaskan untuk menerjemahkan karya-karya pemikir Yunani ke dalam bahasa Arab.
Ketika Muktazilah menjadi mazhab resmi negara, maka terjadilah malapetaka yang menimpa akidah umat Islam. Penguasa Abbasiyah memaksakan ajaran-ajaran Muktazilah kepada umat islam waktu itu. Diantaranyan adalah memaksakan ajaran “Al-Qur’an Makhluk” tetapi masyarakat dan para ulama’ pembela sunnah, seperti imam-imam mazhab empat, menentang keras ajaran tersebut karena bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah SAW.
Para imam mujtahid pembela sunnah nabi sudah tiada, namun ternyata wabah paham-paham menyimpang terus menggerogoti umat islam. Berikutnya, para pengikut dan murid-murid mereka yang tampil menegakkan akidah yang sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat. Diantara penerus itu adalah Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi.
Untuk menegakkan kembali akidah ulama’ salaf terdahulu, kedua imam ini menyusun dan merumuskan pokok-pokok akidah salafus salih yang sebelumnya tidak tersusun secara sistematis. Dalam melakukan perumusan Imam Al- Asy’ari dan Al-Maturidi tidak hanya menggunakan dalil-dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadis), tapi juga menyertakan argument-argumen rasional untuk memperkuat pemahan akidah para salafus salih. Mereka memahami Muktazilah yang rasionalis harus dihadapi dengan pemahaman rasionalis pula. Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi kemudian mengajarkan akidah salafus salih yang mereka rumuskan kepada khalayak umum guna membentengi akidah umat islam dari paham-paham bid’ah.
2.3 Tiga Sendi Ajaran Agama Islam
1. Sendi Yang Pertama “Akidah”
Akidah adalah sebuah keyakinan paling mendasar terkait pada aturan islam. Akidah menurut Asy’ari-Maturidi dalam ajaran Ahlusunah Waljama’ah memiliki ciri khas sebagai berikut :
a. Mengikuti Mainstream Al-Jama’ah
أَلَا إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِينَا فَقَالَ: أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ: ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
“Ketahuilah, ketika sedang bersama kami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahlu kitab berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga, yaitu al-jama’ah.” (HR. Abu Dawud no. 4597, dinilai hasan oleh Al-Albani)
Dari hadits diatas, beberapa ulama berpendapat tentang maksud Al-Jama’ah dan kaitannya dengan mazhab Al-Asy’ari dan Al-Maturidi. Berikut penjelasannya:
Pertama, kata al-jama’ah dalam hadits diatas mengarah pada pengertian golongan yang memang dikenal dengan nama al-jama’ah.
Kedua, al-jama’ah memiliki makna orang yang mengikuti ijmak ulama. Ijmak adalah kesepakatan para ulama dalam menentukan hukum mengenai suatu permasalahan suatu umat islam setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Ketiga, memelihara kebersamaan dan kolektivitas. Hal itu bisa terwujud apabila pengikut suatu golongan menjauhi perpecahan, meninggalkan sikap saling mengkafirkan, membid’ahkan dan memfasikkan, meskipun diantara mereka terjadi perbedaan pendapat.
Keempat, golongan mayoritas yang dimaksud adalah aliran yang diikuti oleh mayoritas umat islam.
b. Mengikuti Ajaran Nabi Muhammad SAW dan Sahabat
Di antara sifat Ahlusunah Waljama’ah adalah konsisten mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW dan sahabat beliau, sebagaimana ditegaskan dalam Hadits :
“…Para sahabat bertanya, “siapakah satu golongan itu wahai Rasulullah?” beliau menjawab “Golongan yang mengikuti ajaranku dan sahabatku.”(HR. Tirmidzi)”
c. Pengayom dan Rujukan Umat dalam Urusan Agama
Ciri khas Ahlusunah Waljama’ah adalah ulama-ulama mereka selalu tampil sebagai pengemban ilmu agama dan rujukan umat islam dalam setiap generasi.
2. Sendi Yang Ke-Dua “Syariah”
Fikih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur aspek kehidupan manusia. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa ruang gerak dinamis fikih dapat dilihat dalam tiga hal, Pertama, adanya nash-nash global yang pelaksanaannya memerlukan penafsiran dan penjabaaran lebih lanjut. Kedua, kita dapat mmemberi label hukum terhadap peristiwa baru dengan melihat nash-nash hukum pada peristiwa lain yang punya kausa yang sama disebut qiyas atau pengambilan hukum secara penalaran analogis. Ketiga, adanya kaidah-kaidah umum dan prinsip-prinsip maslahah sesuai dengan tujuan-tujuan syariat.
Apabila ketiga hal tersebut diaplikasikan dalam persoalan-persoalan kekinian, maka akan muncul sikap antisipatif, tidak menyikapi hasil-hasil ijtihad ulama-ulama salaf terdahulu secara kaku, malah mengembangkannya secara dinamis dan kreatif untuk mencari jawaban-jawaban ideal terhadap berbagai persoalan hidup yang terus membutuhkan solusi.
Dalam kaitannya dalam hal ini, kita dapat memahami pernyataan Imam Asyafi’i “Tidak ada sesuatu apapun yang dihadapi oleh manusia kecuali ia akan menemukan ketentuan-ketentuan hukumnya dalam Al-Qur’an.”
3. Sendi Yang Ke-Tiga “Tasawuf/Akhlaq”
Akhlaq adalah sikap yang melekat pada diri seseorangdan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku dan perbuatan.
Pokok-Pokok Ajaran Akhlaq
Syekh Yusuf Khattahar Muhammad salam al-al-Mausu’ah al-Yusufiyyah fi Bayani Adillatis Shuffiyah membagi pokok-pokok ajaran akhlaq pada lima :
1. Kebeningan Hati dan Mushabah
Orang yang ingin masuk ke dalam golongan prang-orang yang dekat kepada Allah tugas pertama yang harus dilakukan adalah mengoreksi diri (musahabah) dan menimbang amal perbuatan sebelum ditimbang oleh Allah SWT. selain itu dia juga harus membersihkan hatinya dan sifat-sifat tercela yang dapat mengotori diri.
2. Tujuannya hanya Allah
Kewajiban seorang sufi dalam segala perbuatan dan ucapannya harus didasarkan pada hati ikhlas dan selalu mengharap ridho Allah SWT.
3. Hidup Zuhud dan selalu Merasa Butuh Kepada Allah
Menjauhkan hatinya dari gemerlap dunia serta tidak tertipu dengan keindahannya. Oleh karena itu, banyak sufi yang memilih hidup fakir. Kefakiran merupakan alat yang paling ampuh untuk memutus tali yang menghubungkan antara seorang hamba dengan setan, sehingga sulit bagi setan untuk menguasainya. Dengan demikian seorang hamba bisa fokus untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT.
4. Memantapkan Hati Terhadap Belas Kasih dan Cinta
Kewajiban bagi orang yang hendak masuk ke dalam tasawuf adalah mencintai semua orang islam dan memuliakannya. Jika pilar ini benar-benar dilakukan, Allah mencurahkan kepadanya berbagai macam cahaya rahmat, dan selalu dipandang dengan pandangan ridho. Jika sudah demikian maka perbuatannya akan selalu diterima oleh Allah SWT.
5. Menghiasi Diri dengan Akhlaqul Karimah
Orang sufi harus selalu bersifat lemah lembut kepada keluarga, kerabat, dan seluruh orang islam.
2.4 Tokoh-Tokoh dalam Ahlusunah Waljama’ah
a. Di bidang Akidah ada dua tokoh :
1. Al-Asy’ari (Abu Hasan Ali Bin Isma’il Al-Asy’ari) lahir di Basrah 260H/ 874 M wafat 324 H/ 936 M, beliau masih yuriah sahabat Rasul, Abu Musa Al-Asy’ari.
2. Al-Maturidi (Abu Manshur Muhammad Bin Muhammad Bin Mahmud Al-Maturidi) lahir di Maturid dan wafat di Samarkand 333 H/ 944 M
b. Di bidang Fiqih ada empat tokoh :
1. Al- Hanafi (Abu Hanifah Annu’man bin Tsabit bin Zauti) lahir di Kuffah 80 H dan wafat 150 H.
2. Al-Maliki (Malik bin Anas bin Ammar Al-Asbahi Al-Yamani) lahir di Madinah 93 H wafat 179 H
3. Asy-Syafi’i (Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsmanbin Syafi’i bin Sa’ib bin Abu Yazid bin Hasyim bin Abd. Muthalib Abd Manaf) lahir Ghuzzah Palestina Jum’at Akhir bulan Rajab 150 H wafat 204 H.
4. Al-Hambali (Akhmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hasan Assyaibani Al-Marwadzi Al-Baghdadi) lahir di Baghdad Rabi’ul awal 164 H wafat 241 H.
c. Di bidang Akhlaq ada 2 tokoh :
1. Imam Al Junaidi Al-Baghdadi lahir di Nahawad Persia 210 H wafat 297 H/ 910 M
2. Imam Al-Ghazali (Abu Hamdi Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali) lahir di thus, kurasan, Iran tahun 450 H/156 M wafat 14 Jumadil Akhir 505 H/ 19 Desember 1111 M.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara etimologis istilah Ahlusunnah Waljama’ah terbentuk dari tiga kata Ahlu, As-sunnah, Al-Jamaa’ah. Pertama kata ‘Ahlu’ mempunyai makna keluarga, pengikut, dan golongan. Kedua ‘As-Sunnah’ secara kebahasaan memiliki arti jalan dan perilaku, baik jalan itu benar atau kliru, di ridhoi ataupun tidak. Sedangkan ‘As-Sunnah’ secara terminologis memiliki arti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang selamat dari kesesatan dan hawa nafsu.
Ketika pemerintahan islam beralih ke Dinasti Abassiyah, wabah bid’ah menemukan momentumnya, terutama bid’ah kelompok Muktazilah. Beberapa khalifah dari dinasti ini begitu menggandrungi filsafat Yunani. Bahkan khalifah Al-Ma’mun sampai mendirikan Perpustakaan Baitul Hikmah, sebagai lembaga yang ditugaskan untuk menerjemahkan karya-karya pemikir Yunani ke dalam bahasa Arab.
Ketika Muktazilah menjadi mazhab resmi negara, maka terjadilah malapetaka yang menimpa akidah umat Islam. Penguasa Abbasiyah memaksakan ajaran-ajaran Muktazilah kepada umat islam waktu itu. Diantaranyan adalah memaksakan ajaran “Al-Qur’an Makhluk” tetapi masyarakat dan para ulama’ pembela sunnah, seperti imam-imam mazhab empat, menentang keras ajaran tersebut karena bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah SAW.
Tiga sendi ajaran agama Islam yaitu, Akidah, Fikih, dan Akhlak/Tasawuf. Dan didalam Ahlusunnah Waljama’ah juga terdapat beberapa dapat dalam setiap bidang. Diantaranya : 1) Akidah yaitu Al-Asy’ari dan Al-Maturidi 2) Fikih yaitu Al- Hanafi, Al-Maliki, Asy-Syafi’i dan Al-Hambali 3) Akhlak/ Tasawuf Imam Al Junaidi Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali
3.2 Saran
Makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari kapasitas materinya yang kurang ataupun dari segi bahasanya. Maka dari itu untuk perbaikan makalah-makalah yang selanjutnya, mohon kritik dan saran yang membangun sebagai bahan instropeksi kami dalam penyusunan sebuah makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mausu’ah al-Yusufiyyah Fi Bayani Adillatis-Sufiyyah, Syekh Yusuf Khaththar Muhammad, Darut-Taqwa, 2003
Asy-Syafi’I, ar-Risalah, tt. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah
Ibn Rajab al Hanbali, Kasyf al-Kurbah fi Washfil-Ghurbah, (Kairo: Maktabah al-Qayyimah, tt.)
Sa’di Abu Jaib, Al-Qomush Al-Fiqhi Lughatan wa Ishtilahan, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1988)
Tim Batartama Pondok Pesantren Sidogiri, Trilogi Ahlusunah Akidah, Syariah, dan Tasawuf. Pasuruan, Pustaka Sidogiri Pondok Pesantren Sidogiri, 2012
Ahlusunnah Waljama’ah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam III (PAI III)
DOSEN PENGAMPU
Erna Ningsih, M. PdI
DISUSUN OLEH
Kelompok 1 :
1. Adhitian Mahasti Syamsal 18042081
2. Ayuk Sulistyowati 18042089
3. Jessica Ratna Auliya 18042066
PRODI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM LAMONGAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengentahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Terima Kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Lamongan, 16 Februari 2020
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ahlussunnah Waljama’ah 2
2.2 Sejarah Ahlussunnah Waljama’ah 2
2.3 Tiga Sendi Ajaran Agama Islam 3
2.4 Tokoh-Tokoh Dalam Ahlussunnah Waljama’ah 6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan 7
3.2 Saran 7
Daftar Pustaka 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya agama islam menganjurkan terwujudnya persatuan dan kedamaian dalam tatanan hidup manusia secara umum dan pada tatanan pemeluk-pemeluknya secara khusus. Hal ini terdapat pada Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW khususnya yang bersinggungan langsung dengan persatuan kaum muslimin.
Namun realita yang terjadi di masyarakat tidak seperti yang di inginkan, perpecahan ada dimana-mana. Terbentuk golongan-golongan yang masing-masing merasa paling benar. Walaupun demikian Nabi Muhammad memberikan solusi untuk terhindar dari golongan-golongan sesat yang dapat memecah belah umat, dengan cara berpegang teguh pada golongan Ahlusunah Waljama’ah.
Karena hanya dengan berpegang teguh pada Al-Jama’ah dan mengikuti jejak Nabi Muhammad dan Sahabat-sahabatnya umat Islam akan selamat dari api neraka. Bahkan diyakini, bahwa Ahlusunah adalah sarana dan wadah untuk mempersatukan umat Islam.
Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk memehami konsepsi Ahlusunnah yang benar. Karena saat ini, pada tataran realitas telah didapatkan pengakuan-pengakuan dari kelompok tertentu yang mengklaim diirnya sebagai Ahlusunnah. Ironisnya, terkadang ada kelompok yang mengklain dirinyasatu-satunya Ahlusunnah Waljama’ah, sedangkan yang lainnya adalah bukan Ahlusunnah Waljama’ah. Padahal setelah ditelusuri, kelompok tersebut metodologi beragamanya masih jauh dari Ahlusunnah Waljama’ah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ahlusunnah Waljama’ah?
2. Bagaimana sejarah Ahlusunnah Waljama’ah?
3. Apa saja tiga sendiajaran agama Islam?
4. Siapa sajakah tokoh-tokoh Aswaja?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu Ahlusunnah Waljama’ah
2. Memahami sejarah Ahlusunnah Waljama’ah
3. Mengetahui tiga sendi ajaran agama Islam
4. Mengetahui tokoh-tokoh Ahlusunnah Waljama’ah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ahlussunnah Waljama’ah
Secara etimologis istilah Ahlusunnah Waljama’ah terbentuk dari tiga kata Ahlu, As-sunnah, Al-Jamaa’ah. Pertama kata ‘Ahlu’ mempunyai makna keluarga, pengikut, dan golongan. Kedua ‘As-Sunnah’ secara kebahasaan memiliki arti jalan dan perilaku, baik jalan itu benar atau kliru, di ridhoi ataupun tidak. Sedangkan ‘As-Sunnah’ secara terminologis memiliki arti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang selamat dari kesesatan dan hawa nafsu.
Sedangkan kata yang ketiga adalah Al-Jamaa’ah. Kata ini secara etimologis mempunyai arti orang-orang yang memelihara kebersamaan dan kolektifitas dalam mencapai suatu tujuan. Secara terminologis, kata Al-Jamaa’ah adalah mayoritas umat islam.
Dari uraian diatas bisa diambil kesimpulan bahwa Ahlusunnah Waljama’ah bisa diartikan sebagai golongan yang berpegang teguh pada Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah dan kesepakatan para mujtahid.
2. 2 Sejarah Ahlusunnah Waljama’ah
Ahlusunnah Waljama’ah merupakan istilah yang terbentuk dari situasi dan kondisi keagamaan umat islam saat itu. Saat itu umat islam tengah digerogoti oleh berbagai paham menyimpang (bid’ah). Istilah Ahlusunnah Waljama’ah menjadi semacam identitas yang membedakan antara golongan pengikut sunnah nabi dengan kelompok-kelompok ahli bid’ah.
Namun demikian pada awal kemunculannya, istilah Ahlusunnah Waljama’ah belum begitu popular di tengah masyarakat, sebab wabah paham-paham bid’ah belum begitu menjalar. Umat islam saat itu masih punya kecenderungan mengikuti tabi’in sebagai murid langsung dari para sahabat nabi yang tentunya lebih terjamin, baik secara ilmiah maupun amaliah.
Ketika pemerintahan islam beralih ke Dinasti Abassiyah, wabah bid’ah menemukan momentumnya, terutama bid’ah kelompok Muktazilah. Beberapa khalifah dari dinasti ini begitu menggandrungi filsafat Yunani. Bahkan khalifah Al-Ma’mun sampai mendirikan Perpustakaan Baitul Hikmah, sebagai lembaga yang ditugaskan untuk menerjemahkan karya-karya pemikir Yunani ke dalam bahasa Arab.
Ketika Muktazilah menjadi mazhab resmi negara, maka terjadilah malapetaka yang menimpa akidah umat Islam. Penguasa Abbasiyah memaksakan ajaran-ajaran Muktazilah kepada umat islam waktu itu. Diantaranyan adalah memaksakan ajaran “Al-Qur’an Makhluk” tetapi masyarakat dan para ulama’ pembela sunnah, seperti imam-imam mazhab empat, menentang keras ajaran tersebut karena bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah SAW.
Para imam mujtahid pembela sunnah nabi sudah tiada, namun ternyata wabah paham-paham menyimpang terus menggerogoti umat islam. Berikutnya, para pengikut dan murid-murid mereka yang tampil menegakkan akidah yang sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat. Diantara penerus itu adalah Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi.
Untuk menegakkan kembali akidah ulama’ salaf terdahulu, kedua imam ini menyusun dan merumuskan pokok-pokok akidah salafus salih yang sebelumnya tidak tersusun secara sistematis. Dalam melakukan perumusan Imam Al- Asy’ari dan Al-Maturidi tidak hanya menggunakan dalil-dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadis), tapi juga menyertakan argument-argumen rasional untuk memperkuat pemahan akidah para salafus salih. Mereka memahami Muktazilah yang rasionalis harus dihadapi dengan pemahaman rasionalis pula. Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi kemudian mengajarkan akidah salafus salih yang mereka rumuskan kepada khalayak umum guna membentengi akidah umat islam dari paham-paham bid’ah.
2.3 Tiga Sendi Ajaran Agama Islam
1. Sendi Yang Pertama “Akidah”
Akidah adalah sebuah keyakinan paling mendasar terkait pada aturan islam. Akidah menurut Asy’ari-Maturidi dalam ajaran Ahlusunah Waljama’ah memiliki ciri khas sebagai berikut :
a. Mengikuti Mainstream Al-Jama’ah
أَلَا إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِينَا فَقَالَ: أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ: ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
“Ketahuilah, ketika sedang bersama kami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahlu kitab berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga, yaitu al-jama’ah.” (HR. Abu Dawud no. 4597, dinilai hasan oleh Al-Albani)
Dari hadits diatas, beberapa ulama berpendapat tentang maksud Al-Jama’ah dan kaitannya dengan mazhab Al-Asy’ari dan Al-Maturidi. Berikut penjelasannya:
Pertama, kata al-jama’ah dalam hadits diatas mengarah pada pengertian golongan yang memang dikenal dengan nama al-jama’ah.
Kedua, al-jama’ah memiliki makna orang yang mengikuti ijmak ulama. Ijmak adalah kesepakatan para ulama dalam menentukan hukum mengenai suatu permasalahan suatu umat islam setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Ketiga, memelihara kebersamaan dan kolektivitas. Hal itu bisa terwujud apabila pengikut suatu golongan menjauhi perpecahan, meninggalkan sikap saling mengkafirkan, membid’ahkan dan memfasikkan, meskipun diantara mereka terjadi perbedaan pendapat.
Keempat, golongan mayoritas yang dimaksud adalah aliran yang diikuti oleh mayoritas umat islam.
b. Mengikuti Ajaran Nabi Muhammad SAW dan Sahabat
Di antara sifat Ahlusunah Waljama’ah adalah konsisten mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW dan sahabat beliau, sebagaimana ditegaskan dalam Hadits :
“…Para sahabat bertanya, “siapakah satu golongan itu wahai Rasulullah?” beliau menjawab “Golongan yang mengikuti ajaranku dan sahabatku.”(HR. Tirmidzi)”
c. Pengayom dan Rujukan Umat dalam Urusan Agama
Ciri khas Ahlusunah Waljama’ah adalah ulama-ulama mereka selalu tampil sebagai pengemban ilmu agama dan rujukan umat islam dalam setiap generasi.
2. Sendi Yang Ke-Dua “Syariah”
Fikih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur aspek kehidupan manusia. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa ruang gerak dinamis fikih dapat dilihat dalam tiga hal, Pertama, adanya nash-nash global yang pelaksanaannya memerlukan penafsiran dan penjabaaran lebih lanjut. Kedua, kita dapat mmemberi label hukum terhadap peristiwa baru dengan melihat nash-nash hukum pada peristiwa lain yang punya kausa yang sama disebut qiyas atau pengambilan hukum secara penalaran analogis. Ketiga, adanya kaidah-kaidah umum dan prinsip-prinsip maslahah sesuai dengan tujuan-tujuan syariat.
Apabila ketiga hal tersebut diaplikasikan dalam persoalan-persoalan kekinian, maka akan muncul sikap antisipatif, tidak menyikapi hasil-hasil ijtihad ulama-ulama salaf terdahulu secara kaku, malah mengembangkannya secara dinamis dan kreatif untuk mencari jawaban-jawaban ideal terhadap berbagai persoalan hidup yang terus membutuhkan solusi.
Dalam kaitannya dalam hal ini, kita dapat memahami pernyataan Imam Asyafi’i “Tidak ada sesuatu apapun yang dihadapi oleh manusia kecuali ia akan menemukan ketentuan-ketentuan hukumnya dalam Al-Qur’an.”
3. Sendi Yang Ke-Tiga “Tasawuf/Akhlaq”
Akhlaq adalah sikap yang melekat pada diri seseorangdan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku dan perbuatan.
Pokok-Pokok Ajaran Akhlaq
Syekh Yusuf Khattahar Muhammad salam al-al-Mausu’ah al-Yusufiyyah fi Bayani Adillatis Shuffiyah membagi pokok-pokok ajaran akhlaq pada lima :
1. Kebeningan Hati dan Mushabah
Orang yang ingin masuk ke dalam golongan prang-orang yang dekat kepada Allah tugas pertama yang harus dilakukan adalah mengoreksi diri (musahabah) dan menimbang amal perbuatan sebelum ditimbang oleh Allah SWT. selain itu dia juga harus membersihkan hatinya dan sifat-sifat tercela yang dapat mengotori diri.
2. Tujuannya hanya Allah
Kewajiban seorang sufi dalam segala perbuatan dan ucapannya harus didasarkan pada hati ikhlas dan selalu mengharap ridho Allah SWT.
3. Hidup Zuhud dan selalu Merasa Butuh Kepada Allah
Menjauhkan hatinya dari gemerlap dunia serta tidak tertipu dengan keindahannya. Oleh karena itu, banyak sufi yang memilih hidup fakir. Kefakiran merupakan alat yang paling ampuh untuk memutus tali yang menghubungkan antara seorang hamba dengan setan, sehingga sulit bagi setan untuk menguasainya. Dengan demikian seorang hamba bisa fokus untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT.
4. Memantapkan Hati Terhadap Belas Kasih dan Cinta
Kewajiban bagi orang yang hendak masuk ke dalam tasawuf adalah mencintai semua orang islam dan memuliakannya. Jika pilar ini benar-benar dilakukan, Allah mencurahkan kepadanya berbagai macam cahaya rahmat, dan selalu dipandang dengan pandangan ridho. Jika sudah demikian maka perbuatannya akan selalu diterima oleh Allah SWT.
5. Menghiasi Diri dengan Akhlaqul Karimah
Orang sufi harus selalu bersifat lemah lembut kepada keluarga, kerabat, dan seluruh orang islam.
2.4 Tokoh-Tokoh dalam Ahlusunah Waljama’ah
a. Di bidang Akidah ada dua tokoh :
1. Al-Asy’ari (Abu Hasan Ali Bin Isma’il Al-Asy’ari) lahir di Basrah 260H/ 874 M wafat 324 H/ 936 M, beliau masih yuriah sahabat Rasul, Abu Musa Al-Asy’ari.
2. Al-Maturidi (Abu Manshur Muhammad Bin Muhammad Bin Mahmud Al-Maturidi) lahir di Maturid dan wafat di Samarkand 333 H/ 944 M
b. Di bidang Fiqih ada empat tokoh :
1. Al- Hanafi (Abu Hanifah Annu’man bin Tsabit bin Zauti) lahir di Kuffah 80 H dan wafat 150 H.
2. Al-Maliki (Malik bin Anas bin Ammar Al-Asbahi Al-Yamani) lahir di Madinah 93 H wafat 179 H
3. Asy-Syafi’i (Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsmanbin Syafi’i bin Sa’ib bin Abu Yazid bin Hasyim bin Abd. Muthalib Abd Manaf) lahir Ghuzzah Palestina Jum’at Akhir bulan Rajab 150 H wafat 204 H.
4. Al-Hambali (Akhmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hasan Assyaibani Al-Marwadzi Al-Baghdadi) lahir di Baghdad Rabi’ul awal 164 H wafat 241 H.
c. Di bidang Akhlaq ada 2 tokoh :
1. Imam Al Junaidi Al-Baghdadi lahir di Nahawad Persia 210 H wafat 297 H/ 910 M
2. Imam Al-Ghazali (Abu Hamdi Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali) lahir di thus, kurasan, Iran tahun 450 H/156 M wafat 14 Jumadil Akhir 505 H/ 19 Desember 1111 M.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara etimologis istilah Ahlusunnah Waljama’ah terbentuk dari tiga kata Ahlu, As-sunnah, Al-Jamaa’ah. Pertama kata ‘Ahlu’ mempunyai makna keluarga, pengikut, dan golongan. Kedua ‘As-Sunnah’ secara kebahasaan memiliki arti jalan dan perilaku, baik jalan itu benar atau kliru, di ridhoi ataupun tidak. Sedangkan ‘As-Sunnah’ secara terminologis memiliki arti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang selamat dari kesesatan dan hawa nafsu.
Ketika pemerintahan islam beralih ke Dinasti Abassiyah, wabah bid’ah menemukan momentumnya, terutama bid’ah kelompok Muktazilah. Beberapa khalifah dari dinasti ini begitu menggandrungi filsafat Yunani. Bahkan khalifah Al-Ma’mun sampai mendirikan Perpustakaan Baitul Hikmah, sebagai lembaga yang ditugaskan untuk menerjemahkan karya-karya pemikir Yunani ke dalam bahasa Arab.
Ketika Muktazilah menjadi mazhab resmi negara, maka terjadilah malapetaka yang menimpa akidah umat Islam. Penguasa Abbasiyah memaksakan ajaran-ajaran Muktazilah kepada umat islam waktu itu. Diantaranyan adalah memaksakan ajaran “Al-Qur’an Makhluk” tetapi masyarakat dan para ulama’ pembela sunnah, seperti imam-imam mazhab empat, menentang keras ajaran tersebut karena bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah SAW.
Tiga sendi ajaran agama Islam yaitu, Akidah, Fikih, dan Akhlak/Tasawuf. Dan didalam Ahlusunnah Waljama’ah juga terdapat beberapa dapat dalam setiap bidang. Diantaranya : 1) Akidah yaitu Al-Asy’ari dan Al-Maturidi 2) Fikih yaitu Al- Hanafi, Al-Maliki, Asy-Syafi’i dan Al-Hambali 3) Akhlak/ Tasawuf Imam Al Junaidi Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali
3.2 Saran
Makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari kapasitas materinya yang kurang ataupun dari segi bahasanya. Maka dari itu untuk perbaikan makalah-makalah yang selanjutnya, mohon kritik dan saran yang membangun sebagai bahan instropeksi kami dalam penyusunan sebuah makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mausu’ah al-Yusufiyyah Fi Bayani Adillatis-Sufiyyah, Syekh Yusuf Khaththar Muhammad, Darut-Taqwa, 2003
Asy-Syafi’I, ar-Risalah, tt. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah
Ibn Rajab al Hanbali, Kasyf al-Kurbah fi Washfil-Ghurbah, (Kairo: Maktabah al-Qayyimah, tt.)
Sa’di Abu Jaib, Al-Qomush Al-Fiqhi Lughatan wa Ishtilahan, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1988)
Tim Batartama Pondok Pesantren Sidogiri, Trilogi Ahlusunah Akidah, Syariah, dan Tasawuf. Pasuruan, Pustaka Sidogiri Pondok Pesantren Sidogiri, 2012
Kamis, 13 Februari 2020
Jum'at mubarok
Friday, 14 february 2020
Diilhami oleh impian dan harapan.
Dimotivasi oleh keinginan dan kesungguhan.
Diuji oleh kegagalan dan kesulitan.
Dibina oleh cobaan dan pengalaman.
Dikuatkan oleh tujuan dan cinta pekerjaan.
Dilindungi oleh rahmat tuhan.
.
Tiada pernah datang kebahagian sebelum impian dan harapan mulai menunjukkan kenyataan.
Cinta menjadikan beban lebih ringan dan mendekatkan harapan dengan kenyataan.
Cinta membuahkan senyuman walau didera beragam kesulitan.
Cinta menggelorakan semangat untuk memanfaatkan peluang dan tantangan.
Cinta meniti jalan untuk menemukan solusi menuju keberhasilan.
.
Tiada pernah tercapai keberhasilan tanpa kesungguhan dan rasa cinta pekerjaan.
Keberhasilan dapat melahirkan kemitraan dan persaingan serta memacu perubahaan.
Perubahan demi perubahan akan susul menyusul sepanjang peradaban perubahan bisa berarti kesempatan untuk mendaki puncak kejayaan atau kembali ke permulaan.
.
Sebuah keberhasilan bukan alasan untuk menjadi arogan.
Melainkan hadir untuk memuliakan makna kehidupan makin arogan makin jauh kemuliaan dan makin dekan keruntuhan.
Roda kehidupan terus berjalan.
Tiada mengenal kawan atau lawan.
.
Tiada ungkapan lebih indah kecuali bersyukur kepada tuhan.
Diilhami oleh impian dan harapan.
Dimotivasi oleh keinginan dan kesungguhan.
Diuji oleh kegagalan dan kesulitan.
Dibina oleh cobaan dan pengalaman.
Dikuatkan oleh tujuan dan cinta pekerjaan.
Dilindungi oleh rahmat tuhan.
.
Tiada pernah datang kebahagian sebelum impian dan harapan mulai menunjukkan kenyataan.
Cinta menjadikan beban lebih ringan dan mendekatkan harapan dengan kenyataan.
Cinta membuahkan senyuman walau didera beragam kesulitan.
Cinta menggelorakan semangat untuk memanfaatkan peluang dan tantangan.
Cinta meniti jalan untuk menemukan solusi menuju keberhasilan.
.
Tiada pernah tercapai keberhasilan tanpa kesungguhan dan rasa cinta pekerjaan.
Keberhasilan dapat melahirkan kemitraan dan persaingan serta memacu perubahaan.
Perubahan demi perubahan akan susul menyusul sepanjang peradaban perubahan bisa berarti kesempatan untuk mendaki puncak kejayaan atau kembali ke permulaan.
.
Sebuah keberhasilan bukan alasan untuk menjadi arogan.
Melainkan hadir untuk memuliakan makna kehidupan makin arogan makin jauh kemuliaan dan makin dekan keruntuhan.
Roda kehidupan terus berjalan.
Tiada mengenal kawan atau lawan.
.
Tiada ungkapan lebih indah kecuali bersyukur kepada tuhan.
Langganan:
Postingan (Atom)